BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Menurut
Albert Venn Dicey dalam ‘Introduction to the Law of The Constitusion ‘,
memperkenalkan istilah the rule of law yang secara sederhana diartikan sebagai
suatu keteraturan hukum. Rule of Law Gerakan masyarakat yang menghendaki bahwa
kekuasaan raja maupun penyelenggara negara harus dibatasi dan diatur melalui
satu peraturan perundang – undangan, dan pelaksanaan dalam hubungannya dengan
segala peraturan perundang – undangan. Rule of Law tidak bisa dilepaskan dari
negara hukum (recstaat). Menurut Friedman, antara pengertian antara pengertian
negara hukum dan Rule of Law sebenarnya saling mengisi.
Negara Indonesia
adalah negara hukum hal ini tercantum dalam pembukaan UUD 1945 alinea IV. Di
dalamnya terkandung pengertian adanya pengakuan terhadap prinsip supremasi
hukum dan konstitusi, dianutnya prinsip pemisahan dan pembatasan kekuasaan
menurut sistem konstitusional yang diatur dalam UUD, adanya prinsip peradilan
yang bebas dan tidak memihak, yang menjamin persamaan setiap warga negara dalam
hukum, serta menjamin keadilan bagi setiap orang termasuk terhadap penyalahgunaan
wewenang oleh pihak penguasa.
Sebagai
negara hukum salah satu ciri dan prinsipnya adalah penghormatan terhadap hak
asasi manusia (HAM). HAM yaitu seperangkat hak yang melekat pada hakekat dan
keberadaan manusia sebagai mahluk Allah dan merupakan anugrah yang wajib di
hormati di junjung tinggi dan di lindungi oleh negara, hukum pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat martabat manusia (UU.No.
39 Tahun 1999). UUD 1945 memberikan jaminan bagi setia orang untuk emnikmati hak-hak
asasi dan kebebasan dasarnya bahwa, negara terutama pemerintah mempunyai
kewajiban untuk memberi perlindungan, pemajuan, penegakan dan pemenuhan HAM.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apakah
yang dimaksud dengan Hak Asasi Manusia (HAM)?
2. Bagaimana
sejarah HAM?
3. Bagaimana
pelanggaran HAM di Indonesia ?
4. Bagaimana
perkembangan perlindungan HAM di Indonesia ?
5. Apa
yang dimaksud dengan Rule of Law ?
6. Bagaimana
hubungan antara HAM dan rule of law?
1.3
Tujuan Penullisan
Tujuan
pembuatan makalah ini adalah untuk memenuhi tanggung jawab sebagai mahasiswa
karena makalah ini merupakan salah satu tugas yang diberikan oleh dosen
mata kuliah Pendidikan Kewarganegaraan. Namun dalam hal ini penulis memiliki
tujuan yaitu membahas mengenai apa itu HAM dan rule of law, dan bagaimana
penerapan HAM di Indonesia, serta memberikan contoh kasus pelanggaran HAM yang
pernah terjadi di Indonesia dan hal lain yang berkaitan mengenai HAM dan Rule
of Law.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Hak Asasi
Manusia (HAM)
HAM adalah hak-hak yang secara
inheren melekat dalam diri manusia, dan tanpa hak itu manusia tidak dapat hidup
sebagai manusia (Jan Materson).
Setiap manusia dianugrahi akal
budi dan nurani oleh Tuhan Yang Maha Esa. Dengan itu manusia mempunyai
kemampuan membedakan yang baik dan yang buruk. Kebebasan dasar dan hak-hak
dasar manusia disebut hak asasi manusia. Hak asasi manusia melekat pada manusia
secara kodrati sebagai anugrah Tuhan Yang Maha Esa.Hak-hak ini tidak dapat
diingkari, oleh karena itu Negara, pemerintah, atau organisasi apapun mengembankan
kewajiban untuk mengakui dan melindungi hak manusi tanpa terkecuali. Artinya,
hak manusia harus selalu menjadi titik tolak dan tujuan dalam penyelenggaraan
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara.
Setiap orang
mempunyai kebebasan, tetapi setiap orang juga wajib mengakui dan menghormati
hak asasi orang lain. Kewajiban ini berlaku juga bagi setiap organisasi, baik
organisasi sosial maupun pemerintah. Dengan demikian, organisasi -organisasi
lain dan pemerintah bertanggungjawab untuk menghoramati, melindungi, membela,
dan menjamin hak asasi setiap warga Negara dan penduduknya tanpa perbedaan.
Jadi, secara umum pengertian Hak Asasi Manusia
(HAM), adalah hak dasar (kodrati/alami) yang dimiliki oleh setiap manusia
sesuai dengan
kodratnya. Hak asasi manusia meliputi hak hidup,
hak kemerdekaan, hak
milik dan hak-hak yang lainnya yang
melekat pada diri manusia. Hak asasi pada
hakekatnya adalah hak yang berasal dari Tuhan,
sebagaimana yang tercantum di dalam
Ketetapan MPR No. XVII/MPR/1998,
“Bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak dasar yang melekat pada diri
manusia secara kodrati, universal dan abadi sebagai anugerah
Tuhan YME.”
2.1.1 Pengertian HAM menurut
berbagai versi
Ada
berbagai versi definisi mengenai HAM. Setiap definisi menekankan pada segi-segi
tertentu dari HAM. Berikut beberapa definisi tersebut. Adapun beberapa definisi
Hak Asasi Manusia (HAM) adalah sebagai berikut:
1. UU No. 39 Tahun 1999
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. John Locke
Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.
3. David Beetham dan Kevin Boyle
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.
4. Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
5. Oemar Seno Adji
Menurut Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia ialah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
1. UU No. 39 Tahun 1999
Menurut Undang-Undang Nomor 39 tahun 1999, HAM adalah seperangkat hak yang melekat pada hakikat keberadaan manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa. Hak itu merupakan anugerah-Nya yang wajib dihormati, dijunjung tinggi, dan dilindungi oleh Negara, hukum, pemerintah, dan setiap orang demi kehormatan serta perlindungan harkat dan martabat manusia.
2. John Locke
Menurut John Locke, hak asasi adalah hak yang diberikan langsung oleh Tuhan sebagai sesuatu yang bersifat kodrati. Artinya, hak yang dimiliki manusia menurut kodratnya tidak dapat dipisahkan dari hakikatnya, sehingga sifatnya suci.
3. David Beetham dan Kevin Boyle
Menurut David Beetham dan Kevin Boyle, HAM dan kebebasan-kebebasan fundamental adalah hak-hak individual yang berasal dari kebutuhan-kebutuhan serta kapasitas-kapasitas manusia.
