BAB I
PENDAHULUAN
Demokrasi
sebagai salah satu cita-cita pendiri bangsa telah lama kita ketahui. Namun
bagaimana gambaran demokrasi yang didambakan mereka seringkali masih kabur.
Konsep-konsep demokrasi yang dikemukakan para pendiri bangsa. Masyarakat
Indonesia yang mudah lupa membutuhkan “penanda” atau “tetenger” tentang tonggak
dan nilai sejarah.
Praktik
demokrasi di era reformasi yang masih banyak carut marut sehingga menimbulkan
keprihatinan membutuhkan suatu harapan sekaligus kebanggaan. Ternyata pendahulu
generasi kita, yaitu para pendiri bangsa telah bertekad untuk membentuk negara
republic Indonesia, bukan negara monarki Indonesia. Perjuangan dan pemikiran
mereka cukup membanggakan. Sebelum bangas barat merumuskan adanya integrasi
demokrasi politik dan ekonomi, para pendiri bangsa telah menyadarinnya.
Sebelum
ada wacana “demokrasi deliberative”, para pendiri bangsa telah
merealisasikannya. Demokrasi tidak semata-mata diarahkan pada pengambilan
keputusan oleh suara terbanyak. Demokrasi yang dikembangkan dan dipraktikkan
pendiri bangsa lebih didasarkan pada kualitas wacana serta manfaatnya bagi
orang banyak tanpa meninggalkan dimensi keadilan. Proses menentukan bahasa
Indonesia sebagai bahasa nasional dan Pancasila sebagai dasar negara merupakan
contohnya. Musyawarah dijadikan sebagai jantung dalam proses pengambilan
keputusan.
Ironisnya
jiwa musyawarah dan sikap gotong royong justru kurang menjadi prinsip utama
dalam proses pengambilan keputusan di era sekarang. Penyalahgunaan prinsip
pengambilan keputusan berdasar musyawarah di era orde baru menimbulkan stigma
negative terhadap istilah praktik musyawarah. Praktik demokrasi yang berjalan
lebih menekankan pada satu dimensi teknis procedural politik. Dimensi ekonomi
dan budaya tidak dipratikkan bahkan tidak diwawancara. Pemilihan dan
pengambilan keputusan yang mengandalkan suara terbanyak seolah dianggap suatu
keniscayaan praktik demokrasi yang benar.
Hiruk
pikuk kehidupan politik di era reformasi cukup semarak. Dialog tentang wacana
dan praktik demokrasi pasca jatuhnya presiden Soeharto di era reformasi tidak
lagi dimonopoli oleh kelompok elit. Pemilihan umum untuk anggota legislative
maupun pemimpin politik di tingkat daerah (bupati, walikota, gubernur) dan
pusat (presiden dan wakil presiden) terkesan berjalan lebih bebas, jujur dan
adil disbanding pemilu pada masa orde baru. Langkah menuju proses kehidupan
berbangsa dan bernegara yang demokratis mengalami kemajuan yang cukup
signifikan.
Anehnya
kualitas dan kinerja lembaga legislatif di daerah (DPRD) dan pusat (DPR) hasil
pemilihan umum di era reformasi tidak sesuai dengan harapan masyarakat.
Demikian pula kinerja bupati, walikota dan gubernur secara umum tidak lebih
baik disbanding pejabat politik sebelumnya.
Realitas
politik, ekonomi dan sosial di masa reformasi memang cukup kompleks. Proses dan
praktik demokrasi yang berjalan di era reformasi belum menciptakan tatanan
kehidupan yang lebih baik.pada bidang penegakan hukum, sosial dan ekonomi
bangsa Indonesia masih banyak mengalami kesulitan. Banyak pejabat politik hasil
pemilu yang dianggap lebih bebas dan adil terlibat dalam tindak korupsi. Mereka
yang digugat korupsi dan yang sudah dipidana korupsi pun terkesan tidak “malu”.
Dalam berbagai pertemuan mereka masih sering tampil dengan wajah tersenyum.
Budaya malu melakukan tindak kejahatan sosial seolah makin jauh dari harapan.
Harapan di awal reformasi dari proses demokrasi untuk menghasilkan pemimpin
yang berkualitas dan memiliki integritas seolah sirna.
1. Apa
yang dimaksud dengan definisi Demokrasi ?
2. Bagaimana
konsep negara hukum dan Demokrasi ?
3. Bagaimana
model-model Demokrasi
4. Bagaimana
sejarah Demokrasi di Indonesia ?
5. Bagaimana
Demokrasi masa kini ?
1. Untuk
mengetahui pengertian demokrasi
2. Untuk
mengetahui bagaimana konsep hukum dan Demokrasi
3. Untuk
mengetahui model-model yang digunakan Demokrasi
4. Untuk
mengetahui demokrasi apa saja yang pernah di Indonesia
5. Untuk
mengetahui demokrasi yang digunakan masa kini
Demokrasi
berasal dari bahasa Yunani yaitu "Demos" yang berarti rakyat dan
kratos yang berarti kekuasaan. Secara bahasa Demokrasi adalah kekuasaan yang
berada ditangan rakyat (pemerintahan rakyat). Maksud dari pemerintahan rakyat
adalah pemegang kekuasaan tertinggi dipenggang oleh rakyat. Jadi demokrasi
adalah sebuah bentuk sistem pemerintahan dalam rangka mewujudkan kedaulatan
rakyat yang dijalankan oleh pemerintah.
Demokrasi adalah bentuk pemerintahan di mana semua warga negaranya
memiliki hak setara dalam pengambilan keputusan yang dapat mengubah hidup
mereka. Demokrasi mengizinkan warga negara berpartisipasi baik secara langsung
atau melalui perwakilan dalam perumusan, pengembangan, dan pembuatan hukum.
