BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah menciptakan manusia
bermacam-macam dan dengan alasan, tujuan dan manfaat tersendiri, tak terkeuali
manusia. Allah menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna juga tak luput
dari kesalahan yang juga merupakan salah satu dampak dari beragamnya akhlak.
Dengan demikian, sudah
seharusnya kita selaku manusia mengetahui dan memahami macam-macam akhlak agar
dengan keberagamannya dapat menyatukan seluruh umat islam. Allah pun mengutus
Rasululloh kedunia fana ini untuk menyempurnakan akhlak manusia.
B. Rumusan Masalah
1.
Apa saja macam-macam
akhlak?
2.
Ada berapakah macam-macam
akhlak?
3.
Apa sajakah indikator
akhlak?
C. Tujuan Masalah
1.
Mengetahui dan memahami macam-macam
akhlak
2.
Mengetahui ada berapa
macam-macam akhlak
3.
Mengetahui dan memahami
indikator akhlak
BAB
II
PEMBAHASAN
MACAM-MACAM
AKHLAK DAN INDIKATOR AKHLAK
A.
Macam-Macam
akhlak
Macam-macam akhlak berkaitan dengan
tasawuf akhlaqi. Yaitu tasawuf yang mengutamakan bentuk praktis dalam tingkah
laku sesuai dengan syariat yang diajarkan Allah SWT. Tasawuf yang benar bukan
tasawuf yang terlepas dari aturan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Tetapi tasawuf yang
benar adalah yang berpegang erat teguh utuh pada aturan-aturan agama yang
menyatukan prinsip-prinsip akidah dan syariat dalam beragama dan bermuamalah.
Aliran tasawuf mengutamakan
pendekatan-pendekatan tertentu untuk menggapai kecintaan Allah SWT kepada
dirinya. Pengetahuan Allah digapai 3 cara yaitu :
1. Takhalli
sebagai langkah pertama yang harus di lakukan oleh seorang sufi dengan cara
mengosongkan diri dari akhlak tercela serta memerdekakan diri dari hawa nafsu.
2. Tahalli
sebagai upaya mengisi jiwa akhlak yang terpuji. Jiwa dikosongkan otak dicuci,
dan tindakan hawa nafsu.
3. Tajalli
yaitu terungkapnya cahaya kegaiban atau nur gaib. Manusia yang telah melakukan
kesadaran yang tertinggi dengan cara membiasakan kehidupannya dengan akhlak
yang terpuji.
Macam-macam
akhlak juga terbagi menjadi 2 yaitu
:
1.
Akhlak berdasarkan
sifatnya
Akhlak terpuji atau akhlak mulia yang
disebut dengan akhlakul karimah. Akhlakul karimah adalah akhlak yang di
kehendaki oleh Allah SWT dan di contohkan oleh Rasulullah SAW akhlak ini dapat
di artikan sebagai akhlak orang-orang yang beriman dan bertaqwa kepada Allah
SWT.
Akhlak tercela atau akhlak yang
dibenci yakni disebut akhlakul madzmumah adalah akhlak yang dibenci Allah SWT,
sebagaiman akhlak orang-orang kafir, orang-orang musyrik, dan orang-orang
munafik.
Allah berfirman dalam surat Al-Fatihah
1-7:

“ dengan menyebut nama Allah yang Maha Pemurah lagi
Maha Penyayang, segala puji bagi Allah,
Tuhan semesta alam. Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. yang menguasai di hari
Pembalasan. hanya Engkaulah yang Kami sembah, dan hanya kepada Engkaulah Kami
meminta pertolongan. Tunjukilah Kami jalan yang lurus. (yaitu) jalan
orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka
yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat”.
2.
Akhlak berdasarkan
objeknya
Akhlak yang berhubungan dengan Allah
diantaranya adalah :
1). Mentauhidkan Allah
Salah
satu bentuk akhlakul mahmudah adalah menauhidkan Allah. Yang dimaksud
menauhidkan Allah adalah mempertegas keesaan Allah.