4. Miriam Budiardjo
Miriam Budiardjo membatasi pengertian hak-hak asasi manusia sebagai hak yang dimiliki manusia yang telah diperoleh dan dibawanya bersamaan dengan kelahiran atau kehadirannya di dalam masyarakat.
5. Oemar Seno Adji
Menurut Oemar Seno Adji yang dimaksud dengan hak-hak asasi manusia ialah hak yang melekat pada martabat manusia sebagai insan ciptaan Tuhan Yang Maha Esa yang sifatnya tidak boleh dilanggar oleh siapapun, dan yang seolah-olah merupakan suatu holy area.
2.1.2
Ciri Khusus Hak Asasi Manusia (HAM)
a. Hak asasi manusia memiliki ciri-ciri khusus jika
dibandingkan dengan hakhak yang lain. Ciri khusus hak asasi manusia sebagai
berikut.
b.Tidak dapat dicabut, artinya hak asasi manusia tidak dapat
dihilangkan atau diserahkan.
c. Tidak dapat dibagi, artinya semua orang berhak mendapatkan semua
hak, apakah hak sipil dan politik atau hak ekonomi, social, dan budaya.
d.Hakiki, artinya hak asasi manusia adalah hak asasi semua umat
manusia yang sudah ada sejak lahir.
e.
Universal,
artinya hak asasi manusia berlaku untuk semua orang tanpa memandang status,
suku bangsa, gender, atau perbedaan lainnya. Persamaan adalah salah satu dari
ide-ide hak asasi manusia yang mendasar.
2.1.3
Macam-macam Hak Asasi Manusia (HAM)
Kita telah memahami bahwa hak asasi manusia
adalah hak yang melekat pada diri setiap manusia sejak awal dilahirkan yang
berlaku seumur hidup dan tidak dapat diganggu gugat oleh siapa pun. Ada
bermacam-macam hak asasi manusia. Secara garis besar, hak-hak asasi manusia
dapat digolongkan menjadi enam macam, yaitu sebagai berikut:
1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)
1. Hak Asasi Pribadi (Personal Rights)
Hak
asasi yang berhubungan dengan kehidupan pribadi manusia. Contoh hak - hak asasi
pribadi ini sebagai berikut.
·
Hak kebebasan untuk bergerak, bepergian, dan berpindah-pindah
tempat.
·
Hak kebebasan mengeluarkan atau menyatakan pendapat.
·
Hak kebebasan memilih dan aktif dalam organisasi atau perkumpulan.
·
Hak kebebasan untuk memilih, memeluk, menjalankan agama dan
kepercayaan yang diyakini masing-masing.
2.
Hak Asasi Politik (Political Rights)
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
Hak asasi yang berhubungan dengan kehidupan politik. Contoh hak-hak asasi politik ini sebagai berikut.
· Hak untuk memilih dan dipilih
dalam suatu pemilihan.
· Hak ikut serta dalam kegiatan
pemerintahan.
· Hak membuat dan mendirikan
partai politik serta organisasi politik lainnya.
· Hak untuk membuat dan
mengajukan suatu usulan petisi.
3.
Hak Asasi Hukum (Legal Equality Rights)
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
Hak kesamaan kedudukan dalam hukum dan pemerintahan, yaitu hak yang berkaitan dengan kehidupan hukum dan pemerintahan. Contoh hak-hak asasi hukum sebagai berikut.
·
Hak mendapatkan perlakuan yang sama dalam hukum dan pemerintahan.
·
Hak untuk menjadi pegawai negeri sipil (PNS).
·
Hak mendapat layanan dan perlindungan hukum.
4. Hak Asasi Ekonomi (Property Rigths)
Hak yang berhubungan dengan kegiatan
perekonomian. Contoh hak-hak
asasi ekonomi ini sebagai berikut.
· Hak kebebasan melakukan
kegiatan jual beli.
· Hak kebebasan mengadakan
perjanjian kontrak.
· Hak kebebasan menyelenggarakan
sewa-menyewa dan utang piutang.
· Hak kebebasan untuk memiliki
sesuatu.
· Hak memiliki dan mendapatkan
pekerjaan yang layak.
5.
Hak Asasi Peradilan (Procedural Rights)
Hak
untuk diperlakukan sama dalam tata cara pengadilan. Contoh hak-hak asasi peradilan
ini sebagai berikut.
·
Hak mendapat pembelaan hukum di pengadilan.
·
Hak persamaan atas perlakuan penggeledahan, penangkapan,
penahanan, dan penyelidikan di muka hukum.
6. Hak Asasi Sosial Budaya (Social Culture Rights)
Hak
yang berhubungan dengan kehidupan bermasyarakat. Contoh hak-hak asasi sosial
budaya ini sebagai berikut.
·
Hak
menentukan, memilih, dan mendapatkan pendidikan.
·
Hak
mendapatkan pengajaran.
·
Hak
untuk mengembangkan budaya yang sesuai dengan bakat dan
minat.
Penjabaran HAM dalam
Undang-Undang
• Pembukaan UUD 1945 (alinea I
& III) pasal-pasalnya (Pasal 28 A-J) yang disahkan pada tanggal 18 Agustus
1945
• Deklarasi Hak-hak Asasi Manusia
PBB pada tahun 1948 terdiri dari 30 pasal
• UU No. 39 tahun 1999 terdiri
atas 105 pasal
2.2 Sejarah Hak Asasi
Manusia (HAM)
A. Sejarah HAM di Dunia
Sejarah hak asasi manusia berawal dari dunia
Barat (Eropa). Seorang filsuf Inggris pada abad ke-17, John Locke, merumuskan
adanya hak alamiah (natural rights) yang melekat pada setiap diri
manusia, yaitu hak atas hidup, hak kebebasan, dan hak milik. Pada waktu itu,
hak masih terbatas pada bidang sipil (pribadi) dan politik. Sejarah
perkembangan hak asasi manusia ditandai adanya tiga peristiwa penting di dunia
Barat, yaitu Magna Charta, Revolusi Amerika, dan Revolusi Prancis.
1.
Magna Charta (1215)
Piagam
perjanjian antara Raja John dari Inggris dengan para bangsawan disebut Magna
Charta. Isinya adalah pemberian jaminan beberapa hak oleh raja kepada para
bangsawan beserta keturunannya, seperti hak untuk tidak dipenjarakan tanpa
adanya pemeriksaan pengadilan. Jaminan itu diberikan sebagai balasan atas bantuan
biaya pemerintahan yang telah diberikan oleh para bangsawan. Sejak saat itu,
jaminan hak tersebut berkembang dan menjadi bagian dari sistem konstitusional
Inggris.
