Pages

Monday, October 28, 2019

MAKALAH Teori Kepribadian dalam Perspektif Islam

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kepribadian adalah pengaturan individu yang bersifat dinamis pada sistem, fisik dan psikis yang menentukan tabiatnya yang unik selaras dengan lingkungannya. Para psikolog ketika mempelajari kepribadian memandang individu sebagai totalitas yang terpadu. Individu akan bertindak dan memberi respons sebagai suatu kesatuan yang sistem fisik dan psikis terangkai dan saling memengaruhi serta menentukan perilaku dan responsnya dengan cara yang berbeda dari orang lain. Dalam al-Qur’an terdapat penjelasan tentang kepribadian manusia dan ciri-ciri kepribadian yang bersifat umum, yang membedakan antara manusia dan makhluk Allah SWT lainnya. Al-Qur’an juga menjelaskan beberapa pola atau contoh umum kepribadian manusia yang teristimewakan dengan ciri-ciri pokok, yaitu pola-pola umum yang hampir selalu kita lihat pada masyarakat secara umum (Najati, 2005: 359-360) Oleh karena itu, makalah ini akan membahas mengenai teori kepribadian menurut perspektif Islam yang didalamnya akan membahas mengenai hakikat manusia, makna kepribadian, dinamika kepribadian, tipe-tipe kepribadian serta perkembangan kepribadian. B. Rumusan Masalah 1. Bagaimana hakikat manusia? 2. Bagaimana makna kepribadian? 3. Bagaimana dinamika kepribadian 4. Apa saja tipe-tipe kepribadian? 5. Bagaimana perkembangan kepribadian klasikal proses lisan? C. Tujuan Penulisan 1. Mengetahui hakekat manusia 2. Mengetahui makna kepribadian 3. Mengetahui dinamika kepribadian 4. Dapat menyebutkan tipe-tipe kepribadian 5. Mengetahui perkembangan kepribadian klasikal proses lisan BAB II PEMBAHASAN A. Hakikat Manusia 1. Manusia adalah Makhluk Allah Keberadaan manusia di dunia ini bukan kemauan sendiri, atau hasil proses evolusi alami, melainkan kehendak Allah. Dengan demikian, manusia dalam hidupnya mempunyai ketergantungan kepada-Nya. Manusia tidak bisa lepas dari ketentuan-Nya. Sebagai makhluk, manusia berada dalam posisi lemah (terbatas), dalam arti tidak bisa menolak, menentang atau merekayasa yang sudah dipastikan-Nya. Dalam Al-Qur'an, surat At-Tin, ayat 4 Allah berfirman: لَقَدْ خَلَقْنَا الْإِنْسَانَ فِي أَحْسَنِ تَقْوِيم "Sungguh kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sangat baik sempurna)". Manusia adalah makhluk Allah, ciptaan Allah dan secara kodrati merupakan makhluk beragama atau pengabdi Allah, seperti tercermin dalam sabda Nabi Muhammad Saw sebagai berikut" “Setiap anak dilahirkan dalam keadaan fitrah, kedua orang tuanyalah yang menjadikannya Yahudi, Nasrani, atau Majusi"" (H.R Muslim). Sesuai dengan fitrahnya tersebut, manusia bertugas untuk mengabdi kepada Allah, seperti difirmankan Allah sebagai berikut. وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالْإِنْسَ إِلَّا لِيَعْبُدُونِ "Aku tidak menciptakan jin dan manusia kecuali untuk mengabdi kepada-Ku " (QS Adz-Dzariyat:56).
Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba, seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa ramadhan, zakat, haji dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan segenap hati sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ ۚ وَذَٰلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5). (Yusuf, 2007: 209-210). 2. Manusia adalah Khalifah di Muka Bumi Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau pemimpin di muka bumi يَا دَاوُودُ إِنَّا جَعَلْنَاكَ خَلِيفَةً فِي الْأَرْضِ فَاحْكُمْ بَيْنَ النَّاسِ بِالْحَقِّ وَلَا تَتَّبِعِ الْهَوَىٰ فَيُضِلَّكَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ ۚ إِنَّ الَّذِينَ يَضِلُّونَ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ لَهُمْ عَذَابٌ شَدِيدٌ بِمَا نَسُوا يَوْمَ الْحِسَابِ “Hai Daud, sesungguhnya Kami menjadikan kamu khalifah (peguasa) di muka bumi, maka berilah keputusan di antara manusia dengan adil dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu. Karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. …”(QS Shad:26). Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir. Hal ini berarti, manusia berdasarkan fitrahnya adalah makhluk sosial yang bersifat altruis (mementingkan/membantu orang lain), menilik fitrahnya ini,manusia mmemiliki potensi atau kemampuan untuk bersosialisasi, berinterkasi sosial secara positif dan konstruktif dengan orang lain atau lingkungannya. Sebagai khalifah manusia mengemban amanah atau tanggung jawab (responsibility) untuk berinisiatif dan berpartisipasi aktif dalam menciptakan tatanan kehidupan masyarakat yang nyaman dan sejahtera dan berupaya mencegah (preventif) terjadinya pelecehan nilai-nilai kemanusiaan dan perusakan lingkungan hidup (regional global) ( Yusuf, 2007: 210). Manusia menurut konteks Islam merupakan 'Khalifah di muka bumi". Artinya manusia berfungsi sebagai pengelola alam dan memakmurkannya. Ini tersurat dan tersirat dari firman Allah sebagai berikut: هُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلَائِفَ فِي الْأَرْضِ "Dia-lah yang menjadikan kamu khalifah di muka bumi (QS. Fatir:39). Selanjutnya Allah berfirman : وَ سَخَّرَ لَكُمْ ما فِي السَّماواتِ وَ ما فِي الْأَرْضِ جَميعاً مِنْهُ إِنَّ في‏ ذلِكَ لَآياتٍ لِقَوْمٍ يَتَفَكَّرُونَ Dan Dia menundukkkan untukmu apa-apa yang ada di langit dan apa-apa yang ada di bumi semuanya, sebagai rahmat dari-Nya. (QS. Al-Jatsiyah:13) 3. Manusia adalah Makhluk yang Mempunyai Fitrah Beragama Melalui fitrahnya ini manusia mempunyai kemampuan untuk menerima nilai-nilai kebenaran yang bersumber dari agama, dan sekaligus menjadikan kebenaran agama itu sebagai tolok ukur atau rujukan perilakunya. Allah berfirman : وَإِذْ أَخَذَ رَبُّكَ مِنْ بَنِي آدَمَ مِنْ ظُهُورِهِمْ ذُرِّيَّتَهُمْ وَأَشْهَدَهُمْ عَلَىٰ أَنْفُسِهِمْ أَلَسْتُ بِرَبِّكُمْ ۖ قَالُوا بَلَىٰ ۛ شَهِدْنَا ۛ أَنْ تَقُولُوا يَوْمَ الْقِيَامَةِ إِنَّا كُنَّا عَنْ هَٰذَا غَافِلِينَ "...bukanlah Aku ini Tuhanmu? Mereka menjawab, ya kami bersaksi bahwa Kau adalah Tuhan kami". (QS. Al-A'rof:172). (Yusuf, 2007: 211). 4. Manusia Berpotensi Baik (Takwa) dan Buruk (Fujur) Manusia dalam hidupnya mempunyai dua kecenderungan atau arah perkembangan, yaitu takwa, sifat positif (beriman dan beramal shaleh) dan yang fujur, sifat negatif (musyrik, kufur, dan berbuat maksiat/ jahat/buruk/zolim). Dua kutub kekuatan ini saling mempengaruhi. Kutub pertama mendorong individu untuk berperilaku yang normatif (merujuk nilai-nilai kebenaran), dan kutub lain mendorong individu untuk berperilaku secara impulsif dorongan naluriah, instinktif, hawa nafsu). Dengan demikian manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan pada situasi konfiik antara benar-salah atau baik -buruk. Dalam surat Asy-Syamsu: 8-10, difirman فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا , قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا , وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا "Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa manusia sifat fujur dan takwa. Sungguh bahagia orang-orang yang mensucikan jiwanya, dan sungguh celaka orang yang mengotori jiwanya". (Yusuf, 2007: 211). 5. Manusia Memiliki Kebebasan Memilih (Free Choice) Dalam surat Ar-ra'du: l 1 Allah berfirman: إِنَّ اللَّهَ لَا يُغَيِّرُ مَا بِقَوْمٍ حَتَّىٰ يُغَيِّرُوا مَا بِأَنْفُسِهِمْ ۗ وَإِذَا أَرَادَ اللَّهُ بِقَوْمٍ سُوءًا فَلَا مَرَدَّ لَهُ ۚ وَمَا لَهُمْ مِنْ دُونِهِ مِنْ وَالٍ "Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah apa yang dimiliki (termasuk dirinya) suatu kaum, sehingga mereka sendiri mengubah (berinisiatif/merekayasa) dirinya sendiri." Manusia diberi kebebasan untuk memilih kehidupannya, apakah mau beriman atau kufur kepada Allah. Apakah manusia akan memilih jalan hidup yang sesuai dengan ajaran agama atau memperturutkan hawa nafsunya. Dalam hal ini, manusia mempunyai kemampuan untuk berupaya menyelaraskan arah perkembangan dirinya dengan tuntutan normatif, nilai-nilai kebenaran, yang dapat memberikan kontribusi atau manfaat bagi kesejahteraan umat manusia, juga memiliki kemampuan untuk menjalani kehidupan yang berseberangan dengan nilai-nilai agama, sehingga menimbulkan suasana kehidupan (personal-sosial), yang anarki, destruktif atau tidak nyaman. (Yusuf, 2007: 212). B. Makna Kepribadian Dalam studi keislaman, kepribadian lebih dikenal dengan istilah syakhshiyah. Syakhshiyah berasal dari kata syakhshun yang berarti pribadi. Kata ini kemudian diberi ya' nisbat sehingga menjadi kata benda buatan syakhshiyat yang berarti kepribadian. Mujib dalam Yusuf (1999:133) menjelaskan bahwa kepribadian adalah "integrasi sistem kalbu, akal, dan nafsu manusia yang menimbulkan tingkah laku." Kepribadian dalam islam adalah pribadi atau seseorang. Kepribadian juga dapat diartikan dengan interaksi antara pikiran, hati, akal dan jiwa yang menunjukan kualitas orang tersebut. kepribadian sering diidentikkan dengan penampilan luar, misalnya perempuan yang berpakaian seperti laki – laki akan di katakan mempunyai kepribadian yang tomboy. Akan tetapi dalam islam kepribadian di lihat dari perbuatan yang mencerminkan akhlak dari orang tersebut. karena dalam islam bukan penampilan luar yang membedakan kita dengan orang lain, akan tetapi akhlak yang tercermin dari perbuatan. Kepribadian yang harus dimiliki oleh orang islam disebut dengan kepribadian muslim. Kepribadian muslim ini yang menjadi salah satu ciri yang harus dimiliki sebagai orang