2). Takwa kepada Allah
Kalimat
“itaqillah” (berdakwalah kepada Allah) jika diterjemahkan secara harfiyah akan
menjadi jauhilah Allah atau hindarkanlah dirimu dari Allah. Tentunya hal ini
mustahil dapat dilakukan manusia. Ulama – ulama berpendapat bahwa sesungguhnya
satu kata yang tersirat antara “ hindarkanlah” dan “Allah”. Kata yang dimaksud
menghindarilah Allah adalah menghindari siksa / hukumannya.
3). Akhlak terhadap diri sendiri
Dinatara
akhlak terpuji terhadap diri sendiri adalah sebagai berikut :
- Sabar
Sabar adalah menahan diri dari
dorongan hawa nafsu demi menggapai keridaan tuhannya dan menggantinya dengan
bersungguh-sungguh.
- Syukur
Syukur
merupakan sikap seseorang untuk menggunakan Nikmat yang diberikan Allah SWT.
Bentuk syukur ini ditandai dengan keyakinan hati bahwa nikmat yang diperoleh berasal
dari Allah SWT.
4). Akhlak terhadap keluarga
- Berbakti
kepada orangtua
Berbakti kepada orangta merupakan
faktor utama amal shaleh paling utama yang di lakukan oleh seorang muslim.Salah
satu keutamaan berbuat baik kepada kedua orangtua, di samping melaksanakan
ketaatan atas perintah Allah SWT adalah menghapus dosa-dosa besar. Hal itu
sebagaimana tergambar dalam ucapan Ali bin Abi Thalib , demikian pula yang
dikatakan Ibnu Abdul Al-Bar dari almakhul.
- Bersikap baik kepada saudara
Macam-Macam Akhlak
Terhadap Allah
Diantara
akhlak terhadap Allah SWT adalah :
- Taat
terhadap perintah-perintah-Nya
Hal pertama yang harus dilakukan
seorang muslim dalam beretika kepada Allah SWT, adalah dengan mentaati segala
perintahnya-perintah-Nya. Sebab bagaima mungkin ia tidak mentaati-Nya, padahal
Allah lah yang telah memberikan segala-galanya pada dirinya.
Karena
taat kepada Allah merupakan konsekwensi keimanan seorang muslim kepada Allah
SWT. Tanpa adanya ketaatan, maka ini merupakan salah satu indikasi tidak adanya
keimanan.
- Memiliki
rasa tanggung jawab atas amanah yang diberikan padanya
Etika kedua yang harus dilakukan
seorang muslim kepada Allah SWT adalah memilikin rasa tanggung jawab atas
amanah yang diberikan padanya, karena pada hakekatnya, kehidupan inipun
merupakan amanah dari Allah SWT. Oleh karenanya, seorang mukmin senantiasa
meyakini, apapun yang Allah berikan padanya maka itu merupakan amanah yang
kelak akan dimintai pertanggungjawaban dari Allah.
- Ridha
terhadap ketentuan Allah SWT
Etika berikutnya yang harus dilakukan
seorang muslim terhadap Allah SWT adalah ridha terhadap segala ketentuan yang
telah Allah berikan pada dirinya. Seperti ketika ia dilahirkan baik oleh
keluarga yang berada maupun oleh keluarga yang tidak mampu , bentuk fisik yang
Allah berikan padanya, atau hal-hal lainnya. Karena pada hakekaktnya, siap
seorang muslim senantiasa yakin terhadap apapun yang Allah berikan pada
dirinya, baik yang berupa kebaikan atau berupa keburukan.
Apalagi terkadang sebagai seorang
manusia, pengetahuan atau pandangan kita terjadi sesuatu sangat terbatas.
Sehingga bisa jadi, sesuatu yang kita anggap baik justru bruk. Sementara
sesuatu yang dipandang buruk ternyata malah memiliki kebaikan bagi diri kita.
- Senantiasa
bertaubat kepada-Nya
Sebagai seorang manusia biasa kita
jug tidak akan pernah luput dari sifat lalai dan lupa. Karena hal ini memang
merupakan tabiat manusia. Oleh karena itulah etika kita kepada Allah, manakala
sedang berbuat kemaksiatan kepada-Nya adalah dengan segera bertaubat kepada
Allah SWT.
