Pages

Monday, August 19, 2019

MAKALAH KEKUASAAN BIROKRASI PEMERINTAH


BAB 1

1.1. Latar Belakang

Kekuasaan selalu berada disekitar kehidupan kita. Kekuasaan berada diposisi seseorang yang ada ditingkat hierarki atas. Di rumah ada pada posisi orangtua, dimasyarakat ada pada orang yang dituakan, di birokrasi pemerintah ada pada jabatan kepala, dan lain sebagainya. Mills menyebutnya pemegang kekuasaan itu elite. Kekuasaan elite ini diterima oleh orang yang posisinya mmapu menunjukkan kelebihan dari kebiasaan-kebiasaan orang  lain. Elite ini berada pada kedudukan yang bisa membuat keputusan dan bertanggungjawab atas keputusannya itu. Apakah elite itu membuat atau tidak membuat keputusan itu tidak penting dibandingkan dengan posisi kedudukannya yang sangat penting. Kegagalannya dalam bertindak dan dalam membuat keputusan merupakan suatu akibat yang mempunyai tanggungjawab yang besar dalam posisi elite tersebut. Bagi elite seperti itu merupakan posisi yang memegang kendali tertinggi dalam hierarki suatu organisasi modern. Elite merupakan manusia pilihan dari kelompoknya. Pilihan akrena elite mempunyai kelebihan dibandingkan dari orang-orang dikelompoknya. Elite semacam ini ada dan berada dimana-mana, dalam organisasi besar maupun kecil. Elite bisa berupa dalam posisi pemimpin.

1.2. Rumusan Masalah
1)      Apa yang dimaksud dengan pengaruh dan kekuasaan?
2)      Apa yang dimaksud dengan sumber kekuasaan dari kedudukan jabatan?
3)      Apa yang dimaksud dengan sumber kekuasaan dari kedudukan personal?

1.3. Tujuan Penulisan
1)      Untuk memenuhi tugas mata kuliah Birokrasi
2)      Memaparkan materi mengenai kekuasaan birokrasi pemerintah
1.4. Manfaat Penulisan
1)      Menambah pengetahuan pembaca mengenai kekuasaan birokrasi pemerintah
2)      Sebagai sumber referensi.
3)      Menambah wawasan bagi para pembaca.


























BAB II
ISI

2.1  Pengaruh dan kekuasaan
Pengaruh umumnya diterjemahkan dari influence, dan kekuasaan diterjemahkan dari power. Kedua istilah ini menurut Gary Yukl terdapat lebih banyak perbedaan konsep ketimbang hal-hal lain tentang kepemimpinan. Pengaruh, kekuasaan, dan otoritas telah banyak digunakan dengan cara penjelasan yang berbeda-beda oleh banyak penulis. Seringkan istilah ini digunakan untuk menilai interpretasi yang berbeda, dan digunakan untuk mempertimbangkan keberhasilan suatu pengaruh itu dievaluasi.
Pengaruh (influence) merupakan suatu kata yang setiap orang kelihatannya memahami secara intuitif. Secara umum, pengaruh dapat diartikan sebagai suatu akibat dari suatu agen ke agen (target) yang lain. Namun demikian, pemahaman seperti inipun belum mencukupi, karena jika dilihat dari pengamatan yang lebih dekat menunjukkan adanya ambiguitas dan kompleksitas biarpun belum mecukupi, karena jika dilihat dari pengamatan yang lebih dekat menunjukkan adanya ambiguitas dan kompleksitas biarpun dalam kasus yang lebih sederhana. Dalam proses suatu agen berakibat kepada target bisa saja dilakukan dalam berbagai bentuk dan cara. Pengaruh mungkin bisa terjadi atas manusia, benda, atau peristiwa. Bagi kejadian pengaruh yang menimpa atas manusia, maka pengaruh bisa berujud sikap, perilaku, persepsi, atau kombinasi dari hal-hal tersebut. Konsekuensi bagi pengaruh agen bisa terjadi seperti yang diinginkan oleh agen atau bisa juga tidak seperti yang diinginkan oleh agen.
Suatu pemerintahan tanpa kekuasaan yang melekat pada dirinya bukan pemerintahan yang rasional, karena pemerintahan seperti itu tidak berdaya untuk mengatur, menata, dan mengarahkan rakyatnya mau dibawa ke mana. Kekuasaan merupakan kelengkapan yang membuat pemerintah berwibawa di hadapan rakyatnya. Kekuasaan sebenarnya bukan hanya milik pemerintahan saja, melainkan kekuasaan itu juga menghinggapi kehidupan seseorang sepanjang hidupnya. Kekuasaan hinggap pula pada sebuah keluarga, pada setiap jenis pekerjaan, pada jenis lingkungan hidup yang cenderung mengatur, memaksa, menata, dan mangarahkan tanpa mereka sadari dan pahami. Dalam kehidupan manusia tanpa  disengaja ataupun tidak mereka terlibat dalam lingkaran kekuasaan pada jenis dan kadar yang berbeda satu sama lain. Kekuasaan pada di sekitar kehidupan manusia. Manusia hidup bebas, akan tetapi manusia terikat oleh kekuasaan yang hidup bersama kehidupan manusia.
Sumber kekuasaan di dalam suatu organisasi termasuk organisasi pemerintahan terdapat pada banyak sumber.
Sumber kekuasaan
Posisi/Kedudukan (kekuasaan)
: Kewenangan formal

  Kontrol atas sumber dan reward

  Kontrol atas hukuman

  Kontrol atas informasi

  Kontrol atas ekologi
Personal (kekuasaan)
: Keahlian

  Loyalitas/kedekatan

  Karisma
Politik (kekuasaan)
: Kontrol atas proses pembuatan keputusan

  Koalisi

  Kooperasi (kerja sama)

  Kelembagaan

2.2  Sumber Kekuasaan dari Kedudukan Jabatan
Dari tabel diatas, dapat dijelaskan bahwa kekuasaan itu bisa bersumber dari kedudukan atau jabatan seseorang dalam organisasi. Dengan demikian, siapapun orangnya jika mendudukkan jabatan tertinggi dalam suatu organisasi, maka orang tersebut mempunyai kekuasaan atas orang-orang atau sumber-sumber yang berada dibawah kedudukan tersebut. Kekuasaan yang bersumber dari kedudukan ini termasuk didalamnya kewenangan yang legitimate atau sah mengendalikan atas semua sumber termasuk budget, personalia, sarana prasarana, informasi, hukuman atau sanksi, dan mengendalikan ekologi yang berada didalam organisasi yang ia pimpin.
Supaya lebih bisa dipahami efektivitas dari seorang pemimpin atau pejabat birokrasi pemerintah dalam kaitannya dalam kekuasaan, maka sangat perlu mempertimbangkan beberapa tipe tata hubungan kekuasaan (power relationship). Tipe-tipe hubungan kekuasaan itu ada yang berupa hubungan kekuasaan top-down atau downward power antara atasan dan bawahan, ada juga yang bersifat bottom-up, atau upward power antara kekuasaan yang ada pada subordinat (bawahan) ke atasan, ada juga yang berbentuk lateral power yakni hubungan kekuasaan antara pemimpin dan orang-orang dalam organisasinya. Dari tipe-tipe kekuasaan itu ada kesamaan sumbernya tetapi ada juga perbedaannya tergantung pada tipe dan pola hubungannya.
Kekuasaan itu bermula dari kewenangan resmi (formal authority), yang kadang-kadang juga sering disebut legitimate power (French, dan Raven, 1959). Kewenangan atau otoritas diasarkan atas persepsi atas hak-hak prerogatif, obligasi dan pertanggungjawaban yang dikaitkan dengan posisi khusus didalam suatu organisasi atau didalam sistem sosial. Kewenangan termasuk didalamnya hak yang melekat pada kedudukan seseorang yang mempengaruhi aspek-aspek tertentu dari perilaku orang lain. pemegang posisi mempunyai hak untuk membuat permintaan, instruksi atau perintah, sedangkan orang lain dalam organisasi sebagai target instruksi mempunyai kewajiban untuk mematuhinya. Sebagai contoh: Seorang pejabat birokrasi pemerintah mempunyai hak yang legitimate membuat tata tertib dalam bekerja, atau memberikan pengarahan langsung yang berpengaruh terhadap perilaku bawahannya. Sebaliknya bawahan juga mempunyai hak yang legitimate untuk meminta informasi dan bantuan fasilitas dari atasannya kepada orang-orang yang mempunyai hubungan lateral. Kewenangan juga melibatkan hak seseorang untuk melakukan kontrol atas sesuatu hal seperti diatas disinggung tentang sumber-sumber lainnya. Dan kontrol ini juga merupakan sumber dari kekuasaan.
Dorongan atau motivasi untuk menaati peraturan yang resmi atau legitimate dan menaati perintah ialah kemungkinan karena didasarkan atas nilai internal seperti taat pada figur kewenangan, loyalitas kepada organisasi, taat pada hukum, referensi pada tradisi, atau suatu kondisi yang memang dibutuhkan oleh organisasi untuk taat bagi semua karyawan. Karyawan menyetujui untuk taat pada aturan yang ditetapkan oleh atasannya karena merupakan keuntungan bagi mereka (March dan Simon, 1958). Kondisi karyawan diatur secara resmi dalam suatu organisasi untuk taat dan loyal didasarkan atas kontrak yang disepakati atas kesepahaman bersama (mutual understanding). Kontak sosial ini secara implisit juga merupakan dasar atau sumber yang utama dari authority.
Otoritas sangat diperlukan bagi suatu organisasi yang besar seperti pemerintah untuk melaksanakan fungsi-fungsinya secara lembut dan efektif. Pola dari peran spesialisasi yang komplek dan peran hubungan interdependensi dalam organisasi yang besar menjadi sangat penting bagi setiap orang untuk memenuhi ekspektasinya. Pemenuhan ekspektasinya itu dilakukan dalam sikap perbuatan yang reliable termasuk sikap menerima tugas yang tidak menyenangkan dan peran yang tidak populer (Katz dan Kahn, 1978).
Penjelasan sumber kekuasaan dari posisi ini, di dalam birokrasi pemerintah diperlakukan sangat kental sekali.Setiap orang siapapun orangnya terutama dalam kaitannya dengan yang berasal dari kekuatan partai politik, kompeten atau tidak, ahli atau tidak, dia adalah penguasa yang mempunyai hak dan kewajiban untuk mengatur organisasinya. Hubungan antara pimpinan politik itu dan kelompok jabatan karier yang mempunyai kelebihan kompetensi, pengalaman dan keahlian dibandingkan dengan posisi pimpinan politik tersebut terjadi hubungan pemegang kekuasaan dengan bawahannya. Hal ini membuat tatahubunga birokrasi yang tidak halus dan efektif seperti yang dikatakan Katz dan Kahn tersebut. Penelitian Dr.Azhari, 2009 dengan membandingkan hubungan politik di Sulawesi Tenggara dengan di Sabah Malaysia menyatakan bahwa pada umumnya jabatan birokrasi publik di Sabah khususnya dan Malaysia umumnya tidak bisa diintervensi oleh kekuasaan politik. Sementasa di Sulawesi Tenggara pimpinan politik seperti kepala daerah sangat mudah membawahi dan mengintervensi jabatan birokrasi karier. Demikian pula penelitian Dr. Sjahrazad Masdar, 2008 yang dilakukan di dua daerah yang berkarakter hampir bertolak belakang di kota Surabaya yang modern dan kabupaten Situbondo yang masih relatif tradisional fenomena intervensi politik ternyata sama-sama mewarnai proses promosi dan depormosi sekretaris daerah di wilayah tersebut. Keberadaan struktur dan prosedur formla yang seharusnya dijadikan sistem yang harus diikuti dalam prosedur promosi dan depromosi jabatan karier ternyata pada tataran empiris kerap di bypass oleh kepentingan politik dari pemegang posisi penguasa.
Itulah sebabnya karena kepala daerah dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik belum pernah ada aturan yang menetapkan bahwa kepala daerah itu tidak boleh ada sambungan hubungan politik dengan partai politik yang mengusungnya. Selain itu, sumber kekuasaan dalam tata administrasi pemerintahan kita masih mengutamakan pada posisi pimpinan, maka kelaziman penguasa itu sangat menentukan jalannya administrasi pemerintahan. Dengan demikian, selama belum ada aturan bahwa begitu kepala daerah menjadi pejabat pemerintah/negara harus lepas dengan partai politiknya, dan sumber kekuasaan tidak semata-mata pada posisi pimpinan, maka sulit dihindari manajemen kekuasaan dijalankan secara manusiawi, lembut, dan efektif.
Hubungan partai politik melalui pejabat politik dalam pemerintahan baik pusat maupun daerah belum diatur dengan tuntas. Jabatan karier yang dijabat oleh PNS bisa saja sewaktu-waktu dapat digeser, dicopot, dipindah, dan di non job oleh pejabat politik yang tidak menyukainya. Alasan politiknya karena tidak mendukung dirinya sebagai calon kepala daerah sewaktu kampanye. Kepala daerah mempunyai hak untuk mengatur tata administrasi pemerintahannya seperti itu, karena mereka adalah pengusaha atau pimpinan daerah. Gary Yukl (Leadership in Organization, 1981) yan dikutip diatas, menyatakan bahwa kekuasaan (poliitical power) yang ada ditangan kepala daerah seperti itu berhak mengatur organisasinya termasuk membina, memecat, memindahkan, mengganti, dan non job – kan pegawai bawahannya.
Di negara yang sudah lebih maju dalam sistem demokrasi pemerintahannya memisahkan jabatan politik (kita mengguakan jabatan negara) dengan asal partai politiknya. Jika perdana menteri berasal dari partai politik, maka ketika telah menjabat perdana menteri tidak ada lagi hubungannya dengan partai politik yang mengusungnya. Hubungan natara pejabat negara tersebut dan tatanan birokrasi pemerintah yang dijabat oleh seorang permanent secretay (sekjen dikementerian kita) tidak ada lagi political building block dalam sistem administrasi pemerintahannya dan bisa melahirkan pemerintahan yang stabil.
Dibawah ini akan dipaparkan contoh kasus kekuasaan bersumber kedudukan yang dikutip dalam buku Miftah Thoha (2016):
SBY Sentil Kepala Daerah

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menginstruksikan kepada para jajaran pemerintah untuk patuh kepada kebijakan pemerintah. Permintaan ini terkait sejumlah kepala daerah yang ikut berdemonstrasi menolak rencana kenaikan bahan bakar minyak (BBM).
“Saya berharap, saudara semua ttap setia dan patuh terhadap kebijakan pemerintah sesuai dengan UUD dan UU yang berlaku”, katanya saat memberikan keterangan di Istana Negara, Sabtu (31/3 malam). Termasuk gubenur, bupati, dan wali kota. Ia mengingatkan sumpah dan etika jabatan yang pernah mereka ucapkan ketika diangkat sebagai kepala daerah.
Ia mengingatkan saat Indonesia berada dalam perekonomian yang baik, para kepala daerah menghadapi bersama. Ia pun meminta hal yang sama ketika perekonomian Indonesia tidak berada dalam posisi tersebut. “Di berbagai waktu lalu saat menghadapi krisis ekonomi kita dapat tumbuh baik. Karena itu seberat apapun ekonomi yang kita hadapi kita bisa hadapi bersama-sama” katanya.
Selama beberapa pekan terakhir aksi demonstrasi dibeebrapa tempat di Indonesia tidak hanya dilakukan oleh para mahasiswa. Beberapa hari mereka justru memiliki jbatan di pemerintahan. Contohnya, Wakil Wali Kota Solo dan Wakil Wali Kota Surabaya serta beberapa bupati. Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi pun sempat mengancam dan memperingatkan para kepala daerah untuk tidak ikut demonstrasi. Karena dianggap melanggar sumpah jabatan. “Kalau menolak usulan pemerintah pusat untuk menaikkan harga BBM, jangan gunakan atribut pemerintah”, ujar Gamawan. Gamawan menerangkan, selain tidak memenuhi unsur kepatutan, juga para kepala daerah tersebut dinilai melanggar etika pemerintahan. Menurut dia daerah adalah subsistem dari penyelenggaraan pemerintah pusat.sehingga kebijakan daerah itu tidak bisa bertolak belakang dengan pusat.
Gamawan mengatakan, jika kepala daerah tidak setuju dengan kenaikan BBM, lebih bak menyuarakan aspirasi secara pribadi, bukan malah sampai memimpin aksi unjuk rasa”. Karena, jika sudah menjadi bupati/walikota atau gubernur, dia merupakan bagian dari sistem” (Dikutip dari harian Pagi Republika, Senin tanggal 2 April 2012, hlm.9). Inilah politik kekuasaan yang dilakukan dalam birokrasi pemerintahan.


2.3  Sumber Kekuasaan dari Personal
Ada beberapa sumber kekuasaan dari personal ini, antara lain :
1)      Expert power
Pada umumnya, sumber utama kekuasaan dari atribut personal ini di dalam organisasi ialah berada pada keahlian terutama didalam melaksanakan tugas yang paling penting dan memecahkan persoalan. Bentuk kekuasaan ini disebut expert power (french dan Raven, 1959). Keahlian merupakan sumber kekuasaan bagi seseorang jika orang lain sangat tergantung pada keahlian orang itu untuk memberikan saran, nasihat, atau bantuan yang dibutuhkan. Semakin besar masalah dan tugas penting menjadi target seseorang, maka semakin besar pula kekuasaan yang berada pada tangan seseorang yang memiliki keahlian tersebut. Ketergantungan akan menjadi besar jika target seseorang kurang relevansi keahliannya dan tidak mudah bisa diperoleh dari kualitas orang lain selain yang ahli tersebut (patrchen, 1974; Hickson,Hinings, Lee, Schneck dan Pennings, 1971).
Selain itu, target pun harus memahami bahwa ahli tersebut menjadi pemimpin nya sebagai sumber informasi dan tempat meminta petunjuk dan nasihat. Kadang kala kesetiaan seseorang yang menjadi target dalam kekuasaan keahlian ini sangat kuat untuk meminta kesediannya untuk mematuhi tampa penjelasan dan pengarahan perilaku sebelumnya.
Kesimpulannya memahami keahlian seseorang pemimpin ialah lebih penting dari kenyataannya, dan seorang ahli sebagi sumber kekuasaan tersebut haruslah senantiasa menjaga kepercayaan dan berprilaku sesuai dengan keahliannya setiap saat. Namun jika sewaktu waktu diperlukan pembuktian melalui test keahlian, maka hasilnya haruslah membuktikan akurasinya.
Kepemimpinan berlandasan pertemanan ini dalam peraktika political power sangat menonjol pada akhir akhir ini. Seseorang bisa meningkat prestasi karis politiknya karena pertemanan, loyalitas kolusi, dan persehabatan dalam tim kampanye calon pemimpin politik. Dalam birokrasi pemerintahan hubungan pertemanan ini sangat dikecam karena cendrung berbuat korup, dan tidak independen.
2)      Referent power
Selain keahlian sumber kekuasaan personal ini bisa berupa pertemanan dan royalitas. Bentuk kekuasaan seperti ini sering kali disebut referent power( french dan reven, 1959). Seseorang merasa mempunyai hubungan akrab dalam pertemanan atau adanya setia kawan dan loyaritas seseorang umumnya bersedia menjadi pendukung istimewa nya bagi seseorang. Lebih dari itu, perilaku orang lalu menjadi intim dan lebih dekat dengan seseorang yang dikagumi dan cendrung mengembangkan kesamaan sikap dan perilaku dengan orang tersebut.
Referent power seorang pemimpin atas subordinasinya tergantung pada kesetiaan kawan pertemanan dan loyaritas yang dilakukan secara perlahan dalam periode yang cukup lama. Referent power dari seorang pemimpin akan meningkat jika pemimpin menunjukan sikap hubungan pertemanan dan senantiasa bersikap penuh perhatian, menunjukan kepercayaan dan penghargaan (trust and respect), dan memperlakukan orang orang secara adil dan terbuka. Sebaliknya referent power akan bisa sirna jika pemimpin bersikap angkuh, arogan, sering menolak, dan tak bersahabat. Lebih dari itu referent power tidak tampak lagi, sangat tergantung pada sikapnya dari pada kata-katanya, dan pemimpin yang berusaha bersikap friendly akan tetapi sering mmanipulasi dan mengekploitasi bawahannya akan kehilangan referent power.
3)      Karisma
Tidaklah jelas sampai sekarang apakah karisma ini merupakan suatu hal yang bisa dipertimbangkan sebagai pariasi dari referent power atau sebagi bentuk sumber kekuasaan yang lain. Pengikut mengenal pemimpin yang karismatik ini dari pengalaman dan daya tarik seorang pemimpin yang bersikap emosional. Proses identifikasinya pada umumnya sangat cepat dan sangat intens dibandingkan dengan kekuasaan yang bersumber dari pertemanan yang tidak karismatik. Atribut pemimpin karismatik tidak bisa dipahami, tetapi ia tampak dalam sikap pemimpin yang dramatis, pencitraan, pidato yang persuasif, gaya yang flamboyant, antusiasme yang kuat, dan sikap meyakinkan yang hebat. Bersamaan dengan kualifikasi sikap sikap seperti itu, kadangkala pemimpin karismatik berpenampilan misterius, dipercaya pengikutnya untuk mencapai “victory”, “succes” atau suatu “better world” (tata dunia yang lebih baik). Pemimpin karismatik mempunyai pandangan untuk membangkitkan harapan, kebutuhan, cita-cita, dan niali para pengikutnya supaya mampu menciptakan suatu visi dan mendoraong komitmen kepada kebijakan dan strategi pemimpin. Visi pemimpin dikomunikasikan dengan simbul, mitos, ritual, dan even yang mempesona. Daya tarik pemimpin yang karismatik sekarang sudah mulai berkurang bersamaan dengan semakin maju nya tingkat pendidikan seseorang dan perkembangan teknologi yang semakin meningkat modernisasi.

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Birokrasi pemerintah merupakan garis terdepan yang berhubungan dengan pemberian umum terhadap masyarakat. Oleh karena itu, birokrasi pemerintah harus bersikap netral baik dari sisi politik yaitu bukan merupakan kekuasaan politik maupun dari kekuasaan administrative. Birokrasi pemerintahan diharapkan tidak akan memihak pada kelompok tertentu dengan tujuan agar pelayanan umum yang dilakukan oleh pemerintah bisa diberikan kepada seluruh masyarakat, tanpa membedakan aliran atau partai politik yang diikuti anggota masyarakat tertentu.
Suatu pemerintahan tanpa kekuasaan yang melekat pada dirinya bukan pemerintahan yang rasional, karena pemerintahan seperti itu tidak berdaya untuk mengatur, menata, dan mengarahkan rakyatnya mau dibawa ke mana. Kekuasaan merupakan kelengkapan yang membuat pemerintah berwibawa di hadapan rakyatnya. Kekuasaan sebenarnya bukan hanya milik pemerintahan saja, melainkan kekuasaan itu juga menghinggapi kehidupan seseorang sepanjang hidupnya

3.2 Saran
Untuk membangun bangsa yang bermartabat, harus dilakukan bersama oleh pemerintah dan masyarakat dalam menciptakan pemerintah yang lebih baik dari able government ke better government dan trust government  tanpa adanya penyelewengan kekuasaan yang dilakukan oleh pihak manapun. Selain itu, diharapkan masyarakat dapat lebih parsitipatif dalam pelaksanaan birokrasi pemerintahan, prinsip-prinsip good governance, pelayanan publik, penyelenggaraan dan pembangunan yang baik, bersih, dan berwibawa, serta pencegahan dan percepatan pemberantasan korupsi. Sehingga cita-cita bangsa Indonesia dapat terwujud dengan adanya kerjasama yang baik antar pemerintah dengan masyarakat.



























DAFTAR PUSTAKA

Thoha, Miftah. 2016. Birokrasi dan Dinamika Kekuasaan. Jakarta: Prenadamedia Group.
Thoha, Miftah. 2011. Birokrasi dan Politik di Indonesia. Jakarta: Rajawali Pers
Rodee, Cariton Clymer,dkk. 2013. Pengantar Ilmu Politik. Jakarta: Rajawali Pers
Soekanto, Soerjono & Budi Sulistyowati. 2013. Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajagrafindo Persada



No comments:

Post a Comment