Demokrasi mencakup kondisi sosial, ekonomi, dan budaya yang memungkinkan adanya
praktik kebebasan politik secara bebas dan setara. Adapun definisi demokrasi
dari para ahli ialah :
·
Abraham Lincoln, Demokrasi
adalah sistem pemerintahan yang diselenggarakan dari rakyat, oleh rakyat, dan
untuk rakyat.
·
Charles Costello, Demokrasi
adalah sistem sosial dan politik pemerintahan diri dengan kekuasaan-kekuasaan
pemerintah yang dibatasi hukum dan kebiasaan untuk melindungi hak-hak
perorangan warga negara.
·
John L. Esposito, Demokrasi
pada dasarnya adalah kekuasaan dari dan untuk rakyat. Oleh karenanya, semuanya
berhak untuk berpartisipasi, baik terlibat aktif maupun mengontrol kebijakan
yang dikeluarkan oleh pemerintah. Selain itu, tentu saja lembaga resmi
pemerintah terdapat pemisahan yang jelas antara unsur eksekutif, legislatif,
maupun yudikatif.
·
Hans Kelsen, Demokrasi
adalah pemerintahan oleh rakyat dan untuk rakyat. Yang melaksanakan kekuasaan
Negara ialah wakil-wakil rakyat yang terpilih. Di mana rakyat telah yakin,
bahwa segala kehendak dan kepentingannya akan diperhatikan di dalam
melaksanakan kekuasaan Negara.
·
Sidney Hook, Demokrasi
adalah bentuk pemerintahan di mana keputusan-keputusan pemerintah yang penting
secara langsung atau tidak didasarkan pada kesepakatan mayoritas yang diberikan
secara bebas dari rakyat dewasa.
·
C.F. Strong, Demokrasi
adalah Suatu sistem pemerintahan di mana mayoritas anggota dewan dari
masyarakat ikut serta dalam politik atas dasar sistem perwakilan yang menjamin
pemerintah akhirnya mempertanggungjawabkan tindakan-tindakannya pada mayoritas
tersebut.
·
Hannry B. Mayo, Kebijaksanaan
umum ditentukan atas dasar mayoritas oleh wakil-wakil yang diawasi secara
efektif oleh rakyat dalam pemilihan-pemilihan yang didasarkan atas prinsip
kesamaan politik dan diselenggarakan dalam suasana di mana terjadi kebebasan
politik.
·
Merriem, Demokrasi dapat
didefinisikan sebagai pemerintahan oleh rakyat; khususnya, oleh mayoritas;
pemerintahan di mana kekuasaan tertinggi tetap pada rakyat dan dilakukan oleh
mereka baik langsung atau tidak langsung melalui sebuah sistem perwakilan yang
biasanya dilakukan dengan cara mengadakan pemilu bebas yang diadakan secara
periodik; rakyat umum khususnya untuk mengangkat sumber otoritas politik;
tiadanya distingsi kelas atau privelese berdasarkan keturunan atau
kesewenang-wenangan.
·
Samuel Huntington, Demokrasi
ada jika para pembuat keputusan kolektif yang paling kuat dalam sebuah sistem
dipilih melalui suatu pemilihan umum yang adil, jujur dan berkala dan di dalam
sistem itu para calon bebas bersaing untuk memperoleh suara dan hampir seluruh
penduduk dewasa dapat memberikan suara.
Salah satu pilar demokrasi adalah prinsip trias
politica yang membagi ketiga kekuasaan politik negara (eksekutif, yudikatif dan
legislatif) untuk diwujudkan dalam tiga jenis lembaga negara yang saling lepas
(independen) dan berada dalam peringkat yg sejajar satu sama lain. Kesejajaran
dan independensi ketiga jenis lembaga negara ini diperlukan agar ketiga lembaga
negara ini bisa saling mengawasi dan saling mengontrol berdasarkan prinsip
checks and balances. Ketiga jenis lembaga-lembaga negara tersebut adalah
lembaga-lembaga pemerintah yang memiliki kewenangan untuk mewujudkan dan
melaksanakan kewenangan eksekutif, lembaga-lembaga pengadilan yang berwenang
menyelenggarakan kekuasaan judikatif dan lembaga-lembaga perwakilan rakyat
(DPR, untuk Indonesia) yang memiliki kewenangan menjalankan kekuasaan
legislatif. Di bawah sistem ini, keputusan legislatif dibuat oleh masyarakat
atau oleh wakil yang wajib bekerja dan bertindak sesuai aspirasi masyarakat
yang diwakilinya (konstituen) dan yang memilihnya melalui proses pemilihan umum
legislatif, selain sesuai hukum dan peraturan.
Selain pemilihan umum legislatif, banyak keputusan
atau hasil-hasil penting, misalnya pemilihan presiden suatu negara, diperoleh
melalui pemilihan umum. Pemilihan umum tidak wajib atau tidak mesti diikuti
oleh seluruh warganegara, namun oleh sebagian warga yang berhak dan secara
sukarela mengikuti pemilihan umum. Sebagai tambahan, tidak semua warga negara
berhak untuk memilih (mempunyai hak pilih).