- Obsesinya
adalah keridhaan ilahi
Seorang yang benar-benar beriman
kepada Allah SWT, akan memiliki obsesi dan orientasi dalam segala aktivitasnya,
hanya kepada Allah SWT,. Dia tidak beramal dan beraktivitas untuk mencari
keridhaan atau ujian dari manusia. Bahkan terkadang untuk mencapai keridhaan
Allah tersebut”terpaksa: harus mendapatkan ‘ketidaksukaan’ dari para manusia
lainnya.
- Merealisasikan
ibadah kepada-Nya
Etika atau akhlak berikut yang harus
dilakukan seorang muslim terhadap Allah SWT adalah merealisasikan segala ibadah
kepada Allah SWT. Baik ibadah yang bersifat mahdhah ataupun ibadah yang ghairu
mahdhah. Karena pada hakekatnya seluruh aktivitas sehari-hari adalah ibadah
kepada Allah SWT.
Segala
aktivits,gerak-gerik,kehidupan sosial dan lain sebagainya merupakan ibadah yang
dilakukan seorang muslim terhadap Allah. Sehingga ibadah tidak hanya yang
memiliki skup mahdhah saja, seperti shalat,puasa haji dan sebagainya.
Perealisasian ibadah yang paling penting untuk dilakukan pada saat ini adalah beraktivitas
dalam rangkaian tujuan untuk dapat menerakpak hukum Allah dimuka bumi ini.
Sehingga Islam menjadi pedoman hidup yang direalisasikan oleh masyarakat Islam
pada khususnya dan juga oleh masyarakat dunia pada umumnya.
- Banyak
membaca Al-Qur’an
Etika dan akhlak berikutnya yang
harus dilakukan seorang muslim terhadap Allah adalah dengan memperbanyak
membaca dan mentadaburi ayat-ayat, yang merupakan firman-firman-nya. Seseorang
yang mencintai sesuatu tentulah ia akan banyak dan sering menyebutnya. Demikian
juga dengan mukmin yang mencintai Allah SWT, tentulah ia akan selalu
menyebut-nyebut Asma-Nya dan juga senantiasa akan membaca firman-firman-Nya.
Apalagi manakala kita mengetahui keutamaan membaca Al-Qur’an yang demikian
besarnya.
Adapun bagi mereka-meraka yang belum
bisa atau belum lancar dalam membacanya, maka hendaknya ia senantiasa
mempelajarinya hingga dapat membacanya dengan baik. Kalaupun seseorang harus
terbata-bata dalam membaca Al-Qur’an tersebut, maka Allah pun akan memberikan
pahala dua kali llipat bagi dirinya.
B.
INDIKATOR
AKHLAK
Indikator
merupakan sesuatu yang dapat memberikan (menjadi) petunjuk atau keterangan.
Indikator adalah variabel yang dapat digunakan
untuk mengevaluasi keadaan atau kemungkinan dilakukan pengukuran terhadap
perubahan-perubahan yang terjadi dari waktu ke waktu. Suatu indikator tidak
selalu menjelaskan keadaan secara keseluruhan tetapi kerap kali hanya memberi
petunjuk atau indikasi tentang keadaan keseluruhan tersebut sebagai suatu
pendugaan.
Dalam
hal penentuan baik dan buruk dapat dilihat dari beberapa segi pandang.
Penentuan ini bisa dilihat dari konteks filsafat, agama, tradisi, budaya,
ideologi, dan lain-lain. Definisi baik dan buruk biasanya sangant bertentangan
satu sama lain tergantung dari mana kita melihat definisi itu. Bahkan definisi
itu bisa bertentangan, walaupun definisi itu berasal dari konteks yang sama,
misalnya budaya, akan bertentangan antara baik dan buruk budaya satu dengan
yang lainnya. Sehingga pengertian baik dan buruk itu bersifat subjektif, karena
tergantung dari individu yang menilainya.
Kebanyakan
manusia berselisih dalam pandangannya mengenai sesuatu; diantara mereka ada
yang melihatnya baik dan diantara mereka ada yang melihatnya buruk; bahkan ada
seorang yang melihat sesuatu baik dalam waktu ini, lalu melihatnya buruk pada
waktu lain.
Penilaian
terhadap suatu perbuatan adalah relatif, hal ini disebabkan adanya perbedaan
tolak ukur yang digunakan untuk penilaian tersebut. Perbedaan tolak ukur
tersebut disebabkan karena adanya perbedaan agama, kepercayaan, cara berfikir,
ideologi, lingkungan hidup, dan sebagainya.