2.
Revolusi Amerika (1776)
Perang
kemerdekaan rakyat Amerika Serikat melawan penjajahan Inggris disebut Revolusi
Amerika. Declaration of Independence (Deklarasi Kemerdekaan)
dan Amerika Serikat menjadi negara merdeka tanggal 4 Juli 1776 merupakan hasil
dari revolusi ini.
3. Revolusi Prancis (1789)
Revolusi
Prancis adalah bentuk perlawanan rakyat Prancis kepada rajanya sendiri (Louis
XVI) yang telah bertindak sewenang-wenang dan absolut. Declaration des
droits de I’homme et du citoyen (Pernyataan Hak-Hak Manusia dan Warga
Negara) dihasilkan oleh Revolusi Prancis. Pernyataan ini memuat tiga hal: hak
atas kebebasan (liberty), kesamaan (egality), dan persaudaraan (fraternite).
4.
African Charter on Human and People Rights (1981)
Pada
tanggal 27 Juni 1981, negara-negara anggota Organisasi Persatuan Afrika (OAU)
mengadakan konferensi mengenai HAM. Dalam konferensi tersebut, semua negara
Afrika secara tegas berkomitment untuk memberantas segala bentuk kolonialisme
dari Afrika, untuk mengkoordinasikan dan mengintensifkan kerjasama dan upaya
untuk mencapai kehidupan yang lebih baik bagi masyarakat Afrika.
5.
Cairo Declaration on Human Right in Islam (1990)
Deklarasi
Kairo tentang Hak Asasi Manusia dalam Islam merupakan deklarasi dari
negara-negara anggota Organisasi Konferensi Islam di Kairo pada tahun 1990 yang
memberikan gambaran umum pada Islam tentang hak asasi manusia dan menegaskan
Islam syariah sebagai satu-satunya sumber. Deklarasi ini menyatakan tujuannya
untuk menjadi pedoman umum bagi negara anggota OKI di bidang hak asasi manusia.
6.
Bangkok Declaration (1993)
Deklarasi
Bangkok diadopsi pada pertemuan negara-negara Asia pada tahun 1993. Dalam
konferensi ini, pemerintah negara-negara Asia telah mengegaskan kembali
komitmennya terhadap prinsip-prinsip Piagam PBB dan Deklarasi Universal Hak
Asasi Manusia. Mereka menyatakan pandangannya saling ketergantungan dan dapat
dibagi hak asasi manusia dan menekankan perlunya universalitas, objektivitas,
dan nonselektivitas hak asasi manusia.
7. Deklarasi PBB (Deklarasi Wina) Tahun 1993
Deklarasi
ini merupakan deklarasi universal yang ditandatangani oleh semua negara anggota
PBB di ibu kota Austria, yaitu Wina. Oleh karenanya dikenal dengan Deklarasi
Wina. Hasilnya adalah mendeklarasikan hak asasi generasi ketiga, yaitu hak
pembangunan. Deklarasi ini sesungguhnya adalah re-evaluasi tahap dua dari Deklarasi
HAM, yaitu bentuk evaluasi serta penyesuaian yang disetuju semua anggota PBB,
termasuk Indonesia.
B. Sejarah HAM di Indonesia
Sepanjang sejarah kehidupan manusia ternyata
tidak semua orang memiliki penghargaan yang sama terhadap sesamanya. Ini yang
menjadi latar belakang perlunya penegakan hak asasi manusia. Manusia dengan
teganya merusak, mengganggu, mencelakakan, dan membunuh manusia lainnya. Bangsa
yang satu dengan semena-mena menguasai dan menjajah bangsa lain. Untuk
melindungi harkat dan martabat kemanusiaan yang sebenarnya sama antarumat
manusia, hak asasi manusia dibutuhkan. Berikut sejarah penegakan HAM di
Indonesia.
1. Pada masa pra-kemerdekaan
Pemikiran
modern tentang HAM di Indonesia baru muncul pada abad ke-19. Orang Indonesia
pertama yang secara jelas mengungkapkan pemikiran mengenai HAM adalah Raden
Ajeng Kartini. Pemikiran itu diungkapkan dalam surat-surat yang ditulisnya 40
tahun sebelum proklamasi kemerdekaan.
2.
Pada masa kemerdekaan
Pada masa orde lama
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Gagasan mengenai perlunya HAM selanjutnya berkembang dalam sidang BPUPKI. Tokoh yang gigih membela agar HAM diatur secara luas dalam UUD 1945 dalam sidang itu adalah Mohammad Hatta dan Mohammad Sukiman. Tetapi, upaya mereka kurang berhasil. Hanya sedikit nilai-nilai HAM yang diatur dalam UUD 1945. Sementara itu, secara menyeluruh HAM diatur dalam Konstitusi RIS dan UUDS 1950.
Pada masa orde baru
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
Pelanggaran HAM pada masa orde baru mencapai puncaknya. Ini terjadi terutama karena HAM dianggap sebagai paham liberal (Barat) yang bertentangan dengan budaya timur dan Pancasila. Karena itu, HAM hanya diakui secara sangat minimal. Komisi Hak Asasi Manusia dibentuk pada tahun 1993. Namun, komisi tersebut tidak dapat berfungsi dengan baik karena kondisi politik. Berbagai pelanggaran HAM terus terjadi, bahkan disinyalir terjadi pula berbagai pelanggaran HAM berat. Hal itu akhirnya mendorong munculnya gerakan reformasi untuk mengakhiri kekuasaan orde baru.
Pada masa reformasi
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
Masalah penegakan hak asasi manusia di Indonesia telah menjadi tekad dan komitmen yang kuat dari segenap komponen bangsa terutama pada era reformasi sekarang ini. Kemajuan itu ditandai dengan membaiknya iklim kebebasan dan lahirnya berbagai dokumen HAM yang lebih baik. Dokumen itu meliputi UUD 1945 hasil amendemen, Tap MPR No. XVII/MPR/1998 tentang Hak Asasi Manusia, UU No. 39 tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, dan UU No. 26 tahun 2000 tentang Pengadilan Hak Asasi Manusia. Pada tahun 2005, pemerintah meratifikasi dua instrumen yang sangat penting dalam penegakan HAM, yaitu Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (ICESCR) menjadi Undang-Undang No. 11 tahun 2005, dan Kovenan Internasional tentang Hak-Hak Sipil dan Politik (ICCPR) menjadi Undang-Undang No. 12 tahun 2005.