Kedaulatan rakyat yang dimaksud di sini bukan dalam
arti hanya kedaulatan memilih presiden atau anggota-anggota parlemen secara
langsung, tetapi dalam arti yang lebih luas. Suatu pemilihan presiden atau
anggota-anggota parlemen secara langsung tidak menjamin negara tersebut sebagai
negara demokrasi sebab kedaulatan rakyat memilih sendiri secara langsung
presiden hanyalah sedikit dari sekian banyak kedaulatan rakyat. Walapun
perannya dalam sistem demokrasi tidak besar, suatu pemilihan umum sering
dijuluki pesta demokrasi. Ini adalah akibat cara berpikir lama dari sebagian
masyarakat yang masih terlalu tinggi meletakkan tokoh idola, bukan sistem
pemerintahan yang bagus, sebagai tokoh impian ratu adil. Padahal sebaik apa pun
seorang pemimpin negara, masa hidupnya akan jauh lebih pendek daripada masa
hidup suatu sistem yang sudah teruji mampu membangun negara. Banyak negara
demokrasi hanya memberikan hak pilih kepada warga yang telah melewati umur
tertentu, misalnya umur 18 tahun, dan yang tak memliki catatan kriminal (misal,
narapidana atau bekas narapidana). Demokrasi menempati posisi vital dalam
kaitannya pembagian kekuasaan dalam suatu negara (umumnya berdasarkan konsep
dan prinsip trias politica) dengan kekuasaan negara yang diperoleh dari rakyat
juga harus digunakan untuk kesejahteraan dan kemakmuran rakyat. Prinsip semacam
trias politica ini menjadi sangat penting untuk diperhitungkan ketika
fakta-fakta sejarah mencatat kekuasaan pemerintah (eksekutif) yang begitu besar
ternyata tidak mampu untuk membentuk masyarakat yang adil dan beradab, bahkan
kekuasaan absolut pemerintah seringkali menimbulkan pelanggaran terhadap
hak-hak asasi manusia.
Demikian pula kekuasaan berlebihan di lembaga negara
yang lain, misalnya kekuasaan berlebihan dari lembaga legislatif menentukan
sendiri anggaran untuk gaji dan tunjangan anggota-anggotanya tanpa mempedulikan
aspirasi rakyat, tidak akan membawa kebaikan untuk rakyat. Intinya, setiap
lembaga negara bukan saja harus akuntabel (accountable), tetapi harus ada
mekanisme formal yang mewujudkan akuntabilitas dari setiap lembaga negara dan
mekanisme ini mampu secara operasional (bukan hanya secara teori) membatasi
kekuasaan lembaga negara tersebut
Yang menjadi prinsip-prinsip demokrasi ialah :
·
Prinsip terpenting
demokrasi ada tiga, yaitu :
·
Persamaan Diantara Warga
Negara, Setiap warga negara memiliki kesetaraan dalam praktik politik
·
Keterlibatan Warga Negara
dalam Mengambil Keputusan Politik
·
Kebebasan diakui dan
dipakai juga diterima oleh warga negara
Adapun ciri yang menggambarkan suatu pemerintahan
didasarkan atas sistem demokrasi adalah sebagai berikut ::
·
Pemerintahan berdasarkan
kehendak dan kepentingan rakyat banyak.
·
Ciri Konstitusional,
yaitu hal yang berkaitan dengan kepentingan, kehendak, ataupun kekuasaan rakyat
dituliskan dalam konstitusi dan undang-undang negara tersebut.
·
Ciri Perwakilan, yaitu
dalam mengatur negaranya, kedaulatan rakyat diwakilkan oleh beberapa orang yang
telah dipilih oleh rakyat itu sendiri.
·
Ciri Pemilihan Umum,
yaitu suatu kegiatan politik yang dilakukan untuk memilih pihak dalam
permerintahan.
·
Ciri Kepartaian, yaitu
partai menjadi sarana / media untuk menjadi bagian dalam pelaksaan sistem
demokrasi.
·
Ciri Kekuasaan, adanya
pembagian dan pemisahan kekuasaan.
·
Ciri Tanggung Jawab,
adanya tanggung jawab dari pihak yang telah terpilih untuk ikut dalam pelaksaan
suatu sistem demokrasi.
Aristoteles,
merumuskan negara hukum adalah Negara yang berdiri di atas hukum yang menjamin
keadilan kepada warga negaranya. Keadilan merupakan syarat bagi tercapainya
kebahagiaan hidup untuk warga Negara dan sebagai daripada keadilan itu perlu
diajarkan rasa susila kepada setiap manusia agar ia menjadi warganegara yang
baik. Peraturan yang sebenarnya menurut Aristoteles ialah peraturan yang
mencerminkan keadilan bagi pergaulan antar warga negaranya. maka menurutnya
yang memerintah Negara bukanlah manusia melainkan “pikiran yang adil”. Penguasa
hanyalah pemegang hukum dan keseimbangan saja. Penjelasan UUD 1945 mengatakan,
antara lain, “Negara Indonesia berdasar atas hukum (Rechtsstaat), tidak
berdasar atas kekuasaan belaka (machsstaat)”. Jadi jelas bahwa cita-cita Negara
hukum (rule of law) yang tekandung dalam
UUD1945 bukanlah sekedar Negara yang berlandaskan sembarang hukum. Hukum yang
didambakan bukalah hukum yang ditetapkan semata-mata atas dasar kekeuasaan,
yang dapat menuju atau mencerminkan kekuasaan mutlak atau otoriter. Hukum yang
demikian bukanlah hukum yang adil (just law), yang didasarkan pada keadilan
bagi rakyat.
Konsep
negara hukum erat kaitannya dengan konsep negara demokrasi. Kedua konsep
tersebut saling isi mengisi dan merupakan prasyarat dari yang satu terhadap
yang lainnya. Dalam hubungannnya dengan ketertiban misalnya, suatu negara yang
berdasarkan demokrasi dan rule of law harus dijalankan dengan mengejar juga
unsur ketertiban tersebut, yang bila perlu dijalankan secara paksa sehingga potensial
berbenturan dengan hak-hak dasar manusia. Karena seperti telah disebutkan bahwa
konsep negara demokrasi dan negara rule of law tidak boleh mentoleransi anarki,
peperangan, dan kerusuhan. Dengan perkataan lain, bahwa negara demokrasi dan
rule of law harus mempromosikan juga unsur-unsur ketertiban dan keadilan pada
waktu yang bersamaan. Karena, dinegara yang masyarakatnya sudah maju, keadilan
tidak mungkin dicapai tanpa ketertiban, sedangkan ketertiban akan menjadi
kesewenaang-wenangan jika dilaksanakan tanpa terpenuhinya unsur keadilan.