Ada pendapat yang mengatakan bahwa setiap manusia
mempunyai kekuatan insting. Hal ini berfungsi bagi manusia untuk dapat
membedakan mana yang benar dan mana yang salah, yang berbeda-beda, karena
pengaruh kondisi dan situasi lingkungan. Dan seandainya dalam satu lingkungan
pun belum tentu mempunyai kesamaan insting. Kemudian pada diri manusia juga
mempunyai ilham yang dapat mengenal nilai sesuatu itu baik atau buruk.
1.
Baik dan Buruk menurut Agama
Perilaku manusia yang baik ditunjukan oleh sifat-sifat dan gerak kehidupannya
sehari-hari. manusia sebagai individu dan sebagai makhluk sosial, tidak
berhenti dari berperilaku. setiap hari, perilaku manusia dapat
berubah-rubahmeskipun manusia dapat membuat perencanaan untuk bertindak secara
rutin.
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam menjalani kehidupan ini,
tentang terminologi hitam-putih mengenai perilaku yang baik dan buruk, memgenai
akhlak yang baik dan tercela. manusia wajib mengerti dan memahami makna yang
baik dan buruk. sesuatu yang baik juga sebaliknya, sesuatu yang buruk menurut manusia
belum tentu buruk menurut Allah SWT. Hal tersebut dapat dialami oleh seluruh
manusia karena pada dasarnya, akal pikiran manusia dan kemampuan intelegensinya
sangat terbatas. sebagaimana dalam Qs. Fussilat ayat 34-35

"dan tidaklah sama kebaikan dan
kejahatan. tolaklah (kejahatan itu) dengan cara yang lebih baik, sehingga yang ada rasa permusuhan di antara kamu dan
dia akan seperti teman yang setia. dan (sifat yang baik itu) tidak di
anugerahkan, kecuali kepada orang-orang yang mempunyai keberuntungan yang
besar."
firman
Allah diatas menjelaskan perbuatan baik dan buruk, perilaku jahat dan bajik.
manusia yang beriman harus mengenal dan memahami secara lebih mendalam tentang
jenis-jenis perbuatan yang baik dan buruk, sehingga setiap tindakan merupakan
pilihan yang rasional dan dijaga oleh tuntutan Allah SWT. dan Rasulullah SAW.
2.
Indikator Akhlak Perspektif Agama
Yang dimaksud dengan “akhlak” yang baik ialah
segala tingkah laku yang terpuji (mahmudah) yang biasa juga dinamakan
“fadillah” (kelebihan). Imam Al- Ghazali menggunakan juga perkataan “munjiyat”
yang berarti segala sesuatu yang memberikan kemenangan atau kejayaan.
Sebagai kebalikan dari akhlaqul mahmudah ialah
akhlaqul mazmumah yang berarti tingkah laku yang tercela atau akhlak yang jahat
(qahibah) yang menurut istilah al-Ghazali disebutnya muhlikat artinya segala
sesuatu yang membinasakan atau mencelakan.
Dari segi bahasa baik adalah terjemahan dari
kata khayr (dalam bahasa Arab) yang artinya “ yang baik”, good; best (dalam
bahasa Inggris) good = that which is morally right or acceptable sedangkan
kebalikan kata baik adalah buruk, kata buruk sepadan dengan kata syarra, kobikh
dalam bahasa Arab dan evil ;bad dalam bahasa Inggris. Dikatakan bahwa yang
disebut baik adalah sesuatu yang menimbulkan rasa keharuan dan kepuasan,
kesenangan, persesuaian, dan seterusnya. Bila dihubungkan dengan akhlak, yang
dimaksud dengan baik (sebut: akhlaq yang baik) menurut Burhanudin Salam adalah
adanya keselarasan antara prilaku manusia dan alam manusia tersebut.
Kedua
pengertian tersebut tampaknya lebih baik disatukan menjadi satu definisi, sebab
definisi pertama lebih memperhatikan akibat dari perilaku yang dihasilkan,
sementara definisi kedua lebih menitik beratkan pada tujuan terwujudnya
perilaku. Dengan hanya mempertimbangkan tujuan pelaku, seseorang akan cenderung
berani melakukan tindakan yang tidak selaras dengan alam dengan dalih bertujuan
baik, juga adanya kesulitan mengukur kebenaran tujuan pelaku. Berdasarkan
pertimbangan tersebut, barangkali dapat dirumuskan bahwa perilaku yang baik
adalah prilaku yang memiliki tujuan baik dan selaras dengan alam manusia.