islam. C. Dinamika Kepribadian Manusia pada awalnya merupakan makhluk yang netral terdiri dari fisik dan rohani. Dalam menjalani kehidupannya, tentu akan mengalami berbagai gelombang. Ada yang menyenangkan dan adapula yang memberikan rasa ketidaknyamanan. Hal ini menyebabkan manusia melakukan kebaikan atau keburukan. Dalam Al-Qur’an surat Asy-Syamsu: 8) Alloh berfirman: فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَ “Maka Alloh mengilhamkan kepada jiwa manusia, fujur (kefasikan/kedurhakaan) dan taqwa (beriman dan beramal shaleh)” Ayat ini menunjukan bahwa manusia dalam hidupnya senantiasa dihadapkan dengan suasana perjuangan untuk memilih alternative antara haq (taqwa-kebenaran) dengan yang bathil (fujur), antara aspek-aspek material semata (sekuler-duniawi) dengan spiritual (ilahiyyah). Dalam Al-Qur’an surat An-Naziat: 37-41, dijelaskan: فَأَمَّا مَنْ طَغَى (37) وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا (38) فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى (39) وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى (40) فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ الْمَأْوَى “Adapun orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan duniawi (yang dilandasi moral bukan agama), maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya. Adapun orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya, dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya(yang bertentangan dengan norma agama), maka surgalah tempat tinggalnya”. Oleh karena itu, dalam diri inidividu memiliki potensi yang sama besar terhadap pribadi baik atau pribadi buruk. Kepribadian itu bisa berkembang seperti malaikat, bisa juga seperti setan. Hal ini amat bergantung kepada pilihannya bahwa manusia telah diberi kemampuan untuk mengambil keputusan dan melakukan keputusan itu dengan segala resikonya. Maka dari itu dalam sebuah ayat Allah berfirman: ”Sungguh bahagialah orang yang menyuciklan jiwanya (qolbunya), dan sunggh merugilah (celakalah) orang yang mengotorinya”. Ayat ini memberikan perintah kepada kita bahwa dengan memilih membersihkan hati maka kita akan senantiasa peka dan jauh dari perbuatan-perbuatan yang tidak diridhloi Allah SWT. Dan kita sebagai individu juga dapat mengembangkan kepribadian yang bernafaskan Islam. Dan balasannya telah Allah beritakan dalam surat Al-Fajr: 27: 30 yang berbunyi: يَا أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ ﴿٢٧﴾ ارْجِعِي إِلَىٰ رَبِّكِ رَاضِيَةً مَّرْضِيَّةً ﴿٢٨﴾ فَادْخُلِي فِي عِبَادِي ﴿٢٩﴾ وَادْخُلِي جَنَّتِي ﴿٣٠﴾ ”Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi diridloi-Nya. Masuklah kepada jamaah hamba-Ku, dan masuklah ke dalam surga-Ku” (Syamsu Yusuf, 2007: 213-214). D. Tipe Kepribadian Eduar Spangar (dalam Syamsu Yusuf:23:99) Kepribadian merupakan sesuatu yang sangnat unik, tidak ada seseorang pun yang mempunyai kepribadian yang sama, antara satu dengan yang lainnya, meskipun individu tersebut merupakan anak kembar yang dilahirkan dari rahim yang sama. Oleh karena itu banyak para ahli yang mengelompokan kepribadian menjadi beberapa kelompok yang sangat berbeda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Perilaku-perilaku tersebut mengkristal dalam pola-pola tertentu yang satu sama lainnya sangat berbeda. Pola-pola perilaku tertentu yang dimiliki individu dan bersifat konstan atau tetap dapat dikategorikan sebagai tipe kepribadian. Dalam Al-Qur’an tipe kepribadian manusia itu dapat dikelompokkan menjadi tiga macam yaitu mukmin (orang yang beriman), kafir (menolak kebenaran) dan munafik (meragukan kebenaran). (Yusuf, 2007: 215). 1. Tipe Mukmin Mukmin merupakan orang yang beriman. Iman secara etimologis percaya,sedangkan secara istilah iman diartikan sebagai percaya kepada Allah, yang diucapkan dengan lisan dan diamalkan dengan anggota tubuh. Seorang yang mukmin tidak hanya cukup mempercayai rukun iman. Tetapi keimanan tersebut perlu diaplikasikan dalam kehidupan sehari-hari dengan melaksanakan ibadah baik ibadah yang berhubungan langsung dengan Allah SWT atau ibadah yang berhubungan dengan manusia. Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Berkenaan dengan akidah: beriman kepada Alloh, malaikat, rasul, kitab, hari akhir, qodo dan qodar. b. Berkenaan dengan ibadah: melaksanakan rukun islam. c. Berkenaan dengan kehidupan social: bergaul dengan oranglain secara baik, suka bekerja sama, menyeru kepada kebaikan dan mencegah kemungkaran, suka memaafkan kesalahan orang lain, dan dermawan. d. Berkenaan dengan kehidupan keluarga: berbuat baik kepada kedua orang tua dan saudara, bergaul yang baik antara suami-istri dan anak, memelihara dan membiayai keluarga. e. Berkenaan dengan moral: sabar, jujur, adil, qona’ah, amanah, tawadlu, istiqomah, dan mampu mengendalikan diri dari hawa nafsu. f. Berkenaan dengan emosi: cinta kepada Alloh, takut akan azab Alloh, tidak putus asa dalam mencari rahmat Alloh, senang berbuat kebajikan kepada sesame, menahan marah, tidak angkuh, tidak hasud atau iri, dan berani dalam membeda kebenaran. g. Berkenaan dengan intelektual: memikirkan alam semesta dan ciptaan Alloh yang lainnya, selalu menuntut ilmu, menggunakan pikirannya untuk suatu yang bermakna. 