2.3 Pelanggaran HAM di Indonesia
2.3.1. Pengertian Pelanggaran HAM
Pelanggaran HAM adalah segala tindakan yang dilakukan
oleh seseorang atau sekelompok orang termasuk aparat negara baik disegaja
maupun tidak disengaja yang dapat mengurangi, membatasi, mencabut, atau
menghilangkan hak asasi orang lain yang dilindungi oleh undang-undang dan tidak
mendapatkan atau dikhawatirkan tidak mendapatkan penyelesaian hukum yang benar
dan adil sesuai mekanisme hukum yang berlaku.( UU No. 39 tahun 1999).
2.3.2. Bentuk-bentuk Pelanggaran HAM
Pelanggaran yang sering dijumpai
dalam masyarakat antara lain :
Deskriminasi adalah pembatasan, pelecehan, dan pengucilan yang
dilakukan langsung atau tidak langsung yang didasarkan perbedaan manusia atas
Suku, ras, etnis, dan Agama.
Penyiksaan adalah
perbuatan yang menimbulkan rasa sakit atau penderitaan baik jasmani maupun
rohani.
Pelanggaran HAM menurut
sifatnya terbagi dua yaitu:
Pelanggaran HAM berat
yaitu pelanggaran HAM yang mengancam nyawa manusia.
Pelanggaran HAM ringan
yaitu pelanggaran HAM yang tidak mengancam jiwa manusia.
2.3.3 Contoh Kasus Pelanggaran HAM di Indonesia
1. Kasus tragedi 1965-1966
Sejumlah
jenderal telah dibunuh dalam peristiwa 30 September tahun 1965. Pemerintahan
pada masa orde baru menuding Partai Komunis Indonesia (PKI) sebagai penyebab
masalahnya. Lalu pemerintahan pada saat itu membubarkan organisasi Partai
Komunis Indonesia tersebut serta melakukan berbagai razia terhadap simpatisan
partai tersebut.
Razia
tersebut dikenal dengan operasi pembersihan partai komunis Indonesia (PKI).
Komnas HAM telah memperkirakan bahwa setidaknya 500.000 hingga 3 juta warga
tewas dibunuh pada saat itu. Ribuan warga lainnya diasingkan serta jutaan orang
lainnya hidup dibawah bayang-bayang ‘cap PKI’ hingga bertahun-tahun.
Dalam
peristiwa tersebut, Komnas HAM malah balik menuding Komando Operasi Pemulihan
Kemanan serta semua panglima militer pada daerah yang menjabat pada saat itu
sebagai pihak yang bertanggungjawab.
Sampai saat
ini, kasus tragedi 1965-1966 masih ditangani oleh Kejaksaan Agung. Akan tetapi
penanganannya lamban dan pada tahun 2013 lalu, Kejaksaan mengembalikan
berkas-berkas tersebut kepada Komnas HAM, dengan alasan data yang di dapat
kurang lengkap.
2. Tragedi
Semanggi dan Kerusuhan pada Mei Tahun 1998
Pada tanggal
13 hingga 15 Mei 1998, terjadi berbagai kerusuhan massif yang terjadi hampir di
seluruh tanah air. Puncaknya kerusuhan ini di Jakarta. Kerusuhan ini diawali
dengan kondisi krisis finansial Asia yang semakin hari semakin memburuk. Dan
dipicu oleh tewasnya 4 anggota mahasiswa Universitas Trisakti yang terkena
tembakan dalam demonstrasi pada 12 Mei tahun 1998.
Dalam proses
hukumnya, Kejaksaan Agung menyatakan, kasus tersebut dapat ditindak lanjuti
apabila ada rekomendasi dari DPR ke Presiden. Karena belum adanya rekomendasi,
Kejaksaan Agung mengembalikan berkas penyelidikan tragedi tersebut kepada
Komnas HAM. Namun, Kejaksaan Agung beralasan bahwa kasus ini tidak bisa
ditindak lanjuti karena DPR sudah memutuskannya, bahwa tidak ditemukan
pelanggaran hak asasi manusia berat di dalamnya.
Dalih
lainnya, Kejaksaan Agung beranggapan bahwa kasus penembakan Trisakti sudah
diputus oleh Pengadilan Militer pada tahun 1999, sehingga tidak perlu diadili
untuk yang kedua kalinya.
3.
Kasus terbunuhnya seorang aktivis HAM Munir Said Thalib
Munir Said
Thalib ditemukan meninggal dalam pesawat jurusan Jakarta-Amsterdam, pada
tanggal 7 September 2004. Pada saat itu ia berumur 38 tahun. Munir Said Thalib
merupakan aktivis HAM paling vokal di tanah air. Jabatan terakhirnya ialah
Direktur Eksekutif Lembaga Pemantau HAM Indonesia Imparsial.
Saat menjabat
menjadi Dewan Kontras, namanya mencuat sebagai pejuang bagi orang-orang hilang
yang diculik pada kala itu. Pada saat itu ia membela para aktivis yang
merupakan korban penculikan Tim Mawar dari Kopasus Tentara Nasional Indonesia.
Setelah Soeharto sudah jatuh tidak menjadi presiden, penculikan itu menjadi
alasan dalam pencopotan Danjen Kopassus Prabowo Subianto serta diadilinya para
anggota tim Mawar.
Namun, sampai
saat ini, kasus tersebut hanya mengadili seorang pilot maskapai Garuda yang
bernama Pollycarpus Budihari Priyanto. Polly mendapatkan vonis hukuman penjara
selama 14 tahun lamanya karena ia terbukti berperan sebagai salah satu pelaku
yang meracuni Munir dalam penerbangan menuju Amsterdam. Namun, sampai saat ini
sudah banyak pihak yang meyakini bahwa Polly bukan otak pembunuhan tersebut.
4.
Tragedi Wamena Berdarah pada tanggal 4 April 2003
Tragedi
Wamena berdarah terjadi pada tanggal 4 April 2003 pukul 01.00 waktu Papua.
Terdapat sekelompok massa yang tidak dikenal membobol sebuah gudang bersenjata
Markas Kodim 1702/Wamena. Penyerangan tersebut menewaskankan 2 anggota Kodim,
yaitu Lettu TNI AD Napitupulu serta Prajurit Ruben Kana yang keduanya merupakan
penjaga gudang senjata. Kelompok penyerang tersebut diduga membawa lari
sejumlah senjata dan juga amunisi. Dalam rangka pengejaran terhadap pelaku
pembobolan gedung bersenjata tersebut, aparat TNI-Polri diduga melakukan
penyisiran, penyiksaan, perampasan secara paksa, penangkapan sehingga pada saat
itu menimbukan korban jiwa serta pengungsian penduduk yang dilakukan secara
paksa.