Islam (Al-Qur’an) menentukan baik dan buruk
sesuai dengan firman Allah ataupun hadist nabi. Baik dan buruk di sini harus
sesuai dengan pandangan Islam itu sendiri. Pandangan Islam tentang baik dan
buruk kata ma’ruf adalah ism maf’ul, kata kerjanya adalah ‘arafa yang
mengandung arti mengetahui (to know), mengenal atau mengakui (to recognize),
melihat dengan tajam atau mengenali perbedaan (to discern). Kata ma’ruf
kemudian diartikan sebagai sesuatu yang diketahui, yang dikenal atau yang
diakui. Adakalanya juga diartikan sebagai menurut nalar (reason), sepantasnya
dan secukupnya. Al-Raghib al-Ashfahani mengartikan sebagai “apa yang dianggap
baik oleh syariat dan akal”. Kata ma’ruf dalam Al-Quran terulang sebanyak 32
kali, di antaranya Q.S. Al-Baqarah: 263.

Artinya “Perkataan
yang baik dan pemberian maaf lebih baik dari sedekah yang diiringi dengan
sesuatu yang menyakitkan (perasaan si penerima). Allah Maha Kaya lagi Maha
Penyantun.” (Q.S. Al- Baqarah: 263)
Lawan dari kata ma’ruf adalah munkar. Munkar berasal dari
kata nakara yang berasal dari kata nun, kaf, dan ra. Akar kata ini mengandung
arti aneh, sulit, buruk, tidak dikenal (lawan ma’ruf) dan juga mengingkari.
Secara bahasa, munkar diartikan sebagai segala sesuatu yang dipandang buruk,
baik dari norma dari syariat maupun norma akal sehat.
Kejahatan adalah satu
dari sekian banyak kesulitan yang beerkaitan dengan persoalan keadilan Tuhan.
Pembahasan ini bukan persoalan ilmiah yang dapat dijawab melalui eksperimen dan
observasi, bukan juga masalah praktis yang bisa diselesaikan dengan keputusan
dan tindakan. Tetapi, ia lebih merupakan problem filosofis yang menghendaki
suatu dalil pemikiran yang dapat menjelaskannya secara proporsional. Begitu
fundamentalnya persoalan ini, sehingga hampir semua ajaran yang bersifat
keagamaan (teologis) maupun kefilsafatan merasa perlu memberikan tanggapan
dengan cara dan metodenya masing-masing.
Islam merupakan salah
satu agama samawi yang meletakkan nilai-nilai kemanusiaan atau hubungan
personal, interpersonal dan masyarakat secara agung dan luhur, tidak ada
perbedaan satu sama lain, keadilan, relevansi, kedamaian yang mengikat semua
aspek manusia. Karena Islam yang berakar pada kata “salima” dapat diartikan
sebagai sebuah kedamaian yang hadir dalam diri manusia dan sifatnya fitrah.
Kedamaian akan hadir, jika manusia itu sendiri menggunakan dorongan diri kea
rah memanusiakan manusia dan atau memosisikan dirinya sebagai makhlik ciptaan
Tuhan yang sempurna.
Kelompok Mu’tazilah
yang merupakan salah satu aliran teologi besar dalam sejarah Islam berkeyakinan
bahwa perbuatan-perbuatan pada hakikatnya ada yang baik secara esensinya dan
adapula yang buruk secara esensinya, dan akal manusia dapat mengetahui kebaikan
dan keburukan, dan dari sinilah hukum Islam akan tersingkap, karena hukum Islam
tidak mungkin bertentangan dengan akal.
Menurut paham
Asy’ariyah, nilai kebaikan suatu tindakan bukannya terletak pada obyektivitas
nilainya, melainkan pada ketaatannya pada kehendak Tuhan. Asy’ariyah
berpandangan bahwa manusia itu bagaikan ‘anak kecil’ yang harus senantiasa
dibimbing oleh wahyu karena tanpa wahyu manusia tidak mampu memahami mana yang
baik dan mana yang buruk.