Sehingga, unsur keadilan dan unsur ketertiban sama-samaa merupakan dambaan
masyarakat sehingga menjadi target utama yang harus dicapai oleh suatu system
demokrasi dan rule of law.
Dari
segi operasional objektif, suatu system rule of law menjalankan berbagai misi
secara bersama-sama sekaligus, yaitu misi-misi sebagai berikut :
1. Memproteksi
hak-hak dasar manusia, untuk menentukan unsur keadilan dalam masyarakat.
Sejarah kelahiran konsep negara rule of law menunjukkan bahwa masalah
perlindungan hak-hak dasar manusia.
2. Membatasi
pelaksanaan hak dan kebebasan masyarakat yang terlalu liberal untuk menemukan
unsur ketertiban, untuk menghindari adanya unsur anarkis
3. Membatasi
kewenangan penyelenggara negara sehingga tidak cenderung otoriter yang dapat
melanggar hak-hak dasar masyarakat yang menyebabkan tidak terpenuhinya unsur
keadilan dalam masyarakat tersebut.
Misi
yang diemban oleh konsep negara rule of law tersebut secara bersamaan juga
diemban oleh konsep negara demokrasi.
Aspek
perlindungan hak asasi manusia yang sangat erat kaitannya dengan demokrasi
adalah sebagai berikut :
1. Adanya
hak untuk memilih dan dipilih.
2. Adanya
hak untuk berpendapat dan berekspresi (freedom of expresion)
3. Adanya
hak untuk berserikat (freedom of assembly).
4. Adanya
jaminan terhadap pers bebas (freedom of the press).
5. Adanya
kebebasan untuk beragama dan kebebasan untuk tidak beragama (freedom of
religion).
6. Adanya
kebebasan untuk memilih pekerjaan dan memilih pekerjaan dan mencari kehidupan
yang diinginkan oleh masing-masing anggota masyarakat.
Kemudian,
seperti telah disebutkan bahwa baik teori konstitusi, maupun dalam penerapannya
dalam raktik, disamping konsep negara hukum dikenal juga konsep negara
demokrasi. Antara kedua konsep tersebut pada prinsipnya serupa meskipun tidak
persis sama. Karena itu, antara kedua konsep tersebut sering kali saling
dipertukarkan pemakaiannya. Pada hakikatnya adalah bahwa jika berbicara tentang
negara hukum berarti berbicara tentang konsep negara yang berdasarkan kepada hukum,
sedangkan jika kita berbicara tentang negara demokrasi, berarti kita berbicara
tentang konsep negara yang berdasarkan kepada kehendak rakyat.
Berbicara
tentang negara hukum yang disebut
supremasi hukum tentu saja tidak akan lepas dari
konsepsi dasar yang dipakai
sebagai landasan untuk
menciptakan sebuah negara nasional yang pada tataran kenegaraan dan hukum tertinggi disebut konstitusi. Ini
merupakan dasar yang bersifat universal
yang berlaku pada tiap-tiap negara. Dalam tataran koridor konstitusional, maka
persoalan mengenai supremasi hukum
terwujud didalam sebuah
masyarakat nasional yang disebut negara hukum konstitusional,
yaitu suatu negara dimana setiap tindakan dari
penyelenggara negara: pemerintah dan
segenap alat perlengkapan negara
di pusat dan didaerah terhadap
rakyatnya harus berdasarkan atas hukum-hukum yang berlaku yang ditentukan
oleh rakyat / wakilnya di dalam
badan perwakilan rakyat.
Sesuai prinsip kedaulatan rakyat yang
ada, di dalam negara
demokrasi hukum dibuat untuk melindungi
hak-hak azasi manusia
warga negara, melindungi mereka
dari tindakan diluar ketentuan hukum dan untuk mewujudkan tertib sosial
dan kepastian hukum serta keadilan sehingga proses politik
berjalan secara damai sesuai koridor hukum/konstitusional.
Jika
dilihat dari segi bagaimana dan sejauhmana keterlibatan rakyat dalam suatu
proses pengambilan keputusannya, konsep negara demokrasi minimal memunculkan
tiga macam demokrasi, yaitu :
1. Demokrasi
Perwakilan
Demokrasi
perwakilan (representative democracy) merupakan model demokrasi yang sangat
banyak dianut sekarang, bahkan dapat dikatakan bahwa model demokrasi perwakilan
inilah yang saat ini merupakan stereotype dari demokrasi kontemporer dan
universal.
Dengan demokrasi
perwakilan yang disebut juga sebagai demokrasi tidak langsung, yang dimaksudkan
adalah bahwa para pejabat negara yang pada prinsipnya dipilih oleh rakyat,
menjalankan kekuasaan, kewenangan dan fungsinya mewakili
kepentingan-kepentingan rakyat yang diwakilinya, baik dalam distrik-distrik tertentu,
ataupun secara keseluruhan. Tentu saja, dalam menjalankannya, tetap patuh
terhadap hukum dan tatakrama yang berlaku. Rakyat memilih wakil-wakilnya yang
duduk dalam parlemen yang akan mewakili kepentingan rakyat yang memilihnya.
Karena itu, untuk system demokrasi tidak langsung ini disebut juga dengan
istilah “demokrasi perwakilan”.