Tercatat 42
orang meninggal dunia yang disebabkan karena kelaparan dan sebanyak 15 orang
jadi korban perampasan. Komnas HAM menemukan pemaksaan penanda tanganan surat
pernyataan dan perusakan fasilitas umum. Proses hukum atas kasus ini sampai
saat ini masih buntu. Terjadi tarik ulur diantara Komnas HAM dengan Kejaksaan
Agung. Sementara tersangka terus dapat menikmati hidupnya, mendapatkan sebuah
kehormatan sebagai pahlawan, dan menerima kenaikan pangkat serta promosi
jabatan tanpa tersentuh hukum sekalipun.
Dalam perwujudannya, hak asasi manusia tidak mampu untuk dilaksanakan
secara mutlak, hal ini karena melanggar hak asasi orang lain. Dalam
memperjuangkan hak sendiri dengan mengabaikan hak-hak orang lain, merupakan
suatu tindakan yang sangatlah tidak terpuji. Kita haruslah menyadari
bahwasannya hak asasi kita selalu berbatasan dengan hak-hak asasi orang lain,
namun karena itulah ketaatan terhadap peraturan menjadi sangat penting.
2.4 PERKEMBANGAN PERLINDUNGAN HAM DI
INDONESIA
2.4.1 Pengertian Perlindungan HAM
Perlindungan HAM adalah Upaya untuk memperkuat sistem
perlindungan hak asasi manusia pemerintah mendirikan lembaga-lembaga baru untuk
memberikan perlindungan hak asasi manusia seperti, Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia, atau Komisi Ombudsman Nasional yang bertugas untuk memberikan
pelayanan dan perlindungan terhadap rakyat yang memperoleh perlakuan yang tidak
adil atau tidak semestinya dari Aparatur pemerintah, dibuatnya UU tentang
Pengadilan Hak Asasi Manusia yang memberikan dasar hukum bagi dibentuknya
Pengadilan HAM Ad Hoc untuk memeriksa dan mengadili kasus-kasus pelanggaran HAM
yang terjadi pada masa Orde Baru. Dalam rangka untuk menyelesaikan kasus-kasus
pelanggaran HAM di masa lalu, khususnya yang terjadi pada masa Orde Baru
pemerintah mempersiapkan Rancangan Undang-undang tentang Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Nasional yang sebagian meniru model Komisi Kebenaran dan
Rekonsiliasi Afrika Selatan.
2.4.2. Perkembangan
HAM di Indonesia saat ini
Pasca era reformasi, era ketika persoalan
demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama. Di era reformasi ini
telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak asasi manusia. Namun
meskipun demikian inplementasi hak asasi manusia di Indonesia masih belum
maksimal. Implementasi hak-hak sosial dan ekonomi jauh lebih sulit dibanding
implementasi hak-hak sipil dan politik. Aspek inilah yang banyak terabaikan di
Indonesia baik diakibatkan karena masalah kemampuan ekonomi negara maupun
karena kesadaran warga negara atas haknya yang dijamin konstitusi.
2.4.3
Macam-macam Lembaga Resmi Perlindungan HAM
a. Komnas HAM
Komisi Nasional (Komnas) HAM
pada awalnya dibentuk dengan Keppres Nomor 50 Tahun 1993. Pembentukan komisi
ini merupakan jawaban terhadap tuntutan masyarakat maupun tekanan dunia
internasional tentang perlunya penegakan hak asasi manusia di Indonesia.
Kemudian dengan lahirnya UURI Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia,
yang didalamnya mengatur tentang Komnas HAM ( Bab VIII, pasal 75 s/d. 99) maka
Komnas HAM yang terbentuk dengan Kepres tersebut harus menyesuaikan dengan UU
No. 39 Tahun 1999. Komnas HAM bertujuan:
1) membantu pengembangan kondisi yang kondusif
bagi pelaksanaan hak asasi manusia.
2) meningkatkan perlindungan dan penegakan hak
asasi manusia guna berkembangnya pribadi manusia Indonesia seutuhnya dan
kemampuan berpartisipasi dalam berbagai bidang kehidupan.
Untuk melaksanakan tujuan tersebut, Komnas HAM melaksanakan fungsi
sebagai berikut :
1)
Fungsi pengkajian dan penelitian.
Untuk melaksanakan fungsi ini, Komnas HAM berwenang antara lain:
a) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai instrumen
internasional dengan tujuan memberikan saran - saran mengenai kemungkinan
aksesi dan atau ratifikasi.
b) melakukan pengkajian dan penelitian berbagai peraturan
perundang-undangan untuk memberikan rekomendasi mengenai pembentukan, perubahan
dan pencabutan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan hak asasi
manusia.
2) Fungsi penyuluhan
Dalam rangka pelaksanaan
fungsi ini, Komnas HAM berwenang:
a) menyebarluaskan wawasan mengenai hak asasi manusia kepada
masyarakat Indonesia.
b) meningkatkan kesadaran masyarakat tentang hak asasi
manusia melalui lembaga pendidikan formal dan non formal serta berbagai
kalangan lainnya.
3) Fungsi pemantauan.
Fungsi ini mencakup kewenangan
antara lain:
a)
pengamatan pelaksanaan hak asasi manusia dan penyusunan laporan
hasil pengamatan tersebut.
b)
penyelidikan dan pemeriksaan terhadap peristiwa yang timbul dalam
masyarakat yang patut diduga terdapat pelanggaran hak asasi manusia.
c)
pemanggilan kepada pihak pengadu atau korban maupun pihak yang
diadukan untuk dimintai atau didengar keterangannya.
d)
pemanggilan saksi untuk dimintai dan didengar kesaksiannya, dan
kepada saksi pengadu diminta menyerahkan bukti yang diperlukan.
e)
peninjauan di tempat kejadian dan tempat lainnya yang dianggap
perlu.
4)
Fungsi mediasi
Dalam melaksanakan fungsi mediasi Komnas
HAM berwenang
untuk melakukan :
a) perdamaian kedua belah pihak.
b) penyelesaian perkara melalui
cara konsultasi, negosiasi, konsiliasi, dan penilaian ahli.
c) pemberian saran kepada para
pihak untuk menyelesaikan sengketa melalui pengadilan.
d) penyampaian rekomendasi atas
sesuatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada Pemerintah untuk
ditindaklanjuti penyelesaiannya.
e) penyampaian rekomendasi atas
suatu kasus pelanggaran hak asasi manusia kepada DPR RI untuk ditindaklanjuti.
b.