Adapun
komprehensi-komprerhensi yang digunakan dalam akhlak (etika) seperti “baik”,
“buruk”, “harus”, “tidak boleh”, “benar”, “tiddak benar”, “tugas”, dan
“tanggung jawab”, semuanya merupakan komprehensi-komprehensi khusus yang
mempunyai makna dan pengertian masing-masing. Pemahaman-pemahaman nilai ini
memiliki faedah dalam penggunaanya ketika mempunyai basis dan landasan
ontologisme, sehingga jika seseorang melanggar nilai-nilai akhlak, ia akan
merasakan konsekuensi dari pelanggarannya dalam bentuk penderitaan atau
kepedihan hidup serta jauh dari kebahagiaan.
Penting untuk direnungkan oleh manusia dalam
menjalani kehidupan ini, tentang terminologi yang hitam-putih mengenai perilaku
baik dan buruk, mengenai akhlak terpuji dan tercela.
Indikator utama dari perbuatan yang baik
adalah sebagi berikut:
1) Perbuatan yang diperintahkan oleh
ajaran Allah SWT. dan Rasul-Nya.
2) Perbuatan yang mendatangkan
kemashlahatan dunia dan akhirat.
3) Perbuatan yang meningkatkan martabat
kehidupan manusia di mata Allah dan sesama manusia.
4) Perbuatan yang menjadi tujuan
syariat Islam.
Indikator
utama perbuatan yang tercela, sebagai berikut:
1) Perbuatan yang didorong oleh nafsu
yang dating dari setan.
2) Perbuatan yang dimotivasi oleh
ajaran thogut yang mendatangkan kerugian.
3) Perbuatan yang membahayakan dunia
dan akhirat.
4) Perbuatan yang menyimpang dari
syariat Islam.
5) Perbuatan yang mengakibatkan
permusuhan.
6) . Perbuatan yang menimbulkan
bencana.
7) Perbuatan yang membuat kebudayaan
menjadi punah.
8) Perbuatan yang melahirkan konflik.
3.
Indikator akhlak perspektif filsuf
Filsafat adalah seni kritik yang bukan
semata-mata membatasi diri pada destruksi atau seakan-akan takut untuk membawa
pandangan positifnya sendiri. Sifat kritis filsafat ditunjukkan oleh tiga
pendekatan filsafat, yaitu ontologis, epistemologis, dan aksiologis.
Setelah ahli-ahli filsafat menyelidiki ukuran
baik dan buruk secara ilmu pengetahuan, di antara mereka berpendapat bahwa
ukuran itu ialah bahagia; bahagia ialah tujuan akhir dari hidup manusia. Mereka
mengartikan bahagia ialah kelezatan dan sepi dari kepedihan. Kelezatan bagi
mereka ialah ukuran perbuatan. Maka perbuatan yang mengandung kelezatan itu
baik, sebaliknya yang mengandung pedih ialah buruk.
Ahli-ahli filsafat Yunani kuno tidak banyak
memperhatikan pada akhlak, tetapi kebanyakan penyelidikannya mengenai alam.
Sehingga datang Sophisticians (500-450 SM) (arti Sophisticians ialah orang yang
bijaksana). Buah fikiran dan pendapat mereka berbeda-beda, akan tetapi taqwa
mereka adalah satu, yaitu menyiapkan angkatan muda bangsa Yunani, agar menjadi
nasionalist yang baik lagi merdeka dan mengetahui kewajiban mereka terhadap
tanah airnya.
Pandangan
dalam kewajiban-kewajiban ini menimbulkan pandangan mengenai pokok-pokok akhlak
dan diikuti pula dengan keutamaan-keutamaan mengenai sebagian adat-adat lama
dan pelajaran-pelajaran yang dilakukan oleh orang-orang dahulu.
Socrates terpandang sebagai pembangun
(perintis) ilmu akhlak, karena ia pertama yang usaha dengan sungguh-sungguh
membentuk perhubungan manusia dengan dasar ilmu pengetahuan. Dia berpendapat
bahwa akhlak dan bentuk perhubungan itu, tidak menjadi benar kecuali bila
didasarkan pada ilmu pengetahuan.