2. Demokrasi
Langsung
Demokrasi langsung
(direct democracy), atau yang sering disebut juga dengan sistem demokrasi
partisipasi atau demokrasi murni (pure democracy), rakyat menentukan sendiri
secara langsung terhadap setiap putusan yang menyangkut dengan kepentingan
public tanpa melalui perwakilannya. Partisipasi tersebut dilakukan dengan
melakukan pemungutan suara dari rakyat.demokrasi langsung inilah sebenarnya
yang merupakan prototype dari demokrasi yang dipraktikkan dinegara-negara kota,
atau dinegara-negara kuno tempo dulu, seperti demokrasi dinegara Athena tempo
dulu, yang sebenarnya telah memberi ilham bagi kehidupan negara demokrasi
diseluruh dunia saat ini. Meskipun begitu bekas-bekas demokrasi langsung ini
dapat dilihat misalnya dengan munculnya system referendum untuk memutuskan
suatu masalah public yang penting bagi rakyat. Misalnya, Indonesia dibawah
presiden B.J Habibie pernah membuat referendum di Timor Timur, yang
menghasilkan suara mayoritas rakyat Timor Timur untuk memilih memisahkan diri
dari Indonesia menjadi negara yang berdiri sendiri. Akibanya, lepaslah Timor
Timur dari pangkuan Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Kemudian,
demokrasi ini juga dibagi menjadi dua bagian :
a) Demokrasi
Sentralisasi
Demokrasi
Sentralisasi adalah bahwa kekuasaan yang disebut berasal dari rakyat tersebut
umumnya dijalankan oleh pemerintah pusat, sedangkan pemerintah daerah mempunyai
kekuasaan jiga didelegasikan kepadanya oleh pemerintah pusat.
b) Demokrasi
Desentralisasi
Demokrasi
Desentralisasi, banyak kekuasaan dimiliki oleh pemerintah daerah dan sangat
sedikit dari kekuasaan tersebut yang diberikan kepada pemerintah pusat.
Sehingga, dengan system demokrasi desentralisasi ini, biasanya pemerintah pusat
hanya memiliki beberapa kewenangan pokok saja, seperti kewenangan dibidang
moneter, keamanan, hubungan luar negeri, dan sebagainya.
c) Demokrasi
dengan Partai Tunggal
Demokrasi Partai
Tunggal atau yang disebut juga Demokrasi Satu Partai, dimana dalam negara
tersebut hanya dizinkan untuk mempunyai satu partai saja. Terkadang terdapat
lebih dari satu partai, tetapi partai lainnya sengaja didesain untuk menjadi
pelengkap saja.
Terhadap demokrasi
dengan partai tunggal ini, masih disebut demokrasi, berhubung partai tunggal
tersebut juga mengklaim dirinya bertindak atas nama rakyat dan untuk
kepentingan rakyat. Meskipun, sebenarnya demokrasi model ini sangat jauh dari
jiwa demokrasi yang sesungguhnya. Beginilah model demmokrasi yang diterapkan
oleh Rusia, pecahan dari Uni Soviet, Eropa Timur, dan banyak lagi dinegara
berkembang lainnya.
Selanjutnya,
suatu demokrasi dapat juga dibedakan kepaa dua bagian yaitu :
a. Demokrasi
Kompetitif
Demokrasi
Kompetitif adalah bahwa setiap masalah dalam masyarakat diputuskan berdasarkan
suara terbanyak, dan terhadap masalah yang penting akan diputuskan melalui
suatu referendum. Hasil dari suatu demokrasi kompetitif adalah bahwa yang
menang akan mengambil semua (the winner takes all) dengan prinsip “semua atau
tidak sama sekali” (all or nothing). Implementasi dari system demokrasi
kompetitif adalah bahwa pihak yang kalah suara dalam bersaing cenderung menjadi
oposisi ketimbang menjadi koalisi pihak yang menang.
b. Demokrasi
Konsensus
Demokrasi
Konsensus adalah bahwa keputusan yang diambil terhadap suatu masalah akan
cenderung mengakomodasikan aspirasi semua kepentingan yang ada sehingga dapat
dicapai suatu keselarasan diantara kepentingan-kepentingan yang saling
bertentangan, yang dapat membawa suatu keharmonisan dan kebersamaan diantara
berbagai kepentingan dari anggota masyarakat. Karena itu, demokrasi yang
berdasarkan kepada prinsip musyawarah seperti yang dipraktikkan di Indonesia
merupakan perwujudan yang nyata dari konsep demokrasi consensus.
Karena itu,
penerapan system demokrasi consensus cenderung mengjasilkan suatu system
“win-win solution” atau system fifty-fifty, yang dalam hal ini berbeda dengan
system demokrasi kompetitif, yang menghasilkan “semua atau tidak sama sekali
(all or nothing) atau win-lose solution, yang dalam hal ini yang menang akan
mengambil semua (the winner takes all)”.
1. Perkembangan
demokrasi PraOrde Baru
Semenjak
dikeluarkannya maklumat wakil presiden No. X 3 november 1945, yang menganjurkan
pembentukan partai-partai politik, perkembangan demokrasi dalam masa revolusi
dan demokrasi pearlementer dicirikan oleh distribusi kekuasaan yang khas.
Presiden Soekarno ditempatkan sebagai pemilik kekuasaan simbolik dan
ceremonial, sementara kekuasaan pemerintah yang riil dimiliki oleh Perdana
Menteri, Kabinet dan, Parlemen. Partai politik memainkan peranan sentral dalam
kehidupan politik dan proses pemerintahan. Kompetisi antar kekuatan dan
kepentingan politik mengalami masa keleluasaan yang terbesar sepanjang sejarah
Indonesia merdeka. Pergulatan politik ditandai oleh tarik menarik antara partai di dalam lingkaran kekuasaan
dengan kekuatan politik di luar lingkungan kekuasaan, pihak kedua mncoba menarik pihak pertama ke
luar dari lingkungan kekuasaan.
Kegiatan
partisipasi politik di masa ini berjalan dengan hingar bingar, terutama melalui
saluran partai politik yang mengakomodasikan ideologi dan nilai primordialisme
yang tumbuh di tengah masyarakat, namun hanya melibatkan segelintir elit
politik. Dalam masa ini yang dikecewakan dari Soekarno adalah masalah presiden
yang hanya sebagai simbolik semata begitu juga peran militer.