Pengadilan HAM
Pengadilan
HAM merupakan pengadilan khusus yang berada di lingkungan peradilan umum dan
berkedudukan di daerah kabupaten atau kota. Pengadilan HAM merupakan pengadilan
khusus terhadap pelanggaran HAM berat yang meliputi kejahatan genosida dan
kejahatan terhadap kemanusiaan (UU No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM).
Kejahatan
genosida adalah setiap perbuatan yang dilakukan dengan maksud untuk
menghancurkan atau memusnahkan seluruh atau sebagian kelompok bangsa, ras,
kelompok, etnis, dan agama. Cara yang dilakukan dalam kejahatan genosida,
misalnya; membunuh, tindakan yang mengakibatkan penderitaan fisik atau mental,
menciptakan kondisi yang berakibat kemusnahan fisik, memaksa tindakan yang
bertujuan mencegah kelahiran, memindahkan secara paksa anak-anak dari kelompok
tertentu ke kelompok lain.
Sedangkan
yang dimaksud kejahatan terhadap kemanusiaan adalah salah satu perbuatan yang
dilakukan sebagai bagian dari serangan yang meluas atau sistematik yang
diketahuinya bahwa serangan tersebut ditujukan secara langsung terhadap
penduduk sipil. Kejahatan terhadap kemanusiaan misalnya:
1) pembunuhan,
pemusnahan, perbudakan, penyiksaan;
2) pengusiran
atau pemindahan penduduk secara paksa;
3) perampasan
kemerdekaan atau perampasan kemerdekaan fisik lain secara sewenang-wenang yang
melanggar ketentuan pokok hukum internasional;
4) pemerkosaan,
perbudakan seksual, pelacuran secara paksa, pemaksaan kehamilan, pemandulan
atau sterilisasi secara paksa atau bentuk-bentuk kekerasan seksual lain yang
setara;
5) penganiayaan
terhadap suatu kelompok tertentu atau perkumpulan yang didasari persamaan paham
politik, ras, kebangsaan, etnis, budaya, agama, jenis kelamin, atau alasan lain
yang diakui secara universal sebagai hal yang dilarang menurut hukum
internasional;
6) penghilangan
orang secara paksa (penangkapan, penahanan, atau penculikan disertai penolakan
pengakuan melakukan tindakan tersebut dan pemberian informasi tentang nasib dan
keberadaan korban dengan maksud melepaskan dari perlindungan hukum dalam waktu
yang panjang);
7) kejahatan apartheid
(penindasan dan dominasi oleh suatu kelompok ras atas kelompok ras atau
kelompok lain dan dilakukan dengan maksud untuk mempertahan peraturan
pemerintah yang sedang berkuasa atau rezim).
Pengadilan
HAM bertugas dan berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran HAM yang
berat. Pengadilan HAM juga berwenang memeriksa dan memutus perkara pelanggaran
HAM yang berat yang dilakukan di luar batas territorial wilayah negara RI oleh
Warga Negara Indonesia (WNI). Disamping itu juga dikenal Pengadilan HAM Ad Hoc,
yang diberi kewenangan untuk mengadili pelanggaran HAM berat yang terjadi
sebelum di undangkannya UU RI No. 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM. Oleh
karena itu pelanggaran HAM berat tidak mengenal kadaluwarsa. Dengan kata lain
adanya Pengadilan HAM Ad Hoc merupakan pemberlakuan asas retroactive (berlaku
surut) terhadap pelanggaran HAM berat.
c.
Komisi Nasional Perlindungan Anak dan Komisi Perlindungan Anak
Indonesia
Komisi
Nasional Perlindungan Anak (KNPA) ini lahir berawal dari gerakan nasional
perlindungan anak yang sebenarnya telah dimulai sejak tahun 1997. Kemudian pada
era reformasi, tanggung jawab untuk memberikan perlindungan anak diserahkan
kepada masyarakat.
Tugas
KNPA melakukan perlindungan anak dari perlakuan, misalnya: diskriminasi,
eksploitasi, baik ekonomi maupun seksual, penelantaraan, kekejaman, kekerasan,
penganiayaan, ketidakadilan dan perlakuan salah yang lain. KNPA juga yang
mendorong lahirnya UURI Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Disamping
KNPA juga dikenal KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia). KPAI dibentuk
berdasarkan amanat pasal 76 UU RI No. 23 Tahun 2002. Komisi Perlindungan Anak
Indonesia bertugas :
a. melakukan sosialisasi
seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan
perlin-dungan anak
b. mengumpulkan data dan
informasi, menerima penga-duan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan,
evaluasi, dan pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.
c. memberikan laporan, saran,
masukan, dan pertimbangan kepada Presiden dalam rangka perlindungan anak.
d.
Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan
Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan dibentuk berdasarkan Keppres Nomor
181 Tahun 1998. Dasar pertimbangan pembentukan Komisi Nasional ini adalah
sebagai upaya mencegah terjadinya dan menghapus segala bentuk kekerasan
terhadap perempuan. Komisi Nasional ini bersifat independen dan bertujuan:
a) menyebarluaskan pemahaman
tentang bentuk kekerasan terhadap perempuan.
b) mengembangkan kondisi yang
kondusif bagi penghapusan bentuk kekerasan terhadap perempuan.
c) Meningkatkan upaya pencegahan
dan penanggulangan segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan hak asasi
perempuan.
Dalam
rangka mewujudkan tujuan di atas, Komisi Nasional ini memiliki kegiatan sebagai
berikut:
1) penyebarluasan pemahaman,
pencegahan, penanggulangan, penghapusan segala bentuk kekerasan terhadap
perempuan.
2) pengkajian dan penelitian
terhadap berbagai instrumen PBB mengenai perlindungan hak asasi manusia
terhadap perempuan.
3) pemantauan dan penelitian
segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan memberikan pendapat, saran dan
pertimbangan kepada pemerintah.
4) penyebarluasan hasil
pemantauan dan penelitian atas terjadinya kekerasan terhadap perempuan kepada
masyarakat.
e.
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
Komisi
Kebenaran dan Rekonsiliasi dibentuk berdasarkan UU RI No. 27 Tahun 2004 tentang
Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi. Keberadan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi
(KKR) untuk :
1) Memberikan alternatif
penyelesaian pelanggaran HAM berat di luar Pengadilan HAM ketika penyelesaian
pelanggaran HAM berat lewat pengadilan HAM dan pengadilan HAM Ad Hoc mengalami
kebuntuan;
2) Sarana mediasi antara
pelaku dengan korban pelanggaran HAM berat untuk menyelesaikan di luar
pengadilan HAM.