2. Tipe Kafir Kafir, berasal dari kata dasar yang terdiri dari huruf kaf, fa' dan ra'. Arti dasarnya adalah tertutup atau terhalang. Secara istilah, kafir berarti terhalang dari petunjuk Allah orang kafir adalah orang yang tidak mengikuti petunjuk Allah SWT karena petunjuk tersebut terhalang darinya. Tipe kepribadian mukmin mempunyai karakteristik sebagai berikut: a) Berkenaan dengan akidah: tidak beriman kepada Alloh dan rukun iman yang lainnya. b) Berkenaan dengan ibadah: menolak beribadah kepada Allah. c) Berkenaan dengan kehidupan sosial: zalim, memusuhi orang yang beriman, senang mengajak kepada kemungkaran, dan melarang kebajikan. d) Berkenaan dengan keluarga: senang memutuskan silaturahim. e) Berkenaan dengan moral: tidak amanah, suka memenuhi hawa nafsu, sombong, dan takabur. f) Berkenaan dengan emosi: tidak cinta kepada Allah, tidak takut azab Allah, membenci orang muknmin. g) Berkenaan dengan intelektual: tidak menggunakan fikirannya untuk bersyukukr kepada Allah. 3. Tipe Munafik Orang yang munafik senantiasa sembunyi-sembunyi dalam melanggar perintah Allah SWT. Orang munafik selalu mempermainkan dan menipu Allah dan Rasul-Nya, dan mereka malas menjalankan kewajiban-kewajiban agama dan lalai dari berdzikir kepada Allah SWT: إِنَّ الْمُنافِقِينَ يُخادِعُونَ اللَّهَ وَهُوَ خادِعُهُمْ وَإِذا قامُوا إِلَى الصَّلاةِ قامُوا كُسالى يُراؤُنَ النَّاسَ وَلا يَذْكُرُونَ اللَّهَ إِلاَّ قَلِيلاً (142) مُذَبْذَبِينَ بَيْنَ ذلِكَ لَا إِلى هؤُلاءِ وَلا إِلى هؤُلاءِ وَمَنْ يُضْلِلِ اللَّهُ فَلَنْ تَجِدَ لَهُ سَبِيلاً "Sesungguhnya orang-orang munafik itu menipu Allah dan Allah akan membalas tipuan mereka. Dan apabila mereka berdiri untuk shalat mereka berdiri dengan malas. Mereka bermaksud riya (dengan Shalat) di hadapan manusia. Dan tidaklah mereka menyebut Allah kecuali sedikit sekali. Mereka dalam keadaan ragu-ragu antara yang demikian (iman atau kafir): tidak masuk kepada golongan ini (orang-orang beriman) dan tidak (pula) kepada golongan itu (orang-orang kafir). Barangsiapa yang disesatkan Allah , maka kamu sekali-kali tidak akan mendapat jalan (untuk memberi petunjuk) baginya." (QS. an-Nisa: 142-143). Tipe kepribadian munafik mempunyai karakteristik sebagai berikut: a. Berkenaan dengan akidah: bersifat ragu dalam beriman b. Berkenaan dengan ibadah: bersifat riya dan bersifat malas c. Berhubungan dengan hubungan sosial: menyuruh kemungkaran dan mencegah kebajikan, suka menyebar isu sebagai bahan adu domba dikalangan kaum muslilmin. d. Berkenaan dengan moral: senang berbohong, tidak amanah (khianat) ingkar janji, kikir, hedonis, dan overtunis, penakut (kebenaran), bersifat pamrih. e. Berkenaan dengan emosi: suka curiga terhadap orang lain, takut mati f. Berkenaan dengan intelektual: ragu dan kurang mampu mengambil keputusan (dalam kebenaran) dan tidak berfikir secara benar (Yusuf, 2007: 214-217) Selain itu dalam Al-Qur`an kepribadian manusia diklasiikasikan menjadi tiga, yaitu orang-orang yang beriman, orang-orang yang kair, dan orang-orang yang munafik. Masing-masing klasiikasi tersebut mempunyai sifat utama umum yang membedakannya dengan yang lain. a. Orang Beriman disifati dengan berbagai macam sifat antara lain: beraqidah (beriman kepada Allah, para malaikat, kitab-kitab, para rasul, hari akhir, kebangkitan dan perhitungan dan qadla qodar); beribadah (menyembah Allah, melaksanakan shalat, puasa, zakat, ibadah hajji, taqwa kepada Allah , berserah diri kepada Allah, membaca al-Qur`an); hubungan soisial (pergaulan secara ma`ruf dengan orang lain, dermawan, bijaksana, menyeru kepada yang ma`ruf dan mencegah yang munkar); hubungan kekeluargaan (berbuat baik kepada orang tua, karib kerabat, pergaulan suami istri yang ma`ruf, menjaga kehormatan keluarga); sifat-sifat moral (sabar, lapang dan, adil, melaksanakan amanat, menepati janji kepada Allah dan manusia, teguh dalam kebenaran, mampu mengendalikan hawa nafsu); sifat-sifat emosional dan sensual (cinta kepada Allah, takut akan azab, tidak putus asa akan rahmat Allah, tidak sombong); sifat intelektual dan kognitif (memikirkan alam semesta dan ciptaan Allah, menuntut ilmu); hubungan dengan kehidupan praktis dan professional (tulus dalam