Pages

Tuesday, August 20, 2019

MAKALAH KONSEP DASAR PERPAJAKAN

BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada umumnya pajak merupakan pembayaran yang wajib dan sifatnya memaksa bagi setiap masyarakat. Pungutan pajak itu sendiri mengurangi kekayaan setiap individu, tapi sebaliknya pengeluaran rutin masyarakat yang telah ditentukan yang akan dirasakan kembali untuk masyarakat yang membayar pajak maupun tidak. Adapun menurut Rochmat Soemitro dalam buku Pengantar Singkat Hukum Pajak (Eresco Bandung, 1992) pajak adalah gejala masyarakat, artinya pajak hanya ada di dalam masyarakat. Negara adalah masyarakat yang memiliki tujuan tertentu. Kelangsungan hidup negara juga berarti kelangsungan hidup masyarakat dan kepentingan masyarakat. Karena untuk membiayai kehidupan masing-masing biaya. Baik biaya individu maupun biaya hidup perkelompok. Biaya hidup negara adalah untuk kelangsungan alat-alat negara, admnistrasi negara, lembaga negara, dan seterusnya, dan biaya tersebut berasal dari pajak. Pada mulanya pajak belum merupakan sutau pungutan, tetapi hanya merupakan pemberian sukarela oleh masyarakat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara. Seperti menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain. Bagi penduduk yang tidak melakukan pembayaran maka dia diwajibkan melakukan pekerjaan-pekerjaan umum untuk kepentingan umum dalam beberapa hari dalam setahun. Pajak mempunyai peran yang sangat penting bagi kehidupan bernegara, khususnya didalam pembangunan karena pajak merupakan sumber penghasilan negara untuk membiayai semua pengeluaran, termasuk pengeluaran pembangunan. Sistem pemungutan pajak di indonesia adalah Self Assessment System yang berarti wajib pajak diberikan kepercayaan untuk memperhitungkan, menyetorkan, dan melaporkan sendiri atas pajak yang terhutang terhadap negara. Disamping cara Self Assessment System terdapat cara lain yaitu sistem pemotongan (withholding system). Withholding System merupakan cara yang paling mudah yang dilakukan pemerintah untuk memungut pajak, yaitu dengan cara mewajibkan wajib pajak untuk melakukan pungutan dan pemungutan pajaknya oleh pihak lain. Dengan cara ini maka pemerintah tidak perlu mengeluarkan biaya yang besar untuk memungut pajak. Dalam pemungutan pajak subjek dan objek pajak harus jelas. Oleh karena itu harus dikelola dengan baik dan benar sehingga data wajib pajak sesuai. Selain itu, tarif pajak harus ditentukan berdasarkan ketentuan yang berlaku saat itu. Dengan demikian para wajib pajak dapat rutin dan patuh membayar pajak. Subjek pajak adalah orang, badan atau kesatuan lainnya yang telah memenuhi syarat-syarat subjektif, yaitu bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Subjek pajak baru menjadi wajib pajak bila telah memenuhi syarat-syarat obyektif. Objek pajak adalah apa yang dikenakan pajak. Mengingat penting dan strategisnya objek pajak karena menyangkut apa yang dikenakan atau tidak dikenakannya pajak atas objek dimaksud, sehingga dalam UU perpajakan kita selalu dengan tegas dinyatakan apa yang menjadi objek setiap jenis pajak. BAB II PERMASALAHAN 2.1 Rumusan Masalah 1. Mengapa masyarakat kurang kesadaran dalam membayar pajak? 2. Mengapa masyarakat menghindar dari membayar pajak saat ditagih oleh petugas pajak? 3. Mengapa sanksi mengenai pajak belum sepenuhnya diterapkan? 4. Mengapa masyarakat menunggak pembayaran pajak? BAB III PEMBAHASAN 3.1. Kajian Teori A. Pengertian Pajak Pajak berasal dari bahasa asing yaitu tax yang berarti beban, membebani, dan membebankan. Dalam pemakaian selanjutnya, pajak dianggap sebagai beban negara yang didistribusikan kepada rakyatnya. Banyak ahli memberikan batasan tentang pengertian pajak dengan redaksional yang berbeda, tetapi mengandung makna dan tujuan yang hampir sama. Pajak adalah iuran atau pungutan wajib yang dibayarkan rakyat untuk negara dan akan digunakan untuk kepentingan pemerintah dan masyarakat umum. Rakyat yang memberikan pajak di merasakan manfaat dari pajak secara langsung, karena pajak digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan pribadi. Pajak merupakan salah satu sumber dana pemerintah dalam melakukang pembanguna, baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pemungutan pajak dapat dipaksakan karena dilaksanakan berdasar kepada undang-undang Negara Indonesia . Menurut Prof. Dr. Rochmat Soemitro, SH Pajak adalah iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tiada