Akhirnya massa ini
mengalami kehancuran setelah mengalami perpecahan antar elit dan antar partai
politik di satu sisi, serta di sisi lain
akibat adanya sikap Soekarno dan militer mengenai demokrasi yang
dijalankan. Perpecahan antar elit politik ini diperparah dengan konflik
tersembunyi antar kekuatan parpol dengan Soekarno dan militer, serta adanya
ketidakmampuan setiap kabinet dalam
merealisasikan programnya dan mengatasi
potensi perpecahan regional ini mengindikasikan krisis integral dan stabilitas yang parah. Keadaan ini
dimanfaatkan oleh Soekarno untuk merealisasikan nasionalis ekonomi, dan
diberlakukanya UU Darurat pada tahun 1957, maka sebuah masa demokrasi terpimpin
kini telah mulai.
Periode demokrasi
terpimpin ini secara dini dimulai dengan
terbentuknya Zaken Kabinet pimpinan Ir.
Juanda pada 9 April 1957, dan menjadi tegas setelah Dekrit Presiden 5 Juli
1959. Kekuasaan menjadi tersentral di tangan presiden, dan secra signifikan
diimbangi dengan peran PKI dan Angkatan Darat. Kekuatan-kekuatan Suprastruktur
dan infrastruktur politik dikendalikan secara hampir penuh oleh presiden. Dengan
ambisi yang besar PKI mulai menmperluas kekuatannya sehingga terjadi kudeta
oleh PKI yang akhirnya gagal di penghujung September 1965, kemudian mulailah
pada massa orde baru.
Dari uraian diatas
dapat di simpulkan, antara lain:
·
Stabilitas pemerintah
dalam 20 tahun bereda dalam kedaan
memprihatinkan. Mengalami 25 pergantian kabinet, 20 kali pergantian kekuasaan
eksekutif dengan rata-rata satu kali pergantian setiap tahun.
·
Stabilitas politik sevara
umum memprihatinkan. Ditandai dengan kuantitas konflik politik yang amat
tinggi. Konflik yang bersifat ideologis dan primordial dalam masa 20 tahun
pasca merdeka.
·
Krisis ekonomi. Dalam
masa demokrasi parlementer krisis dikarenakan karena kabinet tidak sempat untuk
merealisasika program ekonomi karena pergantian kekuasaan yang sering terjadi.
Masa demokrasi terpimpin mengalami krisis ekonomi karena kegandrungannya
terhadap revolusi serta urusan internasional sehingga kurangnya perhatian
disektor ekonomi.
·
Perangkat kelembagaan
yang memprihatinkan. Ketidaksiapan aparatur pemerintah dalam proses politik
menjaadikan birokrasi tidak terurus.
2. Perkembangan
Demokrasi Masa Revolusi Kemerdekaan.
Implementasi demokrasi
pada masa pemerintahan revolusi kemerdekaan
baru terbatas pada interaksi
politik diparlemen dan berfungsinya pers yang mendukung revolusi
kemerdekaan. Meskipun tidak banyak catatan sejarah yang menyangkut perkembangan
demokrasi pada periode ini, akan tetapi pada periode tersebut telah diletakkan
hal-hal mendasar. Pertama, pemberian hak-hak politik secara menyeluruh. Kedua,
presiden yang secara konstitusional ada kemungkinan untuk menjadi dictator.
Ketiga, dengan maklumat Wakil Presiden, maka dimungkinkan terbentuknya sejumlah
partai politik yang kemudian menjadi peletak dasar bagi system kepartaian di
Indonesia untuk masa-masa selanjutnya dalam sejarah kehidupan politik kita.
3. Perkembangan
demokrasi parlementer (1945-1959)
Periode kedua
pemerintahan negara Indonesia adalah tahun 1950 sampai 1959, dengan menggunakan
UUD Sementara (UUDS) sebagai landasan konstitusionalnya. Pada masa ini adalah
masa kejayaan demokrasi di Indonesia, karena hampir semua elemen demokrasi
dapat ditemukan dalam perwujudan kehidupan politik di Indonesia. Lembaga
perwakilan rakyat atau parlemen memainkan peranan yang sangat tinggi dalam
proses politik yang berjalan. Perwujudan kekuasaan parlemen ini diperlihatkan
dengan adanya sejumlah mosi tidak percaya kepad pihak pemerintah yang
mengakibatkan kabinet harus meletakkan jabatannya. Sejumlah kasus jatuhnya
kabinet dalam periode ini merupakan
contoh konkret dari tingginya
akuntabilitas pemegang jabatan dan politisi. Ada hampir 40 partai yang
terbentuk dengan tingkat otonomi yang tinggi
dalam proses rekruitmen baik pengurus, atau pimpinan partainya maupun
para pendukungnya.
Demokrasi
parlementer gagal karena (1) dominannya politik aliran, sehingga membawa
konsekuensi terhadap pengelolaan konflik; (2) basis sosial ekonomi yang masih
sangat lemah;(3) persamaan kepentingan antara presiden Soekarno dengan kalangan
Angkatan Darat, yang sama-sama tidak senang dengan proses politik yang berjalan.
4. Perkembangan
Demokrasi Terpimpin (1959-1965)
Sejak berakhirnya
pemillihan umum 1955, presiden Soekarno sudah menunjukkan gejala
ketidaksenangannya kepada partai-partai politik. Hal itu terjadi karena partai
politik sangat orientasi pada kepentingan ideologinya sendiri dan dan kurang
memperhatikan kepentingan politik nasional secara menyeluruh.disamping itu
Soekarno melontarkan gagasan bahwa demokrasi parlementer tidak sesuai dengan
kepribadian bangsa indonesia yang dijiwai oleh semangat kekeluargaan dan gotong
royong.