bekerja dan menyempurnakan pekerjaan , berusaha dengan giat dalam memperoleh rizki); sifat-sifat isik (kuat, bersih, sehat, dan suci dari najis). (Ustman Najti, Al-Qur`an…, h.256-265 dalam Arifin Zainal, 2016, p. 350) b. Orang Kair disifati dengan berbagai sifat yang nerupakan kebalikan dari sifat-sifat orang yang beriman. c. Orang Munafik sebagaimana disebutkan dalam al-Qur`an: إِنَّ الْمُنَافِقِينَ فِي الدَّرْكِ الْأَسْفَلِ مِنَ النَّارِ وَلَنْ تَجِدَ لَهُمْ نَصِيرً “Sesungguhnya orang-orang munafik itu (ditempatkan) pada tingkatan yang paling bawah dari neraka, dan kamu sekali-kali tidak akan mendapat seorang penolong pun bagi mereka”. (QS. Al-Nisa`: 145.) Orang munaik disifati dengan berbagai sifat antara lain: dalam masalah aqidah (tidak tegas terhadap aqidah tauhid, dapat berubah disesuaikan dengan tempat di mana berada); dalam soal ibadah (ibadah karena riya` bukan karena Allah); sifat berkenaan hubungan sosial (menyuruh kepada kemungkaran dan mencegah kebaikan, menimbulkan kericuhan dalam barisan muslim dengan berbagai isu, memperdaya orang lain dengan bermulut manis, menarik perhatian, banyak bersumpah palsu); dan sifat-sifat moral (suka mengingkari janji, pembohong, kikir). (Zainal, 2016:350-351) E. Perkembangan Kepribadian Klasikal Proses Lisan Manusia di ciptakan oleh alloh swt dari unsur jasmaniah dan rohaniah. Dilihat dari karakteristik jasmaniahnya, manusia memiliki kesamaan dengan hewan (binatang). Kesamaan itu seperti berkaitan dengan kebutuhuhan-kebutuhan makan, minum, bernafas, istirahat dan seks (dorongan naluriah dalam rangka pengembangan keturunan). Dalam al Qur’an, surat Ali-Imran: 14. Dikemukakan tentang kebutuhan naluriah manusia ini: زُيِّنَ لِلنَّاسِ حُبُّ الشَّهَوَاتِ مِنَ النِّسَاءِ وَالْبَنِينَ وَالْقَنَاطِيرِ الْمُقَنْطَرَةِ مِنَ الذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَالْخَيْلِ الْمُسَوَّمَةِ وَالْأَنْعَامِ وَالْحَرْثِ ۗ ذَٰلِكَ مَتَاعُ الْحَيَاةِ الدُّنْيَا ۖ وَاللَّهُ عِنْدَهُ حُسْنُ الْمَآبِ “manusia dihiasi dengan perasaan senang terhadap: wanita,anak, harta yang banyak yang berupa emas, perak, kuda (kendaraan) pilihan, binatang-binatang ternak, dan sawah ladang. Itulah kesengan hidup di dunia, sedangkan di sisi Alloh ada tempat kembali yang menyenangkan (surga)”. Namun dari segi rohaniahnya, manusia berbeda dengan hewan. Dalam hal ini, manusia memiliki akal atau kalbu sebagai substansi rohaniah, yang dengannya manusia mampu merespon (menerima atau menolak) kebenaran ajaran agama sebagai pedoman hidup, rambu-rambu yang mengatur pola perilakunya di dunia ini. Agama menunjukan perilaku yang benar, yang membimbing manusia kearah kondisi kehidupan yang bahagia dan sejahtera, dan juga menunjukkan pola prilaku yang salah (menyimpang) yang memperosokan manusia ke lembah kehidupan yang nista dan nestafa. Dalam al-Qur’an dinyatakan, bahwa manusia berpotensi untuk menerima atau menolak kebenaran (asyasyam: 8) فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا “...Maka Alloh mengilhamkan jiwa manusia “fujar” (kefasikan/kedurjanaan) dan “taqwa” (beriman dan beramal shaleh)”. Ayat ini menunjukan bahwa manusia dapat berkembang menjadi seorang yang berkepribadian mulia (shaleh), atau ke pribadian buruk (dzolim/fasik/munafik). Ke arah kepribadian yang mana manusia (individu) itu berkembang, amat bergantung pada kualitas pengalaman hidup sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya. Dalam hal ini terutama pengalaman hidup yang di perolehnya dalam lingkungan keluarga. Pengalaman hidup yang pertama kali diperoleh individu adalah dari lingkungan keluarga dalam bentuk perawatan, asuhan dan pendidikan yang diberikan orang tuanya. (Yusuf, 2007: 217-218) 1. Perawatan a. Perawatan Orang Tua Terhadap Aanak Perawatan merupakan upaya orang tua dalam memelihara kelangsungan hidup anak, karena anak belum mampu hidup mandiri, atau mengurus kepentingan sendiri. Perawatan ini ditunjukan untuk memelihara pertumbuhan jasmaniahnya agar sehat, dan berfungsi sebagaimana mestinya. Meskipun perawatan ini bersifat memelihara pertumbuhan jasmaniah, akan tetapi mempunyai dampak atau pengaruh yang sangat erat dengan perkembangan kepribadian anak. Oleh karena itu, dalam hal ini agama memberikan beberapa petunjuk sebagai pedoman dalam merawat anak ini. b. Perawatan pada saat hamil Seorang ibu sedang hamil perlu memelihara kesehatan dirinya, agar janin yang di kandungnya dapat tumbuh dengan sehat. Untuk itu dia perlu mengatur menu makanan sebaik-baiknya, yaitu yang mengandung gizi yang tinggi dan halal. Dalam al Qur’an, surat al-maidah: 88 وَكُلُوا مِمَّا رَزَقَكُمُ اللَّهُ حَلَالًا طَيِّبًا ۚ وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي أَنْتُمْ بِهِ مُؤْمِنُونَ “dan makanlah segala sesuatu yang alloh telah merizqikan kepadamu, yang halal dan yang baik (gizi)”. Ayat tersebut menunjukan, bahwa makanan yang dikonsumsi anak harus yang halal (menurut agama) dan toyyiba (sehat dan bergizi tinggi). Makanan itu harus halal karena berkaitan dengan pemeliharaan nilai kemanusiaan pada diri anak. Dalam hadist riwayat Imam Tarmidzi, Rasullalloh bersabda “tiap jasad yang tumbuh dari yang haram, maka neraka lebih utama baginya.” c. Perawatan pada masa bayi Pada masa bayi, anak perlu mendapatkan ASI. Dalam al Qur’an, seorang ibu di anjurkan untuk menyusui anaknya selama dua tahun (al-baqarah: 233) وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ ۖ لِمَنْ أَرَادَ أَنْ يُتِمَّ الرَّضَاعَةَ ۚ وَعَلَى الْمَوْلُودِ لَهُ رِزْقُهُنَّ وَكِسْوَتُهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ ۚ لَا تُكَلَّفُ نَفْسٌ إِلَّا وُسْعَهَا ۚ لَا تُضَارَّ وَالِدَةٌ بِوَلَدِهَا وَلَا مَوْلُودٌ لَهُ بِوَلَدِهِ ۚ وَعَلَى الْوَارِثِ مِثْلُ ذَٰلِكَ ۗ فَإِنْ أَرَادَا فِصَالًا عَنْ تَرَاضٍ مِنْهُمَا وَتَشَاوُرٍ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْهِمَا ۗ وَإِنْ أَرَدْتُمْ أَنْ تَسْتَرْضِعُوا أَوْلَادَكُمْ فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكُمْ إِذَا سَلَّمْتُمْ مَا آتَيْتُمْ بِالْمَعْرُوفِ ۗ وَاتَّقُوا اللَّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ بِمَا تَعْمَلُونَ بَصِيرٌ “ dan para ibu menyusui anak-anaknya dua tahun secara sempurna”. ASI sangat penting bagi bayi, karena merupakan makanan yang paling baik baginya. Dilihat dari segi kesehatan, ASI mengandung zat tinggi, juga mengandung unsur kekebalan sebagai daya penangkal berbagai penyakit tertentu. Dilihat dari sudut kejiwaan, pemberian ASI kepada bayi dapat menjalin hubungan kasih sayang antara ibu dengan anak. Terjadinya jalinan ini merupakan fondasi yang sangat kokoh bagi perkembangan kepribadian anak yang sangat sehat. Anak yang mendapat curahan kasih sayang dari ibunya, akan berkembang dalam dirinya sikap percaya diri, yang pada gilirannya dia percaya kepada orang lain, bahwa orang lain melindungi atau memberikan rasa aman kepadanya. Masa ini oleh Erikson di sebut periode “sense of trust ”, periode “ perasaan aman””, dia mengatakan bahwa anak yang gagal mengembangkan rasa percaya (sense of trust) ini akan menjalani hidupnya dengan kegelisahan, tidak bahagia, merasa dirinya tidak di sayangi dan tidak mampu menyayangi, tidak mempunyai kepercayaan terehadap sesama manusia dan terhadap dirinya sendiri. 2. Pendidikan Pendidikan mempunyai peranan yang sangat strategis dalam mengembanhgkan kepribadian anak. Melalui pendidikan, anak dapat mengenal berbagai aspek kehidupan, dan nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku dalam masyarakat. Dalam islam, pendidikan itu diarahkan untuk membimbing anak agar berkembang menjadi manusia yang berkepribadian muslim yang shaleh atau takwa. Muttaqin atau orang yang bertakwa merupakan predikat yang paling luhur dan mulia di sisi alloh. Muttaqin adalah mereka yang memiliki akidah atau keimanan yang berkualitas tinggi, dan menyerahkan diri sepenuhnya kepada ketentuan-ketentuan alloh, melalui amal shaleh, baik yang berwujud ibadah ritual-personal (habluminalloh), maupun ibadah sosial (hablumminannas, yaitu menjalin persaudaraan ), memlihara, mengelola, dan menggunakan semua nikmat dari alloh bagi kesejahteraan bersama). Mendidik anak merupakan amanah dari alloh, terutama bagi orang tua anak itu sendiri. Dalam ranngka mengembangkan kepribadian anak yang sholeh ini, ada beberapa hal yang seyoginya di perhatikan oleh para pendidik (orang tua atau guru), sebagai berikut : o Hendaklah bersikap ikhlas (tulus hati) dalam melaksanakan tugas sebagai pendidik. o Bersikaplah lemah lembut dan menaruh kasih sayang kepadanya. o Hargailah pribadi anak (pendapat dan hasil karyanya). o Berilah anak kesempatan untuk mengembangkan rasa inisiatif (sense of initiative) o Bersikaplah adil terhadap anak. o Ciptakanlah suasana belajar yang menyenangkan, sehingga anak termotivasi untuk aktif belajar. o Bersikaplah terbuka terhadap minat dan gagasan anak. o Ciptakanlah suasana kehidupan yang kondusif bagi pengembang sikap sosial anak. o Bersikaplah positif terhadap kegagalan atau kekeliruan anak, Terkait dengan sikap atau perlakuan orangtua terhadap anak, rasulalloh SAW Shihab (263-264) dalam Yusuf bersabda: “ hargailah anak-anakmu dan didiklah mereka. Alloh memberi rahmat kepada orang yang membantu anaknya, sehingga anak dapat berbakti kepadanya.” Sahabat nabi bertanya: “bagaimana cara membantunya? Rasul menjawab: “menerima usahanya walaupun kecil, memaafkan kekeliruannya, tidak membebaninya dengan beban