Dengan
demikian diharapkan masalah pelanggaran HAM berat dapat diselesaikan, sebab
kalau tidak dapat diselesaikan maka akan menjadi ganjalan bagi upaya
menciptakan rasa keadilan dan kebenaran dalam masyarakat. Apabila rasa keadilan
dan keinginan masyarakat untuk mengungkap kebenaran dapat diwujudkan, maka akan
dapat diwujudkan rekonsiliasi (perdamaian/perukunan kembali). Rekonsiliasi ini
penting agar kehidupan berbangsa dan bernegara dapat dihindarkan dari konflik
dan dendam sejarah yang berkepanjangan antar sesama anak bangsa. Perdamaian
sesama anak bangsa merupakan modal utama untuk membangun bangsa dan negara ini
ke arah kemajuan dalam segala bidang.
2.5 Pengertian Rule Of Law
Gerakan masyarakat yang
menghendaki bahwa kekuasaan raja maupun penyelenggaraan negara harus dibatasi
dan diatur melalui suatu peraturan perundang-undangan dan pelaksanaan dalam
hubungannya dengan segala peraturan perundang-undangan itulah yang sering
diistilahkan dengan Rule of Law. Misalnya gerakan revolusi Perancis serta
gerakan melawan absolutisme di Eropa lainnya, baik dalam melawan kekuasaan
raja, bangsawan maupun golongan teologis.
Oleh karena itu menurut Friedman,
antara pengertian negara hukum atau rechtsstaat dan Rule of Law sebenarnya
saling mengisi (Friedman, 1960: 546). Berdasarkan bentuknya sebenarnya Rule of
Law adalah kekuasaan publik yang diatur secara legal. Setiap organisasi atau
persekutuan hidup dalam masyarakat termasuk negara mendasarkan pada Rule of
Law. Dalam hubungan ini pengertian Rule of Law berdasarkan substansi atau
isinya sangat berkaitan dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku dalam
suatu negara.
Negara hukum merupakan terjemahan
dari istilah Rechsstaat atau Rule Of Law. Rechsstaat atau Rule Of Law itu
sendiri dapat dikatakan sebagai bentuk perumusan yuridis dari gagasan
konstitusionalisme. Oleh karena itu, konstitusi dan negara hukum merupakan dua
lembaga yang tidak terpisahkan. Negara Indonesia pada hakikatnya menganut
prinsip “Rule of Law, and not of Man”, yang sejalan dengan pengertian
nomocratie, yaitu kekuasaan yang dijalankan oleh hukum atau nomos. Dalam negara
hukum yang demikian ini, harus diadakan jaminan bahwa hukum itu sendiri dibangun
dan ditegakkan menurut prinsip-prinsip demokrasi. Karena prinsip supremasi
hukum dan kedaulatan hukum itu sendiri pada hakikatnya berasal dari kedaulatan
rakyat. Oleh karena itu prinsip negara hukum hendaklah dibangun dan
dikembangkan menurut prinsip-prinsip demokrasi atau kedaulatan rakyat atau
democratische rechstssaat. Hukum tidak boleh dibuat, ditetapkan, ditafsirkan
dan ditegakkan dengan tangan besi berdasarkan kekuasaan belaka atau
machtsstaat. Karena itu perlu ditegaskan pula bahwa kedaulatan berada di tangan
rakyat yang dilakukan menurut Undang-Undang Dasar atau constitutional democracy
yang diimbangi dengan penegasan bahwa negara Indonesia adalah negara hukum yang
berkedaulatan rakyat atau demokratis (democratische
rechtsstaat).
2.5.1 Pengertian Rule Of law menurut
para ahli
a. Menurut Philipus
M.Hadjon, ialah bahwa negara hukum yang menurut istilah
bahasa Belanda adalah “rechtsstaat” ini lahir dari suatu perjuangan menentang
suatu absolutisme, ialah dari kekuasaan raja yang semena-mena untuk dapat
mewujudkan negara yang didasarkan pada suatu peraturan perundang-undangan. Oleh
sebab itu didalam proses perkembangannya “rechtsstaat” ini lebih memiliki ciri
yang revolusioner.
b. Menurut
Friederich J.Stahl, Ada 4 unsur pokok untuk berdirinya satu rechstaat,
ialah sebagai berikut:
- Hak-hak manusia
- Pemisahan atau pembagian
kekuasaan untuk menjamin hak-hak itu
- Pemerintahan
berdasarkan peraturan-peraturan
- Peradilan administrasi
dalam perselisihan
c. (Fried Man, 1959) menggemukakan Rule
of law adalah doktrin dengan semangat dan juga idealisme keadilan yang tinggi.
Rule of law dibedakan
antara :
1.
Pengertian hakiki (ideological sense) ialah erat hubungannya
dengan menegakkan rule of law sebab menyangkut dengan ukuran-ukuran tentang
hukum yang baik dan buruk.
2.
Pengertian formal (in the formal sence) ialah “organized
public power” atau juga suatu kekuasaan umum yang terorganisasikan,
contohnya suatu Negara
d. Menurut (Sunarjati Hartono, 1982) Tetapi
diakui bahwa sulit untuk dapat memberikan pengertian Rule of law, Namun pada
intinya tetap sama, bahwa Rule of law ialah harus menjamin apa yang diperoleh
masyarakat ataupun bangsa yang bersangkutan dipandang sebagai keadilan,
khususnya pada keadilan sosial .
2.5.2 Prinsip – prinsip
rule of law
· Prinsip-prinsip secara formal (in the formal sense) Rule Of Law
tertera dalam UUD 1945 dan pasal-pasal UUD
negara RI tahun 1945. Inti dari Rule Of Law adalah jaminan adanya keadilan bagi
masyarakatnya, khususnya keadilan sosial. Prinsip-prinsip Rule of Law Secara
Formal (UUD 1945)
1. Negara Indonesia adalah negara hukum
(pasal 1: 3)
2. Segala warga negara bersamaan
kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan
pemerintahan itu tanpa kecuali (pasal 27:1)
3. Setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan sama di
hadapan hukum (pasal 28 D:1)
4. Setiap orang berhak untuk bekerja
serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja
(pasal 28 D: 2)
· Prinsip
- prinsip Rule of Law secara Materiil/ Hakiki :
a. Berkaitan erat dengan the enforcement of
the Rule of Law
b. Keberhasilan the enforcement of the rule
of law tergantung pada
kepribadian nasional masing-masing bangsa (Sunarjati Hartono,
1982)
c. Rule of law mempunyai akar sosial dan
akar budaya Eropa (Satdjipto
Rahardjo, 2003)
d. Rule of law juga merupakan suatu
legalisme, aliran pemikiran hukum,
mengandung wawasan sosial, gagasan tentang hubungan antarmanusia,
masyarakat dan negara.
e. Rule of law merupakan suatu legalisme
liberal (Satdjipto Rahardjo, 2003).