mendapat jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Sedangkan pengertian pajak juga tertulis dalam pasal 1 UU no 28 tahun 20017, dalam pasal tersebut dijelaskan bahwa pajak adalah konstribusi wajib kepada negara oleh perseorangan atau kelompok, pajak bersifat memaksa, berdasarkan undang-undang, dengan tidak mendapatkan timbal balik secara langsung dan digunakan untuk kepentingan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat . Adapun pengertian pajak menurut para ahli sebagai berikut : • Menurut Prof. Dr. PJA. Adriani pajak adalah iuran pada negara yang dapat dipaksakan yang terutang oleh yang wajib membayarnya menurut peraturan-peraturan dengan tidak dapat prestasi kembali, yang langsung dapat ditunjuk, dan yang gunanya adalah untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran umum berhubungan dengan tugas pemerintah. • Menurut Prof. Dr. MJH. Smeeths, pajak adalah prestasi pemerintah yang terutang melalui norma-norma umum. Dan yang dapat dipaksakan, tanpa adanya kontra prestasi yang dapat ditunjukkan dalam hal individual, maksudnya adalah membiayai pengeluaran pemerintah. • Menurut Dr. Soeparman Soemahamidjaya, pajak adalah iuran wajib, berupa uang atau barang, yang dipungut oleh penguasa berdasarkan norma-norma hukum guna menutup biaya produksi barang-barang dan jasa-jasa kolektif dalam mencapai kesejahteraan umum. B. Fungsi Pajak Pada dasarnya fungsi pajak menurut Tjahyono (2000) adalah sebagai sumber keuangan negara. Namun ada fungsi lainnya yang tidak kalah pentingnya yaitu pajak sebagai fungsi mengatur. Berikut adalah penjelasan untuk masing-masing fungsi tersebut : • Fungsi sumber keuangan negara (budgetair) Fungsi sumber keuangan negara fungsi pajak untuk memasukkan uang ke kas negara atau sebagai sumber penerimaan negara dan digunakan untuk pengeluaran negara baik pengeluaran rutin maupun pengeluaran pembangunan. • Fungsi mengatur (regularend) Fungsi mengatur dimaksudkan sebagai usaha pemerintah untuk turut campur tangan dalam hal mengatur, mengubah susunan pendapatan dan kekayaan sektor swasta. Pada fungsi mengatur, pemungutan pajak digunakan: - Sebagai alat untuk melaksanakan kebijakan negara dalam bidang ekonomi dan sosial. - Sebagai alat untuk mencapai tujuan-tujuan tertentu yang letaknya di luar bidang keuangan. C. Dasar Pungutan Pajak Agar pungutan pajak tidak menimbulkan hambatan atau perlawanan, maka pungutan pajak harus memenuhi syarat sebagai berikut : 1. Pemungutan pajak harus adil (syarat keadilan) Sesuai dengan tujuan hukum, yakni mencapai keadilan, undang-undang diantaranya mengenakan pajak secara umum dan merata, serta disesuaikan dengan kemampuan masing-masing. Sedangkan adil dalam pelaksanaannya yakni dengan memberikan hak bagi wajib pajak untuk mengajukan keberatan penundaan dalam pembayaran dan mengajukan banding kepada majelis pertimbangan pajak. Menurut Adam Smith dalam bukunya wealth of nation yang dikutif oleh Munawir, melancarkan asas-asas pungutan pajak dimana the four maxims yaitu asas equality (seimbang dengan kemampuannya), certainly (saat pemungutan yang tepat) dan efficiency (biaya pungutan serendah mungkin) 2. Pemungutan harus berdasarkan undang-undang (syarat yuridis) Hukum pajak harus dapat memberikan jaminan hukum perlu untuk menyatakan keadilan yang tegas, baik untuk negara maupun untuk warganya.bagi negara-negara hukum, maka segala sesuatu harus diatur atau ditetapkan dalam undang-undang termasuk pemungutan pajak, pemungutan pajak di Indonesia diatur juga dalam undang-undang dasar 1945, yaitu pasal 23 ayat 2. 3. Tidak menggangu perekonomian (syarat ekonomi) Pemungutan tidak boleh mengagngu kelancaran kegiatan produksi maupun perdagangan, sehingga tidak menimbulkan kelesuan perekonomian masyarakat. Keseimbangan dalam kehidupan ekonomi tidak boleh terganggu karena adanya pemungutan pajak, bahkan harus tetap dipupuk olehnya, sesuai dengan fungsi kedua dari pungutan pajak yaitu mengatur. Oleh karena itu kebijkasanaan pemungutan pajak hars diusahakan supaya tidak menghambat lancarnya perekonomian, baik dalam bidang produksi maupun perdagangan dan jangan sampai merugikan kepentingan umum dan menghalang-halangi usaha rakyatnya dalam menuju kebahagiaan . 4. Pemungutan pajak harus efisien (syarat finansial) Sesuai fungsi budgetair, biaya pemungutan pajak harus dapat ditekan sehingga lebih rendah dari hasil pemungutan. 