yang berat, dan tidak pula memakinya dengan makian yang melukai hatinya”. a. Materi (isi) pendidikan Berikut akan dikemukakan materi pendidikan itu yang ada dalam al Qur’an dan hadist  Dalam surat luqman, ayat 13-19 di kemukakan tentang isi pendidikan itu, yaitu : a. Aqidah b. Ibadah c. Akhlak d. Da’wah  Al-hadist (riwayat imam hakim) : “ kewajiban orang tua terhdap anak adalah : memberi nama yang baik; membina akhlaknya; mengajar kitab, renang dan memanah ; memberi rizky yang halal ; dan menikahkannya”. b. Cara mendidik anak 1) Memberikan contoh atau keteladanan Dalam mendidik anak yang berkaitan dengan penanaman nilai-nilai agama atau moral perlu ada contoh atau teladan dari orang tua atau guru, agar anak mudah mencerna memahami dan dapat melakukan bergabagai konsep agama yang telah di terimanya anak akan mengalami kesulitan dalam menjalankan ajaran agama dengan baik jika orangtuanya sendiri sering melakukan perbuatan yang bertentangan dengan agama atau menimbulkan sikap dualisme. 2) Memberikan pelatihan dan pembiasaan Memberikan latihan atau pembinaan kepada anak tentang ajaran agama, seperti ibadah sholat, do’a membaca alqur’an, menghapalkan surat-surat pendek dan berakhlakul karimah adalah penting. Karena melalui pembiasaan ini akan berkembang sikap anak yang positif terhadap agama, yang pada gilirannya dia terdorong untuk melakukan pengajaran agama itu secara ikhlas. 3) Memberi kesempatan untuk berdialog Seiring dengan bertambahnya usia anak dan juga tingkat pemikirannya, maka orang tua atau guru seyogianya memberikan peluang kepada anak untuk berdialaog atau berbincang-bincang tentang berbagai persoalan agama atau keterkaitan antara nilai-nilai agama dengan kesuluruhan askep kehidupan. BAB III PENUTUP A. Simpulan Kepribadian dapat diartikan dengan interaksi antara pikiran, hati, akal dan jiwa yang menunjukan kualitas orang tersebut. Kepribadian merupakan sesuatu yang sangnat unik, tidak ada seseorang pun yang mempunyai kepribadian yang sama, antara satu dengan yang lainnya, meskipun individu tersebut merupakan anak kembar yang dilahirkan dari rahim yang sama. Oleh karena itu banyak para ahli yang mengelompokan kepribadian menjadi beberapa kelompok yang sangat berbeda dengan sudut pandang yang berbeda pula. Kepribadian yang harus dimiliki oleh orang islam disebut dengan kepribadian muslim. Kepribadian muslim ini yang menjadi salah satu ciri yang harus dimiliki sebagai orang islam. B. Saran 1. Penulisan materi dalam makalah ini diharapkan dapat membantu kita sebagai calon pendidik untuk memahami landasan keilmuan tentang teori kepribadian dalam perspektif islam. 2. Sebagai generasi pendidik, khususnya mahasiswa program studi Tarbiyah dan Keguruan kita diharapkan mampu menguasai teori kepribadian dalam perspektif Islam serta dapat mengimplementasikan teori tersebut dalam ruang lingkup pendidikan 3. Dengan memahami teori kepribadian dalam prospektif islam, diharapkan para pendidik dapat bekerja dengan maksimal, serta dapat memahami kepribadian siswa agar tujuan dari proses pendidikan tercapai. DAFTAR PUSTAKA Arifin Zainal, 2016. “Psikologi dan Kepribadian Manusia dalam Perspektif Al-Qur’an”. Volume XII No.2 (hlm. 350-351). Trenggalek: Sekolah Tinggi Ilmu Tarbiyah Sunan Giri. Othman Nooraini, 2016. “A Preface to the Islamic Personality Psychology”. dalam International Journal of Psychological Studies. Volume 8 No.1 (hlm.20-27). Malaysia: UTM Perdana School Universiti Teknologi Malaysia. Najati, Muhammad Usman, 2005. Psikologi dalam Al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. Yusuf, Syamsu & Juntika Nurihsan. 2007. Teori Kepribadian. Bandung: Remaja Rosdakarya. https://dalamislam.com/info-islami/hakikat-manusia-menurut-islam diakses pada 11 Maret 2018 pukul, 20.25 WIB http://pengayaan.com/pengertian-kepribadian-dalam-islam/ diakses pada 11 Maret 2018 pukul, 22.10 WIB LAMPIRAN Jurnal 1: Psikologi Dan Kepribadian Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an Jurnal 2: A Preface to the Islamic Personality Psychology Judul : Psikologi Dan Kepribadian Manusia Dalam Perspektif Al-Qur’an Volume : Vol. XII Halaman : Hal 337-352 Tahun : 2016 Penulis : Zainal Arifin Reviewer : Bayinah 1152040016 Dwi Lisdayani 1152040029 Fifit Fitriani 1152040040  Pengantar Penulis mengungkapkan bahwa jurnal ini bertujuan untuk melihat multi dimensi manusia yang terdiri dari jasmani dan rohani (psikis) dan tidak terpaku pada teori-teori non-islam yang cenderung mengalahkan unsur spiritual dalam diri manusia yang erat hubungannya dengan tuhan.  