Para filsuf kuno berkata, “manusia dilahirkan
bagaikan lembaran-lembaran putih yang akan dilukis oleh pendidik atau yang
dikehendakinya”. Maksudnya adalah: jiwa anak kecil dilatih oleh nalurinya, ia
mudah dipengaruhi oleh pendidik dan pembimbingnya. Sebab, insting anak kecil
selalu bersih (benar) dan tidak menyimpang dan tidak berupa karakter tertentu.
Oleh karena itu, ia mudah diarahkan dan siap untuk dididik. Jadi, yang mereka
maksudkan dari “lembaran putih” pada anak kecil ialah kekosongan jiwanya dari
malakah al khu luqiyah (akhlak yang melekat dalam jiwa), bukan kekosongannya
dari naluri dan watak yang terwarisi. Sedangkan pendidik menanamkan padanya
berbagai akhlak, yang tidak berarti ia menciptakan naluri di dalamnya. Mereka
mengatakan demikian guna menyanggah orang-orang yang mengatakan: “manusia
menjadi baik karena tabiatnya”, dan perkataan: “manusia menjadi jahat juga
dikarenakan wataknya”. Adapun hukum keturunan yang dijadikan sebagai sandaran
untuk menyanggah teori ini tidak menunjukkan bahwa anak kecil mewarisi akhlak
dari nenek moyangnya. Namun ia hanya mewarisi prinsip-prinsip akhlak dan
kesiapan dalam naluri, yang mana filsafat kuno tidak mengingkari hal itu,
bahkan syariat serta adab bangsa arab ortodoks juga mengerti hal itu.
Akhlak
manusia yang didasarkan pada landasan normatif filosofis tergambar dengan jelas
dalam kehidupan sebagai berikut:
1) Kehidupan manusia individu yang
dianut secara personal sebagai pijak tingkah laku seseorang.
2) Kehidupan bermasyarakat yang
ditunjuk dari pemahaman filosofis terhadap berbagai pandangan para filsuf.
3) Kehidupan berbangsa dan bernegara.
4) Kehidupan beragama yang berdasarkan
pandangan filosofis pendiri atau agamanya.
5) Kehidupan berpolitik.
Pandangan-pandangan tentang akhlak dalam
kajian filsafat melahirkan berbagai aliran yang kemudian digolongkan pada
aliran etika dalam filsafat atau filsafat etika yang paradigma didasarkan pada
aksiologi dalam filsafat. Filsafat sebagai induk pemikiran ilmiah selalu berada
di belakang setiap kemajuan suatu peradaban dialektika yang dibangun oleh Plato
dan muridnya, Aristoteles. Plato terkesan sangat idealistik dan meyakini bahwa
eksistensi berada di luar aspek fisik. Sementara bagi muridnya, Aristoteles,
eksistensi melekat pada sesuatu yang fisik. Bagi Plato, kebenaran yang
ditangkap oleh panca indra dan dibenarkan secara rasional oleh rasio. Pandangan
tersebut mengesankan keyakinan Aristoteles tentang keberadaan kebenaran yang
paling hakiki, berada di luar segala sesuatu yang empirik dan fisik.
Menurut pemikiran Agustinus, manusia yang
dipengaruhi platonisme, tetapi tidak mengakui dualisme ekstrim Plato, jiwanya
senantiasa terkurung oleh tubuh. Dengan demikian manusia terdiri atas jasmani
dan rohani yang harus berjalan seimbang karena jiwa menggerakkan badan, badan
mengamalkan motivasi jiwa, dan jiwa harus selalu dibimbing oleh ajaran-ajaran
yang datang dari Tuhan.
Tingkah laku manusia sangat bergantung pada
cara pandang manusia tentang kebenaran serta tujuan yang menjadi target bagi
kehidupannya. Motivasi manusia dalam berakhlak terdapat dalam hatinya, yang
disebut dengan niat. Akan tetapi, rahasia niat dapat dilihat dalam gambaran
yang sesungguhnya sebagaimana dipraktikkan oleh jasmaninya. Secara filosofis,
tingkah laku lahir dari paham- paham dan pandangan hidup seseorang.
Dengan pandangan filosofis, akhlak manusia
dapat dilihat dari aliran-aliran yang terdapat dalam filsafat yaitu sebagai
berikut:
1. Positivime
Kaum
ini percaya bahwa penemuan hukum-hukum alam akan membukakan batas-batas pasti
yang dalam kenyataan sosial. Pandangan posistivisme, masyarakat merupakan suatu
keseluruhan organik yang kenyataannya lebih dari jumlah bagian-bagian yang
saling bergantung.
2. Pragmatisme
Pandangan
utama pragmatisme adalah nilai dan konsep tentang akibat suatu perbuatan.
3. Humanisme
Humanisme merupakan bagian dari filsafat,
aliran ini memandang bahwa manusia adalah makhluk mulia yang semua kebutuhan
pokok diperuntukkan untuk memperbaiki spesiesnya.
4. Marxisme
Ia
berpandangan bahwa etika tidak ada hubungan dengan pemasangan norma-norma
abstrak dan daftar kewajiban. Marxisme memahami manusia sebagai makhluk
objektif. Akhlak Marxisme bukan merupakan akhlak yang buruk jika dilihat dari
segi upaya menyatukan kekuatan manusia, menurutnya manusia selalu menemukan
diri dalam struktur sosial tertentu.
5. Empirisme
Aliran
ini berpandangan bahwa pengalaman merupakan sumber pengetahuan bagi manusia
yang mendahului rasio, akhlak manusia akan terus berkembang karena merupakan
bagian dari penggalian pengalaman dan kebenaran yang dipengaruhi oleh manusia
ketika pengalaman hidupnya semakin banyak
4.
Indikator Akhlak Perspektif Budaya
Budaya berasal dari dua kata, yaitu “budi” artinya akal dan
“daya” artinya kekuatan. Dengan demikian budaya artinya sebagai kekuatan akal.
Potensi akal terwujud dalam bentuk kehendak berpikir, berkarya, dan
mengembangkan karya ciptanya. Kebudayaan sebagai sistem hidup dalam arti cara
manusia mempertahankan kehidupannya. Oleh sebab itu, akhlak baik buruk dalam
perspektif kebudayaan adalah dengan melihat dan meneliti cara kerja dan cara
berpikir manusia untuk mengembangkan kehidupannya dari generasi ke generasi.
Manusia akan terus
menciptakan kebudayaan secara sadar maupun tidak sadar. Dalam kebudayaan
manusia, yang mendasar dari perilaku individu memiliki subjektivitas dan
orientasi yang berbeda. Oleh sebab itu, baik dimensi motivasional maupun
dimensi nilai sebagai unsur orientasi diri manusia, dapat lebur menjadi satu
bentuk perilaku sosial, kemudian terbentuklah kebudayaan.
Dengan pemahaman
teoritik, indikator akhlak yang terpuji atau tercela menurut kebudayaan
sifatnya sangat relatif karena sistem normatif yang dijadikan standar baik dan
buruk adalah tradisi yang telah terlembagakan, akan tetapi, tradisi normatif
dapat berasal dari berbagai sumber, yaitu agama, legenda, mitos, filsafat, dan
sebagainya.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Akhlak adalah ilmu yang menentukan batas antara baik dan
buruk , antara yang terpuji dan yang tercela , tentang perkataan atau perbuatan
manusia lahir dan batin. Maksud dari akhlak itu sendiri adalah adanya hubungan
antara khaliq dan makhluk , dan antara makhluk dengan makhluk. Kita harus
membiasakan diri berakhlak terpuji dalam kehidupan sehari hari agar semuanya
berjalan sesuai dengan perintah dan larangan dari Allah Swt.
DAFTAR PUSTAKA
M Sayoti , Ilmu Akhlak.1987. Bandung : Lisan
Abdullah Zakiy Al-Kaaf ,”Membentuk Akhlak
(mempersiapkan generasi islami) pustaka setia, bandung 2001 . Mustofa,
Akhlak Tasawuf, pustaka setia Bandung, 1997.
Al-Ghazali, Rindu dan Cinta
kepada Allah, Pustka Panji Mas, Jakarta, 2005
Abdul Rohman, Menjaga Akidah dan AkhlaK Solo:
PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri, 2009
Ahmad Amin, Etika Ilmu Akhlak Jakarta: Bulan
Bintang, 1975
No comments:
Post a Comment