5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana Sistem pemungutan pajak yang sederhana akan memudahkan anda untuk mendorong masyarakat dalam memenuhi kewajiban perpajakannya. Syarat ini ini telah dipenuhi undang-undang perpajakan yang baru. D. Jenis-jenis Pajak Seperti yang kita ketahui, pemungutan pajak yang terdapat di dalam masyarakat banyak macamnya, seperti pajak penghasilan, pajak pertambahan nilai, pajak bumi dan bangunan, pajak kendaraan bermotor, pajak radio, pajak tontonan, dan sebagainya. Tetapi, dengan berbagai segi, pajak dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, yaitu berdasarkan golongannya, kewenangan pemungutnya, dan sifatnya . a. Pembagian Pajak Berdasarkan Golongan • Pajak Langsung Pajak langsung adalah pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak, dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari wajib pajak. Pajak langsung mempunyai ciri sebagai berikut: 1) Dalam pengertian administrasi: - Harus dibayar langsung oleh wajib pajak - Dibayar secara periodik oleh wajib pajak 2) Dalam pengertian ekonomi: - Tidak dapat dilimpahkan pada orang lain atau pihak ketiga (harus dibayar sendiri oleh wajib pajak) - Tidak dapat menaikkan harga • Pajak Tidak Langsung Pajak tidak langsung merupakan pajak yang hanya dipungut kalau pada suatu ketika terdapat seuatu peristiwa atau perbuatan, seperti penggerakan barang tidak bergerak, pembuatan akte, dan lain-lain. selain itu, pajak ini tidak mempergunakan surat ketetapan pajak atau dengan kata lain dapat dialihkan kepada orang lain. Jadi, pajak tidak langsung adalah pajak pajak yang tidak langsung dipungut oleh pemerintah kepada wajib pajak dan pajak ini mengalihkan pembayarannya kepada pihak ketiga. Dalam hal pemungutan pajak tersebut, pemerintah menunjuk wajib pajak sebagai perantara pemungut pajak. Jadi, yang benar-benar menanggung atau yang menjadi pembayar pajak yang sebenarnya adalah pihak ketiga atau konsumen. Hal ini disebut dengan destinaris pajak . Pajak tidak langsung mempunyai ciri-ciri sebagai berikut; 1) Dalam pengenaan administratif: - Hanya dikenakan apabila terjadi peristiwa yang dapat menyebabkan dikenakannya pajak. 2) Dalam pengertian ekonomis: - Dapat dilimpahan kepada orang lain. - Dapat menaikkan harga. b. Pembagian Pajak Berdasarkan Kewenangan Memungut • Pajak Negara (Pajak Pusat) Pajak Negara (pajak pusat) adalah pajak yang dipungut oleh pemerintah pusat yang terdiri dari; - Pajak penghasilan, diatur dalam UU No. 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan yang diubah terakhir kali dengan UU No. 36 Tahun 2008. - Pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, diatur dalam UU No. 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang diubah terakhir kali dengan UU No. 42 Tahun 2009. - Bea Materai, diatur dalam UU No 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. • Pajak Daerah Sesuai UU No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, Jenis-jenis pajak daerah adalah sebagai berikut : 1) Pajak provinsi, terdiri dari; - Pajak kendaraan bermotor - Bea balik nama kendaraan bermotor - Pajak bahan bakar kendaraan bermotor - Pajak air permukaan - Pajak rokok 2) Pajak Kabupatrn/Kota, terdiri atas; - Pajak hotel - Pajak restoran - Pajak hiburan - Pajak reklame - Pajak penerangan jalan - Pajak mineral bukan logam dan batuan - Pajak parkir - Pajak air tanah - Pajak sarang burung wallet - Pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan - Bea perolehan ha katas tanah dan bangunan (BPHTB) c. Pembagian Pajak Berdasarkan Sifatnya • Pajak Subjektif Pajak Subjektif yaitu pajak yang dalam pengunaannya memperhatikan keadaan-keadaan pribadi wajib pajak. Contoh nya seperti pajak penghasilan. • Pajak Objektif Pajak Objektif adalah pajak yang bersifat kebendaan atau obyektif, yaitu pajak yang dalam pengenaanya hanya memperhatikan sifat objektifnya saja. Jadi, pemungutannya tidak memperhatikan keadaan wajib pajak. Pajak ini dipungut karena perbuatan, keadaan, atau kejadian yang dilakukan atau terjadi dalam wilayah negara dengan tidak mengindahkan tempat kediamannya atau sifat subjek (orang pribadi atau badan, warga negara atau tidak). Misalnya pajak tontonan dan PPN . E. Asas Pemungutan Pajak Asas pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah adalah berdasarkan : 1. Asas Domisili (Asas Tmepat Tinggal) Negara berhak mengenakan pajak atas seluruh penghasilan wajib pajak yang bertempat tinggal di wilayahnya, baik pengahasilan yang berasal dari dalam maupun luar negeri. 2. Asas Sumber Negera berhak mengenakan pajak atas penghasilan yang bersumber di wilayahnya tanpa memperhatikan tempat tinggal wajib pajak. 3. Asas Kebangsaan Pengenaan pajak dihubungkan dengan kebangsaan suatu negara F. Sistem Pungutan Pajak Sistem pemungutan pajak yang dilakukan oleh pemerintah adalah berdasarkan : 1. Official Assessment System Adalah suatu sistem pemungutan yang memberi wewenang kepada pemerintah (fiskus) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. Ciri-cirinya: • Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada fiskus • Wajib pajak bersifat pasif • Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan oleh fiskus. 2. Self Asessessment System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada wajib pajak untuk menentukan sendiri besarnya pajak yang terutang. Ciri-cirinya: • Wewenang untuk menentukan besarnya pajak terutang ada pada wajib pajak sendiri. • Wajib oajak aktif, mulai dari menghitung, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang • Utang pajak timbul setelah dikeluarkan surat ketetapan pajak oleh fiskus. 3. With Holding System Adalah suatu sistem pemungutan pajak yang memberi wewenang kepada pihak ketiga (bukan fiskus bukan wajib pajak yang bersangkutan) untuk menentukan besarnya pajak yang terutang oleh wajib pajak. G. Dasar Hukum pajak Hukum pajak adalah suatu kumpulan peraturan-peraturan yang mengatur hunungan antara pemerintah sebagai pemungut pajak dan rakyat sebagai pembayar pajak . Dalam hukum pajak diatur mengenai: 1. Siapa-siapa yang menjadi subjek pajak dan wajib pajak. 2. Objek-objek apa saja yang menjadi objek pajak. 3. Kewajiban wajib pajak terhadap pemerintah. 4. Timbul dan hapusnya utang pajak. 5. Cara penagihan pajak. 6. Cara mengajukan keberatan dan banding Berikut adalah peraturan mengenai pajak : 1. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. 2. Undang-undang No. 10/1994 Undang-Undang Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Pasal 4 ayat (2). “ Atas Pengasilan berupa bungan deposito dan tabungan dan tabungan-tabungan lainya, penghasilan dari transaksi saham dan sekuritas lainya di bursa efek, penghasilan dari pengalihan harat berupa tanah dan atau tabungan serta pengasilan tertentu lainya, pengenaan pajaknya diatur dengan peraturan pemerintah. 3. Undang-Undang Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 Tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan. 4. Undang-undang nomor: 7 tahun 1991tentang perubahan atas undang-undang nomor 7 tahun 1983 tentang pajak penghasilan. 5. Undang-undang nomor 46 tahun 1994 tentang pembayaran pajak penghasilan bagi orang pribadi yang bertolak keluar negeri. 6. UUD 1945 pasal 23 ayat (2) : segala pajak untuk keperluan negara berdasarkan undang-undang. 7. UU No. 6 Tahun 1983 tentang KUP jo. UU No. 9/1994. 8. UU No. 8 Tahun 1983 tentang PPN jo. UU No. 11/1994. 9. UU No. 12 Tahun 1985 tentang PBB sebagai diubah dengan UU no. 12 Tahun 1994. 10. UU No. 13 Tahun 1985 tentang Bea Materai. 11. UU No. 21 Tahun 1997 tentang BPHTP sbg diubah dengan UU No. 20 tahun 2007. 3.2 Analisis Masalah perpajakan adalah salah satu masalah besar yang sering menjerat Indonesia. Pajak yang merupakan pungutan yang biasanya harus dibayarkan kepada pemerintah demi memajukan negaranya. Dengan kata lain membayar pajak adalah salah satu kewajiban sebagai warga Negara yang baik. Sampai ada orang yang mengatakan bahwa seorang Negara bisa maju ketika rakyatnya sudah mau membayar pajak dengan kesadaran mereka sendiri. Saat mereka mau membayar pajak tempat waktu dan sesuai dengan jumlah menurut perundang-undangan yang berlaku, keadaan suatu Negara akan bisa menjadi baik dan maju. Indonesia memang dikatakan sebagai Negara yang kaya dan memiliki sumber daya yang banyak. Tetapi ketika membicarakan soal masalah perpajakan di Indonesia, yang ada akan dibuat pusing tujuh keliling karena Indonesia adalah salah satu Negara yang masih banyak kaitan masalah dengan penyalahgunaan pajak. Dari situ mungkin sudah bisa menyimpulkan mengapa Indonesia bukan termasuk Negara yang maju, tetapi Negara yang berkembang karena memang rakyatnya masih kurang sadar akan kewajibannya untuk membayar pajak. Begitupula dengan penguasa, terkadang mereka menyalahgunakan kekuasaannya untuk kepentingan pribadinya. Pajak adalah salah satu iuran wajib bagi warga Negara ketika tinggal di suatu Negara. Tentunya pajak tak hanya berupa pajak bangunan, pajak profesi juga dibebankan bagi mereka yang sudah mendapatkan nomor pokok wajib pajak alias NPWP. Di Indonesia sendiri, yang namanya pembayaran pajak masih terhambat karena masyarakatnya yang kurang sadar akan arti penting pajak bagi kelangsungan negaranya. Yang mereka pikirkan, membayar pajak bisa membuat mereka merugi karena menurut mereka pajak hanya bisa dinikmati oleh orang yang duduk di atas alias penguasa. Padahal, mereka salah besar, membayar pajak tepat waktu akan berdampak baik juga bagi kehidupan pembayar pajak, terutama kehidupan yang menyangkut berbangsa dan bernegara. Masyarakat kurangnya kesadaran dalam membayar pajak. Kebanyakan wajib pajak di Indonesia belum mempunyai kesadaran yang cukup tentang pentingnya membayar pajak. Mereka cenderung acuh tak acuh dan mengabaikan anjuran membayar pajak dengan alasan yang beragam. Padahal hasil dari penerimaan pajak ini akan dikembalikan kembali kepada wajib pajak dalam bentuk pelayanan umum yang lebih baik seperti perbaikan sarana umum, tunjangan pelayanan kesehatan yang lebih baik dan pembangunan kota. Hal seperti inilah yang memicu tidak tercapainya target penerimaan pajak yang telah ditetapkan. Rata-rata realisasi penerimaan masih berada dibawah targetnya. Mungkin jika bisa dibilang inilah salah satu faktor mengapa masyarakat sering malas untuk membayar pajak karena pajak yang mereka bayarkan terkadang disalah gunakan oleh penguasa. Mereka sengaja mengantongi sendiri pajak-pajak yang sudah dibayarnya. Dengan begitu, pajak yang seharusnya untuk mensejahterakan rakyat tersebut hanyalah sebagai uang tambahan bagi mereka yang ingin mendapatkan keuntungan yang besar. Tentu saja hal tersebut tidak bisa dibiarkan karena bisa saja Negara menjadi semakin miskin jika semua penguasanya ingin menggunakan uang pajak untuk kepentingan pribadinya. Salah satu contoh yang nyata dari masalah pajak di Indonesia ditunjukkan oleh gayus tambunan. Gayus yang sempat melejit namanya karena menyalahgunakan uang pajak ini adalah salah satu contoh nyata bahwa para pekerja pajak di Indonesia sangatlah menginginkan keuntungan yang besar. Gayus yang disebut sebagai mafia pajak kelas kakap ini berhasil mengantongi uang sebesar 24,6 milyar. Padahal, gajinya tiap bulan hanyalah 5 jutaan saja. bukankah itu sangat ironis? Bagaimana Indonesia bisa maju jika iuran pajak saja disalah gunakan oleh penguasa? Tentunya, tidak mau bukan gayus tambunan yang lain semakin menjamur di Indonesia karena jika hal tersebut dibiarkan terjadi, maka Negara Indonesia selamanya akan menjadi Negara yang berkembang. Terkadang untuk memudahkan perusahaan untuk membayar pajak, perusahaan membayar uang untuk mengurusi masalah perpajakan yang dialaminya. Tentunya, jika tax consultan tersebut jujur, mereka akan mengarahkan wajib pajaknya dengan baik menurut perundang-undangan yang berlaku. Namun, jika sifat serakahnya muncul, maka bukan tidak mungkin konsultan pajak hanyalah akan mengambil keuntungan dari klientnya. Mereka meminta imbalan sejumlah uang demi melancarkan pembayaran pajak. Tetapi pembayaran tersebut bukan untuk kepentingan Negara, melainkan kepentingan perseorangan. Dengan demikian, tak usah heran jika banyak masyarakat atau perusahaan di Indonesia yang seringkali mangkir ketika harus membayar pajak. Alasan utamanya mungkin karena mereka ingin bebas dari pembayaran pajak yang mungkin membuat mereka terbebani. Namun, faktor lainnya bisa karena masalah perpajakan yang kerap kali terjadi di Indonesia membuat wajib pajak ogah membayar pajak karena uang pajak yang dibayarkannya bisa jadi disalahgunakan oleh pegawai pajak. Makanya, dibanding mereka harus mengeluarkan uang untuk memberi uang untuk para koruptor pajak, lebih baik uangnya mereka gunakan untuk kepentingan lainnya. Tetapi ingat, pikiran yang seperti itu tetap tidak bisa dibenarkan karena warga Negara yang baik harus mau membayar pajak demi memajukan Negara tercintanya. Masyarakat menghindar dari membayar pajak. Ada kalanya terkadang wajib pajak belum mempunyai uang untuk membayar pajaknya pada hari yang telah ditetapkan. Untuk menghindari petugas penagih mereka seringkali beralasan tidak berada ditempat atau sedang sibuk dan tidak bisa diganggu. Namun ada juga wajib pajak yang benar-benar tidak berada ditempat pada waktu pembayaran sehingga petugas tidak dapat menagih saat itu juga dan harus ditunda sampai wajib pajak yang bersangkutan kembali. Menurut pajak langsung adalah pajak yang langsung dibayar atau dipikul oleh wajib pajak, dan pajak ini langsung dipungut pemerintah dari wajib pajak. Oleh karena itu masyarakat seharusnya tidak usah menghindar Sanksi mengenai pajak belum sepenuhnya diterapkan. Terkadang sanksi yang diterapkan dalam Undang-undang dinilai terlalu berat dan bersifat memaksa apabila diterapkan sepenuhnya kepada wajib pajak. Oleh karena itu petugas juga kadang-kadang merasa tidak tega untuk menindak wajib pajak yang tidak menyelesaikan kewajiban pajaknya sesuai sanksi yang berlaku namun hal seperti inilah yang justru menjadikan wajib pajak merasa dibebaskan dari hukuman yang seharusnya mereka terima dan bukannya sadar mereka malah menjadi-jadi kelakuan buruknya yaitu mengingkari kewajiban membayar pajaknya. Masyarakat menunggak pajak. Jika wajib pajak mempunyai tunggakan dalam waktu yang cukup lama dan jumlahnya cenderung besar mereka biasanya tidak melunasi tunggakan pajaknya sekaligus. Misalnya wajib pajak A mempunyai tunggakan 5 tahun dan jumlah tunggakannya mencapai jutaan rupah biasanya mereka membayar untuk 2 atau 3 tahun dulu dan membayar setengah dari jumlah keseluruhan tunggakan dengan alasan dana yang tersedia saat itu hanya cukup untuk membayar setengahnya saja. Tentunya hal seperti ini akan berpengaruh pada penerimaan pajak tahun yang bersangkutan. BAB IV SOLUSI DAN SARAN 4.1 Kajian Al-Quran dan Hadist Dalam ajaran Islam pajak sering diistilahkan dengan adh-Dharibah yang jama’nya adalah adh-Dharaib. Para ulama dahulu menyebutnya juga dengan istilah al-Muks. Di sana ada istilah-istilah lain yang mirip dengan pajak, di antaranya adalah : al-Jizyah (upeti yang harus dibayarkan ahli kitab kepada pemerintahan Islam), al-Kharaj (pajak bumi yang dimiliki oleh negara), al-Usyr (bea cukai bagi para pedagang non muslim yang masuk ke negara Islam). Pendapat Ulama Tentang Pajak kitab-kuning-460x250Kalau kita perhatikan istilah-istilah di atas, kita dapatkan bahwa pajak sebenarnya diwajibkan bagi orang-orang non muslim kepada pemerintahan Islam sebagai bayaran jaminan keamanan. Maka ketika pajak tersebut diwajibkan kepada kaum muslimin, para ulama berbeda pendapat di dalam menyikapinya. Pertama, menyatakan pajak tidak boleh sama sekali dibebankan kepada kaum muslimin, karena kaum muslimin sudah dibebani kewajiban zakat. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais, bahwa dia mendengar Rasulullah SAW bersabda : “Tidak ada kewajiban dalam harta kecuali zakat” (HR Ibnu Majah, No 1779, di dalamnya ada rawi Abu Hamzah (Maimun). Menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dho’if hadist, dan menurut Imam Bukhari : dia tidak cerdas). Apalagi banyak dalil yang mengecam para pengambil pajak yang dhalim dan semena-mena, di antaranya adalah: Hadist Abdullah bin Buraidah dalam kisah seorang wanita Ghamidiyah yang berzina bahwasanya Rasulullah SAW bersabda : “Demi dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sesungguhnya perempuan itu telah benar-benar bertaubat, sekiranya taubat (seperti) itu dilakukan oleh seorang penarik pajak, niscaya dosanya akan diampuni” (HR Muslim, No: 3208). Ada juga Hadist dari Uqbah bin ‘Amir yang berkata: saya mendengar Rasulullah SAW bersabda: “Tidak akan masuk surga orang yang mengambil pajak (secara dhalim)“ (HR Abu Daud, No : 2548, hadist ini dishahihkan oleh Imam al-Hakim). Dari beberapa dalil di atas, banyak ulama yang menyamakan pajak yang dibebankan kepada kaum muslim secara dhalim sebagai perbuatan dosa besar, seperti yang dinyatakan Imam Ibnu Hazmi di dalam Maratibul Ijma’ halaman 141. ”Dan mereka (para ulama) telah sepakat bahwa para pengawas (penjaga) yang ditugaskan untuk mengambil uang denda (yang wajib dibayar) di atas jalan-jalan, pada pintu-pintu (gerbang) kota, dan apa-apa yang (biasa) dipungut dari pasar-pasar dalam bentuk pajak atas barang-barang yang dibawa oleh orang-orang yang sedang melewatinya maupun (barang-barang yang dibawa) oleh para pedagang (semua itu) termasuk perbuatan zhalim yang teramat besar, (hukumnya) haram dan fasik”. Begitu juga pendapat Imam Dzahabi di dalam bukunya Al-Kabair, Imam Ibnu Hajar al Haitami di dalam az- Zawajir ‘an iqtirafi al Kabair, Syekh Sidiq Hasan Khan di dalam ar-Rauda an-Nadiyah, Syek Syamsul al Haq Abadi di dalam Aun al-Ma’bud dan lain-lainnya Kedua, para ulama menyatakan kebolehan mengambil pajak dari kaum muslimin, jika memang negara sangat membutuhkan dana. Untuk menerapkan kebijakan inipun harus terpenuhi dahulu beberapa syarat. Di antara ulama yang membolehkan pemerintahan Islam mengambil pajak dari kaum muslimin adalah Imam Ghazali, Imam Syatibi dan Imam Ibnu Hazm. Dan ini sesuai dengan hadist yang diriwayatkan dari Fatimah binti Qais juga, bahwa dia mendengar Rasulullah saw bersabda : “Sesungguhnya pada harta ada kewajiban/hak (untuk dikeluarkan) selain zakat.” (HR Tirmidzi, No: 595 dan Darimi, No : 1581, di dalamnya ada rawi Abu Hamzah (Maimun). Menurut Ahmad bin Hanbal dia adalah dho’if hadist dan menurut Imam Bukhari dia tidak cerdas). Namun walaupun diperbolehkan menarik apajak ada beberapa syarat yang harus dipenuhi karena Islam adalah agama yang anti kedhaliman. Pajak yang diakui dalam sejarah Islam dan sistem yang dibenarkan harus memenuhi beberapa syarat yaitu : Benar–benar harta itu dibutuhkan dan tak ada sumber lain Pajak itu boleh dipungut apabila negara memang benar–benar membutuhkan dana, sedangkan sumber lain tidak diperoleh. Demikianlah pendapat Syeikh Muhammad Yusuf Qardhawy. Para ulama dan para ahli fatwa hukum Islam juga menekankan agar memperhatikan syarat ini sejauh mungkin. Sebagian ulama mensyaratkan bolehnya memungut pajak apabila Baitul Mal benar – benar kosong. Para ulama sangat berhati–hati dalam mewajibkan pajak kepada rakyat, karena khawatir akan membebani rakyat dengan beban yang di luar kemampuannya dan keserakahan pengelola pajak dan penguasa dalam mencari kekayaan dengan cara melakukan korupsi hasil pajak. Pemungutan pajak yang adil Apabila pajak itu benar-benar dibutuhkan dan tidak ada sumber lain yang memadai, maka pengutipan pajak, bukan saja boleh, tapi wajib,. Tetapi harus dicatat, pembebanan itu harus adil dan tidak memberatkan. Keadilan dalam pemungutan pajak didasarkan kepada pertimbangan ekonomi, sosial dan kebutuhan yang diperlukan rakyat dan pembangunan. (Qardhawi h. 1081-1082). Pajak hendaknya dipergunakan untuk membiayai kepentingan umat, bukan untuk maksiat dan hawa nafsu Hasil pajak harus digunakan untuk kepentingan umum, bukan untuk kepentingan kelompok (partai), bukan untuk pemuas nafsu para penguasa, kepentingan pribadi, kemewahan keluarga pejabat dan orang-orang dekatnya. Diriwayatkan dari Sufyan bin Abu Aufa, Umar bin khattab berkata, “Demi Allah, aku tidak tahu, apakah aku ini Khalifah atau raja. Bila aku raja, maka ini masalah yang besar”. Seseorang berkata, “Hai Amirul Mukminin, sesungguhnya keduanya berbeda. Khalifah tidak akan memungut sesuatu kecuali dari yang layak dan tidak akan memungut sesuatu kecuali kepada yang berhak. Alhamdulillah engkau termasuk kepada orang yang demikian, sedangkan raja (dhalim) akan berbuat sekehendaknya”. Maka Umar diam. (Qardhawi, h. 1083). Persetujuan para ahli/cendikiawan yang berakhlak Kepala negara, wakilnya, gubernur atau pemerintah daerah tidak boleh bertindak sendiri untuk mewajibkan pajak, menentukan besarnya, kecuali setelah dimusyawarahkan dan mendapat persetujuan dari para ahli dan cendikiawan yang mewakili masyarakat. Karena pada dasarnya, harta seseorang itu haram diganggu dan harta itu bebas dari berbagai beban dan tanggungan, namun bila ada kebutuhan demi untuk kemaslahatan umum, maka harus dibicarakan dengan para ahli termasuk ulama. Saudara Sigit Apryanto. Dari penjelasan di atas, maka lebih tegas pengasuh jawab pertanyaan anda: para ulama berbeda pendapat dalam menentukan hukum pajak menurut Islam. Ada yang mengharamkan tapi juga ada yang memperbolehkan dengan beberpa syarat. Jika melihat Indonesia yang negara masih sangat butuh dana, maka boleh memungut pajak dengan cara yang adil dan hendaknya seorang muslim niatkan sedekah demi kemaslahatn negara dan bangsa. Kemudian, jika mengambil pendapat yang membolehkan pajak sesuai persyaratan di atas, maka penghasilan para pegawai pajak adalah halal asal dengan cara jujur dan tidak manipulasi 4.2 Solusi dan Saran Pemerintah yang tegas. Seorang pemimpin Negara salah satu tugasnya adalah memecahkan masalah perpajakan yang terjadi di negaranya. Seperti halnya dengan Indonesia, Indonesia membutuhkan pemimpin yang katakan no pada korupsi terutama korupsi pajak. Ketika pemimpin sudah dari awal mengatakan dengan tegas bahwa korupsi pajak harus diberantas, maka itulah langkah awal mengatasi permasalahan pajak di Indonesia. Langkah yang selanjutnya bisa dilakukan oleh pemerintah adalah membuat UU atau Perpu yang mengatur tentang perpajakan dan mengaplikasikannya di kehidupan berbangsa dan bernegara. Pemerintah pun juga wajib membentuk badan yang bertugas mengontrol perpajakan di Indonesia. Dengan adanya pengontrolan pajak, penggunaan pajak akan lebih jelas, untuk kepentingan individu atau kepentingan bersama. Memilih pegawai pajak yang baik. Kriteria baik untuk seorang pekerja pajak bukan sekedar baik dalam tulisan atau keterangan saja, tetapi pemerintah harus melihat dari bibit dan bobotnya. Pilihlah pegawai yang benar-benar jujur dan mau mengabdikan diri untuk Negara. Seorang pegawai pajak yang baik akan membantu menyelesaikan masalah perpajakan yang semakin semrawut di Indonesia. Lakukan seleksi pegawai secara ketat, tidak hanya dari segi kecerdasan dan keahliannya saja. Tetapi, seleksi bisa anda lakukan dengan melihat akhlaknya, pengetahuan agamanya karena pengetahuan agama yang dimilikinya terkadang menjadi kunci orang tersebut bisa bekerja dengan baik atau tidak. Penegakan hukum harus cepat. Agar para koruptor pajak tersebut jera, badan penegak hukum, di Indonesia khususnya sebaiknya bisa mengambil langkah nyata ketika mengadili pada mafia pajak. Jangan karena mereka adalah penguasa, maka proses jalannya hukum diperlambat dan mereka juga diperlakukan special. Tidak ada bedanya masyarakat biasa dengan penguasa pajak karena harusnya hak dan kewajibannya di mata hukum tetap sama selagi mereka sama-sama orang Indonesia. Melakukan sosialisasi dan pendekatan kepada wajib pajak agar tercipta hubungan yang baik sehingga wajib pajak menyadari bahwa membayar pajak adalah suatu kewajiban dan bukan paksaan antara wajib pajak dengan petugas. Pemungut hendaknya menjalin suatu hubungan yang baik karena berawal dari hubungan yang baik inilah tujuan baik bisa tercapai. Wajib pajak yang mengenal baik petugas tentu akan merasa sungkan apabila tidak membayar pajaknya tepat waktu dan ini bisa menjadi suatu cara untuk memaksimalkan penerimaan pajak dari sektor pajak bumi dan bangunan sehingga nantinya realisasi penerimaan bisa mencapai target yang telah ditetapkan. Mengadakan pekan panutan atau pekan keteladanan dengan memberikan penghargaan kepada wajib pajak yang taat membayar lebih awal di setiap periode pembayaran pajak bidang penagihan mengadakan suatu pekan yang diberi nama pekan panutan atau yang lebih dikenal dengan nama pekan keteladanan. Pekan ini adalah pekan dimana wajib pajak yang membayar pajaknya lebih awal dan tidak pernah menunggak akan diberikan suatu penghargaan berupa piagam dari walikota yang diserahkan secara langsung. Hal seperti ini tentunya menjadi suatu kebanggaan tersendiri dan akan menggugah semangat wajib pajak yang lain untuk taat membayar pajak dan memperoleh piagam penghargaan tersebut. Selain itu, mengadakan pekan insentif atau pekan keteladanan, bidang penagihan juga mengadakan undian berhadiah bagi wajib pajak yang membayar pajak sebelum jatuh tempo. Wajib pajak yang membayar sebelum jatuh tempo tanggal pembayaran akan diberi satu nomor undian yang nantinya akan diundi pada akhir periode pembayaran pajak. Hadiah yang disediakan pun bermacam macam antara lain satu buah unit sepeda motor, lima unit kulkas dan 20 unit televisi, hadiah ini dapat berubah baik jenisnya ataupun jumlahnya setiap tahun. Terbukti dengan undian berhadiah ini wajib pajak menjadi lebih bersemangat dalam memenuhi kewajiban pajaknya. Sebaiknya pajak lebih dapat dimanfaatkan dengan baik dan dengan semestinya, karena kenyataannya di Negara kita ini sebagian pajak yang di ambil dari rakyat itu malah dihambur-hamburkan saja, seperti untuk pembiayaan pemilu yang mewah, pembelian mobil mewah para pejabat dan aparat birokrasi lainnya, Dll. Hal ini seharusnya lebih di minalisir dengan membangun sekolah, memberikan beasiswa pada yang tidak mampu, jembatan yang putus bahkan pembuatan jalan yang berlubang. DAFTAR PUSTAKA Bohari. 2012. Pengantar Hukum Pajak. Jakarta: PT Graja Grafindo Persada. Mardiasmo. 2008. Perpajakan. Yogyakarta: Andi. Saddam.2014.Skripsi Intentifikasi Pemungutan Pajak Reklame Dan Kontribusinya Terhadap Pendapatan Asli Daerah Kabupaten Bone. Suandy, Erly.2011.Hukum Pajak.Jakarta: Salemba Empat. Sunar, Dwi Prasetyono. 2012. Buku Pintar Pajak. Jakarta: Laksana. Terhadap Peningkatan Pendapatan Asli Daerah Kota Bandung. Waluyo.2013. Perpajakan Indonesia. Jakarta: Salemba Empat. Yusup,Taufik.2013.Skripsi Pengaruh Implementasi Kebijakan Tentang Pajak Hotel.

No comments:

Post a Comment