Pembahasan Penulis mengatakan bahwa pribadi manusia secara utuh dapat dilihat dan ditelaah melalui deep research terhadap petunjuk-petunjuk al-Qur’an agar dapat dirumuskan manusia sempurna atau manusia qur’ani. Penulis juga mengatakan bahwa kecenderungan manusia dalam setiap tindakan yang mencerminkan adanya komponen (hawa) nafsu yang mengarah pada tiga cabang kepribadian yaitu kecenderungan untuk menuju Tuhan atau bertauhid (hanif/muthma’innah), kecenderungan merusak (amarah) dan kecenderungan untuk moral-progresif (lawwamah). Kemudian penulis juga mengatakan bahwa jiwa manusia secara totalitas terdiri dari dua dimensi, yaitu ruh dan jism, maka eksistensi manusia dapat dilihat dari aktualisasi keduanya. Aspek fisik dan spiritual tersebut dalam diri manusia harus seimbang. Kompromi antara kebutuhan fisik dan kebutuhan psikis atau spiritual. Dalam islam tidak terdapat kependetaan yang menentang pemenuhan sebagian dorongan fisik. Dalam islam tidak terdapat nihilisme mutlak yang mengijinkan pemenuhan sepuas-puasnya dorongan-dorongan fisik. Yang diserukan Islam adalah penyaringan antara keduanya yaitu pemenuhan psikis dan juga pemenuhan fisik. Apabila keseimbangan antara tubuh dan jiwa ini terealisasi, maka akan terealisasikanlah kepribadian manusia dalam citranya yang hakiki dan sempurna seperti yang tercermin pada kepribadian Rasulullah SAW. Oleh karena itu, beliau adalah cermnan manusia sempurna dan kepribadian manusiawi yang ideal dan paripurna dimana semua kekuatan fisik dan psikis (spiritual) dalam keadaan seimbang.  Kesimpulan Penuis menginformasikan kepada pembaca bahwasannya kepribadian seseorang dalam perspektif islam tidak dapat dilihat hanya dengan pemenuhan psikis atau pemenuhan fisik tetapi keduanya harus memiliki keseimbangan dengan melihat seluruh dimensinya yaitu terpenuhinya kebutuhan fisik dan psikis agar menjadi manusia sempurna atau manusia qur’ani.  Kelebihan Informasi yang disajikan sangat akurat karena terdapat dalil-dalil al-Qur’an yang menguatkan pembahasan mengenai kepribadian dalam perspektif islam.  Kelemahan Kurangnya penyajian contoh dalam mengkaji suatu teori Judul : A Preface to the Islamic Personality Psychology Jurnal : international journal of psychologycal studies Volume : Vol. 8 No. 1 Tahun : 2016 Penulis : Nooraini Othman Reviewer : Bayinah 1152040016 Dwi Lisdayani 1152040029 Fifit Fitriani 1152040040  Pengantar Dalam jurnal ini penulis menginformasikan the concept of personality in Islam, the Islamic worldview and its relationship with personality and Islamic personality psychology. Yang melibatkan study tentang manusia dan kepribadian yang tidak terlihat metafisiknya seperti hati, fikiran, roh, dan jiwanya.  Pembahasan Penulis mengungkapkan bahwa kepribadian seseorang terlihat unik dan istimewa sehingga membedakan satu sama lain. Karakter manusia dalam setiap hal yang dilakukan dalam hidup tidak hanya sebuah tujuan dalam kehidupan seorang Muslim tetapi sebagai tujuan akhir dari Iman dan Islam itu sendiri. Yang menjadi fokus studi dalam jurnal tersebut adalah mengungkap dampak sifat manusia sebagai faktor yang mendasari tentang perbedaan tipe kepribadian al-Qur’an menunjukan bahwa manusia diciptakan untuk tujuan khusus. Maka disempurnakan dengan Iman serta pengetahuan yang dapat memungkinkan dia untuk menyelesaikan tujuannya dibumi sebagai hamba Allah yang beriman dan bertaqwa. Kepribadian Islam yang didasarkan pada moralitas yang tinggi mencakup kepercayaan, sifat eksternal, atribut, perilaku, sopan santun, rahmat sosial dan adab. Ini mencakup aspek kehidupan inernasional termasuk hubungan manusia dan Tuhan. Kepribadian Islam adalah kepribadian yang jelas dan sangat berbeda. Kainnya adalah kitab Allah dan benangnya adalah Sunnah, dan kedua hal ini tidak bisa dipisahkan darinya. Ini adalah kepribadian yang tulus dan determinasi didik dan disempurnakan atas metodologi yang tepat. Sedangkan psikologi kepribadian Islam dapat digambarkan sebagai karakteristik perilaku manusia sebagai dimensi sifat manusia yang memiliki lima unsur diri ( tubuh, hati, pikiran, roh dan jiwa) dan bagaimana elemen-elemen itu saling berinteraksi satu sama lain dan mempengaruhi pemikiran dan perilaku manusia. Perilaku manusia adalah hasil dari kesabarannya terhadap penciptaan spiritual dan fisik Islam manusia yang dikonseptuaisasikan dalam ajaran Islam.  Kesimpulan Penulis menginformasikan kepada pembaca bahwa kepribadian seseorang jika mengacu pada kepribadian Islam dan dimensi spiritual seseorang harus ditempatkan ditempat yang semestinya untuk dapat mengklaim totalitas kepribadian seseorang. Dengan demikian akan tercipta kepribadian yang ideal dan holistik.  Kelebihan Penulis memaparkan informasi secara rinci  Kekurangan Penulis tidak menyertakan contoh untuk menguatkan informasi.

2 comments: