SISTEM
EKONOMI INDONESIA
RENCANA
PEMBANGUNAN INDUSTRI DAN INDUSTRI KECIL
DAN
RENCANA
PEMBANGUNAN SEMESTA BERENCANA
Disusun Oleh :
Abdul Hadi Adharumsyah
NIM : 1158010013
ADMINISTRASI PUBLIK
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UIN SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2016
RENCANA URGENSI PERKEMBANGAN INDUSTRI
DAN INDUSTRI KECIL
DAN
RENCANA PEMBANGUNAN SEMESTA BERENCANA
Rencana
adalah hasil proses perencanaan berupa daftar ketetapan tentang langkah
tindakan pada masa depan menyangkut kegiatan apa, siapa pelaksananya, di mana,
kapan jadwalnya dan berapa sumber daya yang akan digunakan, serta pelbagai
keterangan mengenai tolok ukurnya, dalam rangka mencapai hasil. Rencana
digunakan manajemen untuk pedoman pengarahan kegiatan dan juga sebagai pedoman
proses pengendalian.
A.
Rencana Urgensi Perkembangan Industri Dan
Industri Kecil
Ketika
membahas apa yang kalian ketahui tentang rencana urgensi perkembangan industri
dan industri kecil ? maka saya merujuk kepada buku subandi, karena secara
pemahaman saya yang jadi pegangan buku itu. Rencana Urgensi untuk Perkembangan
Industri dan Industri Kecil dirancang oleh Sumitro Djojohadikusumo antara tahun
1951 sampai dengan tahun 1952. Rencana ini di dasarkan atas pemikiran bahwa
industrisasi dipandang sebagai integral dari kebijakan umum untuk menambah
kekuatan ekonomi nasional yang sehat. Dalam rangkaian rencana industri-industri
besar diharapkan dapat menciptakan external
economies, sehingga dapat menjadi faktor strategis bagi perkembangan
sektor-sektor lainnya.
Konsep
dasar rencana ini meliputi kegiatan-kegiatan sebagai berikut :
a.
Memperbaiki dan memperkuat balai-balai
penelitian dan pendidikan untuk mempercepat perkembangan industri;
b.
Menambah pinjaman kepada perusahaan
kerajinan rumah tangga dan industri kecil untuk memperkuat kedudukan ekonomi
mereka dan memungkinkan meningkatkan mekanisasi perusahaan.
c.
Mendirikan induk-induk perusahaan dengan
bantuan langsung dari pemerintah pada pusat-pusat industri di daerah agraria.
Tujuannya untuk membimbing perusahaan-perusahaan kecil, perseorangan, baik
dalam proses produksi maupun pembelian bahan mentah, dan penjualan barang jadi;
d.
Mendirikan perusahaan industri-industri
besar pada sektor-sektor yang di pandang penting dengan biaya pemerintah dan
swasta
Dalam
evaluasi pelaksanaan sampai dengan akhir tahin 1952, banyak proyek yang belum
dapat diselesaikan, bahkan sampai tahun 1954 (dua tahun setelah rencana
berakhir) sebagian besar proyek-proyek yang direncanakan masih terbengkalai.
Faktor-faktor
yang menghambat pelaksanaan rencana ini meliputi dua faktor, yaitu faktor
intern dan ekstern. Faktorn intern meliputi, organisasi yang jelej, pengalaman
manajerial yang kurang memadai, dan kekurangan tenaga ahli. Sedangkan faktor
ekstern meliputi, masalah birokrasi, terutama peraturan mengenai keuangan
negara, dan kurangnya koordinasi antar instuisi.
Untuk
membangun industri-industri kecil, telah didirikan induk-induk perusahaan yang
berfungsi untuk: (a) memperbaiki kualitas industri kecil: (b) mengorganisasikan
teknik produksi yang lebih baik, (c) membuat standarisasi kualitas, (d)
memperkenalkan bentuk-bentuk organisasi baru yang lebih efisien; (e) memberi
pemahaman tentang organisasi dan koperasi kepada paa pengusaha; dan (f)
mengorganisasikan penjualan hasil dan pembelian bahan mentah secara
bersama-sama.
Hasil-hasil
dari Rencana Urgensi Perkembangan Industri dan Industri Kecil sebagian masih
ada sampai sekarang, dan bahkan beberapa induk perusahaan masih berfungsi
sebagai pendorong perkembangan industri kecil di sekitarnya, misalnya :
a. Induk
pengerjaan kayu di Klender;
b. Induk
pengerjaan keramik di Pleret (Purwakarta), Mayong (Kudus), dan Malang
c. Induk
pengerajinan Tekstil di Majalaya
d. Induk
pengerajina besi di Casaay (Sukabumi), Ciwidey (Bandung), Batur (Cepu),
Bareng(Kudus) dan Madiun
e. Induk
penyamakan dan pengrajinan kulit di Pamekasan, Magelang dan Magetan
f.
Induk pengerjaan payung di Juwiring (Solo)
dan Sidoarjo (Jatim)
g. Induk
pengecoran besi di Batur(Cepo), pengecoran kuningan di Pasuruan dan Sukaraja,
pengecoran perak di Kotagede(Yogyakarta)
B.
Rencana Pembangunan Semesta Berencana
Pembangunan semesta
berencana adalah pembangunan yang bersifat menyeluruh untuk menuju tercapai
masyarakat yang adil dan makmur berdasarkan Pancasila.
Istilah ini pertama kali
dipergunakan pada Ketetapan MPRS Nomor II/MPRS/ 1960 tentang Garis-garis Besar
Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahun 1961-1969. Meski Ketetapan
MPRS ini tidak dapat diimplementasikan dengan baik karena ada peristiwa
Trikora, kemudian Dwikora, dan akhirnya pemberontakan G30S/PKI, Tap MPRS ini
dapat disebut tonggak kesadaran bangsa Indonesia untuk menyusun perencanaan
pembangunan dengan benar. Ketetapan yang memuat rancangan pembangunan yang
disusun oleh Dewan Perancang Nasional (Depernas) ini kemudian menjadi dasar
bagi perencanaan pembangunan pada masamasa sesudahnya.
Dalam periode Perdana
Menteri Juanda telah dicanangkan rencana pembangunan jangka menengah yang
pertama yaitu Rencana Pembangunan Lima Tahun (RPLT) 1956 – 1960.
Dalam rencana jangka
menengah ini mencakup aspek pembangunan yang lebih luas daripada
rencana-rencana sebelumnya. Dilihat dari metode perencanaan, maka RPLT disusun
lebih jelas dan sistematis. Namun demikian masalah yang dihadapi dalam rencana
pembangunan ini adalah masalah klasik yaitu pembiayaan. Pembiayaan pembangunan
direncanakan untuk digali dari sumber dalam negeri dan pinjaman-pinjaman luar
negeri termasuk hibah dan rampasan perang jepang.
Walaupun rencana
Undang-Undang tentang RPLT telah disetujui oleh DPR pada tanggal 1 november
1958 ternyata didalam perjalanannya memerlukan perubahan-perubahan.
Perubahan-perubahan ini
terutama berkisar pada sumber-sumber pembiayaannya, mengingat situasi selama
periode tersebut kurang stabil disebabkan karena 4 hal, yaitu :
a.
Sengketa mengenai Irian Jaya (pada waktu
itu Irian Barat), memerlukan biaya yang tidak sedikit.
b.
Perkiraan biaya untuk RPLT yang didasarkan
pada tahun-tahun sebelumnya yang dianggap “normal” akibat dari Korea Boom
ternyata meleset.
c.
Data-data statistic yang kurang akurat.
d.
Jangka waktu rencana yang cukup panjang (5
tahun) mengakibatkan perkiraan-perkiraan yang salah atau menyimpang dari
rencana.
Kegagalan
RPLT kecuali disebabkan oleh kedaan dalam negeri yang disebutkan diatas juga
dipengaruhi oleh kedaan luar negeri yang tidak menguntungkan karena adanya
resisi di Amerika Serikat dan Eropa Barat selama tahun 1957 dan 1958. Keadaan
ini mengakibatkan cadangan devisa Indonesia mengalami penurunan. Untuk itu
pemerintah terpaksa memperketat impor barang-barang komsumsi tetapi juga
barang-barang modal. Kekurangan impor barang-barang modal ini menambah makin
parahnya pelaksanaan RPLT.
Keadaan
politik dalam negeri juga mempengaruhi RPLT . adanya ketegangan antara pusat
dan daerah yang mengakibatkan daerah menentukan kemauannya sendiri, misalnya
dengan melakukan barter gelap dengan luar negeri. Untuk memulihkan kestabilan
politik dalam negeri, terpaksa dikelurkan biaya-biaya yang besar terutama di
sektor keamanan dalam negeri, yang mengakibatkan pemerintah mengalami deficit
anggaran belanjanya.
1.
Garis-garis besar pola pembangunan
nasional semesta berencana tahapan pertama (1961-1969)
a. Dewan
perancang nasional (Depernas)
Menimba dari
pengalaman-pengalaman sebelumnya, pemerintah perlu menyadari adanya semacam
lembaga yang mengatur tentang perencanaan pembangunan untuk kepentingan masa
depan bangsa Indonesia. Dengan Undang-Undang No. 80 Tahun 1958 dibentuklah
Dewan Perencanaan Nasional yang pelaksanaannya ditetapkan melalui Peraturan
Pemerintah No. 1 tahun 1959.
Rencana pembangunan yang
akan disusun oleh Depernas ini adalah :
1) Mempersiapkan
rancangan Undang-Undang Pembangunan Nasional yang berencana.
2) Menilai
penyelenggaraan pembangunan yang bersangkutan.
Hasil
dari pekerjaan Depernas Ini disampaikan kepada Dewan Menteri untuk kemudian
mengajukannya kepada DPR. Depernas mulai bekerja pada tanggal 28 agustus 1959
dan dalam waktu 10 bulan Depernas telah berhasil menyusun rumusan akhir
mengenai rencana pembangunan nasional semesta tahun pertama (1961 – 1969)
b.
Rencana pembangunan semesta berencana
tahapan pertama (1961-1969)
Pembangunan semesta
berencana ini adalah rencana jangka menengah yang terpanjang dalam sejarah
perencanaan pembangunan di Indonesia. Jangka waktu 8 tahun, suatu jangka waktu
yang cukup panjang dalam kondisi perekonomian yang tidak menentu. Rencana
pembangunan jangka menengah ini ditetapkan melalui ketetapan MPRS No.II/MPRS/1960
tentang Garis – Garis Besar Pola
Pebangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama (1961 – 1969)
Tujuan pembangunan
nasional semesta berencana ini untuk menciptakan masyarakat Indonesia yang adil
dan makmur berdasarkan Pancasila atau pada waktu itu disebut masyrakat sosialis
ala Indonesia. Berdasarkan tujuan tersebut, Depernas berusaha untuk mengatasi
mengatasi faktur-faktor yang menghambat dan merugikan penbangunanserta merintis
jalan untuk melancarkan pembangunan di segala bidang kehidupan dan penghidupan.
Peroyek A dan B masing-
masing berkaitan erat. Jumlah peroyek A di rencanakan sebanyak 335 proyek yang
terbesar di seluruh Indonesia.
Proyek-proyek
itu di bagi dalam 8 bidang, yaitu :
1) Bidang
mental dan rohani (pendidikan dan kebudayaan)
2) Bidang
penelitian
3) Bidang
kesejahteraan rakyat
4) Bidang
pemerintahan
5) Bidang
pembangunan khusus
6) Bidang
produksi (pangan, sandang, industry dan perobatan)
7) Bidang
distribusi (distribusi dan komunikasi)
8) Bidang
keuangan, termasuk turisme
Walaupun
pemerintah telah menyempurnakan kelembagaan di bidang perencanaan tetapi dalam
pelaksanaannya pembangunan semesta alam berencana ini banyak hambatan-hambatan
yang ditemui antara lain inflasi dalam negeri yang tidak dapat dikendalikan
akibat pengeluaran-pengeluaran untuk proyek – proyek yang kurang produktif
dilihat dari segi ekonomi. Inflasi yang terus menerus meningkat sangat
mengganggu jalannya proyek-proyek pembangunan. Untuk menanggulangi masalah ini,
pemerintah mengambil tindakan yang sangat drastis dibidang moneter yaitu
melakukan senering yang kedua pada bulan Desember 1968 “senering pertama
dilakukan pada tahun 1950 dengan memberlakukan sebesar 50% bagi uang rupiah Rp.
500 keatas” melalui penetapan Rupiah Rp. 1,000 menjadi Rp. 1.
Tingginya
tingkat inflasi ini sangat menyulitkan pembangunan di proyek-proyek yang
direncanaka, mengingat harga-harga barang konsumsi maupun barang modal yang
tidak menentu. Keadaan ini ditambah lagi dengan pemberontakan G 30-S PKI yang
memporak-porandakan seluruh sitem perekonomian yang ada. Akhirnya rencana
pembangunan semesta berencana ini menghadapi kegagalan total.
No comments:
Post a Comment