2.6 Hubungan HAM dan Rule Of Law
Dapat dipastikan sebagian besar orang akan
menyatakan bahwa negara hukum atau rule of law berkaitan erat dengan hak
asasi manusia dalam artian positif. Yaitu bahwa tegaknya rule of law akan
berdampak positif pada pelaksanaan hak asasi manusia.
Randall P. Peerenboom menyimpulkan
bahwasannya:
a) kaitan
antara rule of law dengan hak asasi manusia adalah kompleks.
b) prinsip-prinsip
rule of law bukanlah menjadi suatu persoalan, tetapi adalah kegagalan
untuk menaati prinsip-prinsip tersebut. Rule of law
bukanlah “obat mujarab” yang dapat mengobati semua masalah.
c) Rule
of law hanyalah satu komponen untuk sebuah masyarakat yang adil. Nilai-nilai
yang ada dalam rule of law dibutuhkan untuk jalan pada nilai-nilai penting
lainnya. Dengan demikian rule of law adalah jalan tetapi bukan“tujuan” itu
sendiri.
d) Rule
of law sangat dekat dengan pembangunan ekonomi.Dan pentingnya
pembangunan ekonomi bagi hak asasi manusia maka dia menyatakan agar gerakan hak
asasi manusia memajukan pembangunan. Di sini sangat penting untuk diingat bahwa
menurut Peerenboom sampai sekarang kita gagal untuk memperlakukan kemiskinan
sebagai pelanggaran atas martabat manusia dan dengan demikian hak ekonomi,
sosial dan budaya tidak diperlakukan sama dalam penegakan hukumnya seperti hak
sipil dan politik.
e) Rule
of law saja tidak akan cukup untuk dapat menjamin pemenuhan hak ekonomi,
sosial dan budaya tanpa adanya perubahan tata ekonomi global
baru dan adanya distribusi sumber alam global yang lebih adil dan seimbang.
Oleh karena itu menurutnya pemenuhan hak ekonomi, sosial dan budaya juga
memerlukan perubahan yang mendasar pada tata ekonomi dunia.
f) kemajuan
hak asasi manusia yang signifikan hanya dapat tercapai dalam demokrasi
yang consolidated, sementara demokrasi yang prematur mengandung bahaya
yang justru melemahkan rule of law dan hak asasi manusia terutama pada negara
yang kemudian terjadi kekacauan sosial (social chaos) atau pun perang sipil
(civil war).
g) Rule
of law membutuhkan stabilitas politik, dan negara yang mempunyai kemampuan
untuk membentuk dan menjalankan sistem hukum yang fungsional. Stabilitas
politik saja tidak cukup. Dalam hal ini dibutuhkan hakim yang kompeten dan
peradilan yang bebas dari korupsi.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
Pada intinya Peerenboom menyatakan bahwa walaupun rule of law bukanlah obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
BAB III
PENUTUP
3.1
SIMPULAN
Pengertian HAM dan Rule Of Law
Hak
Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak yang telah dimiliki seseorang
secara bebas dalam kadarnya, karena HAM merupakan salah satu karunia ALLAH swt
yang dilimpahkan pada semua manusia sebelum kelahirannya. Sedangkan Rule
of law merupakan konsep tentang common
law ( hukum yang membentuk bagian utama dari hukum-hukum dibanyak
negara, terutama di negara-negara yang merupakan bekas koloni atau
wilayah dari Britania ),
di mana segenap lapisan masyarakat dan negara beserta seluruh kelembagaannya
menjunjung tinggi supermasi hukum yang dibangun di atas prinsip keadilan dan
egalitarian.
Penjabaran HAM dalam
Undang-Undang
• Pembukaan
UUD 1945 (alinea I & III) pasal-pasalnya (Pasal 28 A-J) yang disahkan pada
tanggal 18 Agustus 1945
• Deklarasi
Hak-hak Asasi Manusia PBB pada tahun 1948 terdiri dari 30 pasal
• UU
No. 39 tahun 1999 terdiri atas 105 pasal
Kasus-kasus pelanggaran HAM
yang terjadi di Indonesia
Kasus-kasus pelanggaran HAM
yang pernah terjadi di Indonesia seperti Kasus Pembunuhan Munir pada September
2004, Penembakan Mahasiswa Trisakti (Tragedi Trisakti) pada tahun
1997 dan masih banyak kasus-kasus yang lainnya baik itu termasuk kasus
pelanggaran HAM berat maupun kasus Pelanggaran HAM ringan.
Perkembangan perlindungan HAM
di Indonesia
Pasca era reformasi, era
ketika persoalan demokratisasi dan hak asasi manusia menjadi topik utama. Di
era reformasi ini telah banyak lahir produk peraturan perundangan tentang hak
asasi manusia. Dan guna untuk melindungi HAM dibentuklah beberapa lembaga perlindungan
HAM. Lembaga perlindungan tersebut, meliputi KOMNAS HAM, Pengadilan HAM, Komisi
Nasional Perlindungan Anak (KNPA), Komisi
Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan, dan masih banyak lagi lembaga
perlindungan yang dibuat, baik yang dibuat
oleh pemerintah maupun masyarakat itu sendiri.
Hubungan
antara HAM dan Rule Of Law
Dalam
pelaksanaannya Rule of law sangat terikat dengan Hak Asasi Manusia (HAM)
seperti yang dikemukakan oleh Peerenboom bahwa Rule of law bukanlah
obat mujarab bagi terpenuhinya hak asasi manusia, namun demikian, adalah benar
pelaksanaan rule of law akan menyebakan kemajuan kulitas hidup dan pada
akhirnya terpenuhinya hak asasi manusia.
3.2
SARAN
Sebagai
warga negara yang baik sudah sepatutnya kita menjunjung tinggi Hak Asasi Manusia
(HAM), guna meminimalisir seseorang tidak mendapatkan HAM. Dengan kita
menegakkan HAM, dalam arti lain kita sudah menjunjung asas negara hukum
(keterlibatan kita dalam menjunjung tinggi asas Rule of law) dengan kadar
sederhana, guna dapat ikut serta mensejahterakan negara kita
bersamaan dengan memegang erat asas Hak Asasi Manusia (HAM) dan Rule of
law berupaya untuk menjamin keadilan dalam segala bidang, terutama dalam bidang
sosial .
No comments:
Post a Comment