Politik pada masa
ini diwarnai oleh tolak ukur yang sangat kuat antara ketiga kekuatan politik
yang utama pada waktu itu, yaitu:
presiden Soekarno, Partai Komunis Indonesia, dan Angkatan Darat.
Karakteristik yang utama dari demokrasi
terpimpin adalah: menggabungkan sistem kepartaian, dengan terbentuknya DPR-GR peranan lembaga
legislatif dalam sistem politik
nasionall menjadi sedemikian lemah, Basic Human Right menjadi sangat
lemah, masa demokrasi terpimpin adalah masa puncak dari semnagt anti kebebasan
pers, sentralisasi kekuasaan semakin dominan dalam proses hubungan antara
pemerintah pusat dengan pemerintah daerah.
Pandangan A.
Syafi’i Ma’arif, demokrasi terpimpin sebenarnya ingin menempatkan Soekarno
seagai “Ayah” dalam famili besar yang bernama Indonesia dengan kekuasaan
terpusat berada di tangannya. Dengan demikian, kekeliruan yang besar dalam
Demokrasi Terpimpin Soekarno adalah adanya pengingkaran terhadap nilai-nilai
demokrasi yaitu absolutisme dan terpusatnya kekuasaan hanya pada diri pemimpin.
Selain itu, tidak ada ruang kontrol sosial dan check and balance dari
legislatif terhadap eksekutif. (Sunarso, dkk. 2008:132-136)
5. Perkembangan
Demokrasi dalam Pemerintahan Orde Baru
Wajah demokrasi
mengalami pasang surut sejalan dengan perkembangan tingkat ekonomi, poltik dan,
ideologi sesaat atau temporer. Tahun-tahun awal pemerintahan Orde Baru ditandai oleh adanya kebebasan politik yang
besar. Presiden Soeharto yang menggantikan Ir. Soekarno sebagai Presiden ke-2
RI dan menerapkan model Demokrasi yang berbeda lagi, yaitu dinamakan Demokrasi
Pancasila (Orba), untuk menegaskan klaim bahwasanya model demokrasi inilah yang
sesungguhnya sesuai dengan ideologi negara Pancasila. Dalam masa yang tidak
lebih dari tiga tahun ini, kekuasaan seolah-olah akan didistribusikan kepada
kekuatan masyarakatan. Oleh karena itu pada kalangan elit perkotaan dan
organisasi sosial politik yang siap menyambut pemilu 1971, tumbuh gairah besar
untuk berpartisipasi mendukung program-program pembaruan pemerintahan baru.
Perkembangan yang
terlihat adalah semakin lebarnya kesenjangan antara kekuasaan negara dengan
masyarakat. Negara Orde Baru mewujudkan dirinya sebagai kekuatan yang kuat dan
relatif otonom, dan sementara masyarakat semakin teralienasi dari lingkungan
kekuasaan danproses formulasi kebijakan. Kedaan ini adalah dampak dari (1)
kemenangan mutlak dari kemenangan Golkar dalam pemilu yang memberi legitimasi
politik yangkuat kepada negara; (2) dijalankannya regulasi-regulasi politik
semacam birokratisasai, depolitisasai, dan institusionalisasi; (3) dipakai
pendekatan keamanan; (4) intervensi negara terhadap perekonomian dan pasar yang
memberikan keleluasaan kepda negara untuk mengakumulasikan modal dan kekuatan
ekonomi; (5) tersedianya sumber biaya pembangunan, baik dari eksploitasi minyak
bumi dan gas serta dari komoditas nonmigas dan pajak domestik, mauppun yang
berasal dari bantuan luar negeri, dan akhirnya (6) sukses negara orde baru
dalam menjalankan kebijakan pemenuhan kebutuhan pokok rakya sehingga menyumbat
gejolak masyarakat yang potensinya muncul karena sebab struktural.
Pemberontakan
G-30-S/PKI merupaka titik kulminasi dari pertarungan atau tarik tambang politik
antara Soekarno, Angkatan Darat, dan Partai Komunisme Indonesia. Ciri-ciri
demokrasi pada periode Orde Lama antara lain presiden sangat mendominasi
pemerintahan, terbatasnya peran partai politik, berkembangnya pengaruh komunis,
dan meluasnya peranan ABRI sebagai unsur sosial politik. Menurut M. Rusli
Karim, rezim Orde Baru ditandai oleh; dominannya peranan ABRI, birokratisasi
dan sentralisasi pengambilan keputusan politik, pembatasan peran dan fungsi
partai politik, campur tangan pemerintah dalam persoalan partai politik dan
publik, masa mengambang, monolitisasi ideologi negara, dan inkorporasi lembaga
nonpemerintah. Beberapa karakteristik pada masa orde baru antara lain: Pertama,
rotasi kekuasaan eksekutif boleh dikatakan hamper ridak pernah terjadi. Kedua,
rekruitmen politik bersifat tertutup. Ketiga, PemilihanUmum. Keempat,
pelaksanaan hak dasar waega Negara. (Rukiyati, dkk. 2008:114-117)
6. Perkembangan
Demokrasi Pada Masa Reformasi (1998
Sampai Dengan Sekarang).
Sejak runtuhnya
Orde Baru yang bersamaan waktunya dengan lengsernya Presiden Soeharto, maka
NKRI memasuki suasana kehidupan kenegaraan yang baru, sebagai hasil dari
kebijakan reformasi yang dijalankan terhadap hampir semua aspek kehidupan
masyarakat dan negara yang berlaku sebelumnya. Kebijakan reformasi ini
berpuncak dengan di amandemennya UUD 1945 (bagian Batangtubuhnya) karena
dianggap sebagai sumber utama kegagalan tataan kehidupan kenegaraan di era Orde
Baru.
Amandemen UUD
1945, terutama yang berkaitan dengan kelembagaan negara, khususnya laginya
perubahan terhadap aspek pembagian kekuasaan dan aspek sifat hubungan antar
lembaga-lembaga negaranya, dengan sendirinya mengakibatkan terjadinya perubahan
terhadap model demokrasi yang dilaksana-kan dibandingkan dengan model Demokrasi
Pancasila di era Orde Baru. Dalam masa pemerintahan Habibie inilah muncul
beberapa indicator kedemokrasian di Indonesia. Pertama, diberikannya ruang
kebebasan pers sebagai ruang publik untuk berpartisipasi dalam kebangsaan dan
kenegaraan. Kedua, diberlakunya system multi partai dalam pemilu tahun 1999.
Demokrasi yang
diterapkan Negara kita pada era reformasi ini adalah demokresi Pancasila, tentu
saja dengan karakteristik tang berbeda dengan orde baru dan sedikit mirip
dengan demokrasi perlementer tahun 1950-1959. Pertama, Pemilu yang dilaksanakan
(1999-2004) jauh lebih demokratis dari yang sebelumnya. Kedua, ritasi kekuasaan
dilaksanakan dari mulai pemerintahan pusat sampi pada tingkat desa. Ketiga,
pola rekruitmen politik untuk pengisian jabatan politik dilakukan secara
terbuka. Keempat, sebagian besar hak dasar bisa terjamin seperti adanya
kebebasan menyatakan pendapat
Para
pendiri bangsa sejak masa pergerakan nasioanl telah berusaha mengembangkan dan
memperjuangkan konsep demokrasi yang cocok bagi Indonesia. Para pendiri bangsa
adalah arsitek berdirinya NKRI. Konsepsi dan model demokrasi yang dibayangkan
oleh mereka merupakan salah satu aspek dari cita-cita proklamasi kemerdekaan
Indonesia 17 Agustus 1945.
Kajian
tentang demokrasi di Indonesia dapat lebih mendasar dan tidak ahistoris jika
dimulai dari konsep demokrasi yang dikembangkan oleh mereka. Hal tersebut tidak
berarti bahwa para pendiri bangsa di masa pergerakan nasional telah terputus
sama sekali dengan nilai-nilai budaya sebelumnya. Para pendiri bangsa sejak
masa pergerakan secara tegas ingin meninggalkan sistem feodalisme,
kolonialisme, imperialism dan facisme. Mereka ingin menggantinnya dengan sistem
kehidupan berbangsa dan bernegara yang lebih modern dan demokratis. Demokrasi
telah menjad salah satu “mimpi besar” mayoritas para pendiri bangsa.
Praktik
demokrasi di masa revolusi nasional, demokrasi liberal hingga demokrasi
terpimpin sangat dipengaruhi oleh pemikiran dan nilai-nilai yang dianut
dikembangkan para pendiri bangsa. Sejak jaman pergerakan, masa revolusi
nasional hingga demokrasi terpimpin peranan kelompok “pendiri bangsa” yang
notabene berasal dari kalangan intelektual cukup dominan. Masuknya golongan
militer dalam kehidupan demokrasi di era demokrasi terpimpin yang sering
dikategorikkan sebagai angkatan 45 juga perlu mendapat perhatian khusus karena
kelompok ini pasa masa orde baru menjadi kekuatan dominan dan menyebut praktik
demokrasi yang diterapkan sebagai “demokrasi Pancasila”.
Bagi
para pendiri bangsa demokrasi adalah instrument. Sebuah media yang dapat
digunakan untuk mengangkat rakyat sekaligus mengikis inferioritas, inferiority
complex. Rasa rendah diri masyarakat Indonesia yang telah lama terpengaru dari
terbelenggu oleh feodalisme dan kolonialisme ingin digugat dan dibongkar.
Rakyat yang sebelumnya diperlukan sebagai objek kekuasaan ingin diperlakukan
sebagai subyek kekuasaan.
Melalui
demokrasi diharapkan rakyat tidak hanya berdaulat dalam bidang politik
melainkan juga dalam bidang ekonomi, sosial dan budaya. Demokrasi sebagai suatu
produk budaya tidak muncul dalam tabularasa. Praktik demokrasi menurut mereka
memerlukan adanya suatu prasyarat untuk menghindari demokrasi tenis procedural.
Demokrasi substansial mensyaratkan adanya rakyat yang cerdas dan mandiri serta
pemimpin yang visioner dan bijaksana. Sebuah prasyarat yang kurang mendapat
perhatian di era reformasi sekarang ini.
Negara Hukum Indonesia
diilhami oleh ide dasar rechtsstaat dan rule of law. Langkah ini
dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa negara hukum Republik Indonesia pada
dasarnya adalah negara hukum, artinya bahwa dalam konsep negara hukum Pancasila
pada hakikatnya juga memiliki elemen yang terkandung dalam konsep rechtsstaat
maupun dalam konsep rule of law. Indonesia berdasarkan UUD 1945 berikut
perubahan-perubahannya adalah negara hukum artinya negara yang berdasarkan
hukum dan bukan berdasarkan kekuasaan belaka. Negara hukum didirikan
berdasarkan ide kedaulatan hukum sebagai kekuasaan tertinggi
Menurut Prof. Dr. Jimly Asshiddiqie, SH ada dua belas
ciri penting dari negara hukum diantaranya adalah :
·
Supremasi hukum
·
Persamaan dalam hukum
·
Asas legalitas
·
Pembatasan kekuasaan
·
Organ eksekutif yang
independent
·
Peradilan bebas dan tidak
memihak
·
Peradilan tata usaha
negara
·
Peradilan tata negara
·
Perlindungan hak asasi
manusia
·
Bersifat demokratis
·
Sarana untuk mewujudkan
tujuan negara
·
Transparansi dan kontrol
sosial.
BAB III
PENUTUP
Haryono.2013.Arsitektur
Demokrasi Indonesia.Penerbit : Setara Press.Malang
No comments:
Post a Comment