Pages

Monday, August 19, 2019

RANGKUMAN FILSAFAT


A.    PENGERTIAN FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
1.      Penegertian Filsafat
Kata “filsafat” dalam bahasa indonesia memiliki padanan kata phiilasopia (Latin), philosoppy (Inggris), philosophic (Jerman,Belanda,Prancis), falsafah (Arab). Semua istilah itu bersumber pada istilah bahasa Yunani philosophia. Istilah tersebut dari philein yang berarti “mencintai”, sedangkan philos yang berarti “teman, kawan, sahabat”. Selanjutnya istilah shopos yang berarti “bijaksana”, sedangkan shopia yang berarti  “kebijaksanaan”.
      Ada dua arti secara etistimologis dari filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philein dan shopos, maka artinya mencintai hal-hal yang bersipat bijaksana (bijaksan dimaksudkan sebagai kata sifat). Kedua, apabila fisafat mengacu pada asal kata philos dan shopi, maka artinya adalah teman/kawan/sahabat kebijaksanaan (kebijaksanaan dimaksudkan sebagai kata benda).
“Filsafat” yang dijabarkan dari perkataan “pilosophia” dari bahasa Yunani tersebut berarti: “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Menurut tradisi, Pythagoras dan Sokrateslahyang pertama-tama menyabut diri sebagai “pilosophos”, yaitu sebagai protes terhadap kaum “sopishi”, kaum terpelajar pada waktu itu yang menanamkan dirinya”bijaksana”, padahal kebijaksanaan mereka itu hanya sama saja.
Sebagai protes terhadap kesombongan mereka, maka Sokrates lebihh suka menyebut diri “pencinta kebijaksanaan”, artinya orang yang ingin mempunyai pengetahuan yang luhur (Sophia) itu. Mengingat keluhuran yang dikejarnya itu, maka ia tidak mau berkata bahwa ia telah mempunyai, telah memiliki atau menguasainya.
Namun ini sudah semestinya, sebab dalam filsafat orang tidak pernah akan dapat mrngatkan sebagai belajar, karna luas dan dalamn itu. Mengingat keluhuran yang dikejarnya itu, maka ia tidak mau berkata bahwa ia telah mempunyai, telah memiliki atau menguasainya.
Namun ini sudah semestinya, sebab dalam filsafat orang tidak pernah akan dapat mrngatkan sebagai belajar, karna luas dan dalamnnya filsafat itu orang tidak akan mengusainnya dengan sempurna.
Selama manusia hidup dalam dunia ini, harus berusaha untuk mengejarnya. Lebih baik dikatakan bahwa orang ingin menguasainya, dengan menyebut diri “filsuf” saja.
Dilihat dari pengertian praktisnya, filsafat berabrti alam piikiran atau alam berpikir. Berflsap artinya berpikir. Namun, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa: semua manusia adalah filsuf. Semboyan ini bernar juga, sebab semua menusia berpikir. Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia yang berpikiran filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang akan memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sunggih-sungguh yang mendalam.
Tegasnya filsfat adalah hasil akal seseorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Mohamad Hatta mengemukakan pengartian apa filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu. Nanti, bila orang telah banyak membaca tau mempelajari filsfat, orang itu akan mengerti sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya. Lengeveld juga berpendapat begitunya katanya, setelah orang berfilsafat sendiri, berulah ia akan maklum apa filsafat itu dan makin dalam ia berfilsafat, akan makin mengerti ia apa filsafat itu.
Poedjawijarna menyatakan bahwa kata filsafat berasal dari bahasa Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani, bahkan asalnya memang drai kata Yunani kata pilosophia merupakn kata majemuk yang terdiri atas pilo dan Sophia. Pilo artinya cinta dalam arti yang luas, yaitu ingin, dank arena itu lalu berusaha mencapai yang diingan itu: Sophia artinya kebijakan yang artinya pandai. Pengertian yang mendalam. Jadi, menurut namnya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada kebijakan. (Dr. Ahmad Tafsir;4)
2.      Pengertian Filsafat Ilmu
The Liang Gie mendefinisikan filsafat ilmu adalah segenap pemikiran leflektip terhadap persoaaln menegnai segala hal yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi drai kehidupan manusia.
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu sebagia berikut.
a.       Filsafat ilmu dalam arti luas: menanmpung permasalah yang menyangkut hubungan keluar dari kegiatan ilmiah seperti,
1.      Impilasi ontologik metafisik dari cerita dunia yang bersifat ilmiah;
2.      Tata susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu;
3.      Konsikuesi pragmatik-etik penyelanggara ilmu dan sebagainya
b.      Filsafat ilmu dalam arti sempit menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan yang kedalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat pengetahuan ilmiah, dan cara cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan ilmiah.
Untuk mendapat gambaran singkat tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah kiranya dirangkum tiga medan telah tercakup di dalam filsafat ilmu. Ketiganya itu adalah sebagai berikut:
a.       Filsafat ilmu adalah suatu telah di kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu tertentu, terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran tentang system lambing yang digunakan. Telah kritis ini dapat diarahkan untuk mengkaji ilmu empiris dan yang juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi bidang etika dan estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi, dan sebagainya. Dalam hubungan ini yang terutama sekali ditelah adalah ihwal penalaran dan teorinya
b.      Filsafat ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam yang ditunjukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu. (Hartono Kasmadi, dkk, 1990:17-18)
Tempat kedudukan filsafat ilmu ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut:
a.       Sipat pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ini filsafat ilmu berkaitan erat dengan epistimologi yang mempunyai fungsi menyelidiki syarat-syarat penegtahuan manusi dan bentuk-bentuk pengetahuan manusia.
b.      Menyangkut cara-cara mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ini filsafat ilmu berkaitan erat dengan logika dan metodologi. Ini berarti cara-cara mengusahakan pengetahuan ilmiah berkaitan erat dengan susunan logis dan metodologis sera tata urutan berbagai langkah dan unsur yang terdapat dalam kegiatan ilmiah pada umumnya.
3.      Objek Filsafat Ilmu
      Menurut jujun S. Suriasumentri (1986: 2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen yang merupakan tian penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen tersebut adalah ontology,epistimologi,dan aksilogi. Ontology menjelaskan atau untuk menjawab mengenai pertanyaan apa, epistimologi menjelaskan atau menjwab mengenai pertanyaan bagaimana, dan ontology menjelaskan atau menjawab mengenai untuk apa?.
B.     ONTOLOGI
1.      Pengertian Ontologi
      Ontologi merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikatsesuatu yang ada. Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yitu taonta berarti “yang berada”, dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada.
      Ontologi merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan dibidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama kenyataan yang berupa materi (kebendaan), dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
      Pembicaraan tentanng hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada yakin realitas, realita adalah ketelitian, rill artinya kenyataan yang sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
2.      Objek Kajian Ontologi
Objek telahan ontologi adalah yang ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika da nada sesudah kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, pencipta dan pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tartan studi filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks fulsafat ilmu.
3.      Metode Dalam Ontologi
     Loren bagus memperkenalkan tiga tingakat abstrak dalam ontologi, yaitu abstrak fisik, abstrak bentuk, dan abstrak metafisik. Abstrak fisik menampilkan keseluruhan sifat khas sesuatu objek; abstrak bentuk mendeskripsikan metafisik mengenai prinsip umum yang umum yang menjadi dasar dari semua relitas. Abstraksi yang dijangka oleh ontologi adalah abstraksi metafisik. Metode pembuktian apriori dan pembuktian a pateriori.
C.     EPISTIMOLOGI
1.      Pengertian epistimilog
      Epistimologi sering juga disebut dengan teori  pengetahuan (theory of know ledge). Secara etimologi, istilah epistimologi berasal dari kata yunani episteme yang artinya pengetahuan , dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi, epistimologi dapat didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber, struktur, metode, dan syahnya (valditas) pengetahuan.
     Menerit conny semiawan dkk, (2005:157) epistimologi adalah cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosopis sekitar teori pengetahuan. Epistimologi mempokuskan makna pengetahuan yang dihubungkan dengan konsep, sumber dan kriterian pengetahuan, jenis pengetahuan, dan sebagainya.
     Epistimoligi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan landasan ontology akan dengan sendirinya mengakibtkan perbedaan dalam menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal, budi, pengalaman, atau kombinasi antara akal dan pengealaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud epistimologis, sehingga dikenang dengan adanya model-model epistimologis seperti rasionalisme, epirisme, kritirisme, atau rasionalisme kritis, positvisme, fenomenologis dengan berbagai variasinya.
2.      Persyaratan epistimologi
      Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah apabila pengetahuan itu dan cara memperolehnya telah memenuhin syarat terentu. Apabila syarat-syarat itu belum terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat digolongkan kedalam pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun ilmu termasuk filsafat. Dalam kaitan ini tidaklah tepat untuk spontan menganggap kadar kebenaran pengetahuan yang bukan pengetahuan ilmiah sebagai lebih rendah, karena berbagai syarat untuk dapat termasuk  pengetahuan ilmiah, yang akan dipaparkan berikut ini, merupakan syarat-syarat terpenting bagi suatu penegtahuan untuk dapat tergolong kedalam ilmu atau pengetahuan ilmiah, syarat-syarat itu adalah dasar pembenaran, sipat sistematis, dan sifat intersubjektif.
            Ilmu harus memiliki dasar pembenaran, bersifat sistematis dan sistemikbersifat intersubjektif. Ketiga ciri tersebut saling terkait dan merupakan persyaratan bagi pengetahuan untuk disebut pengetahuan ilmiah ataau ilmu pengetahuan. Persyaratan tersebut menurut Conny R Seniawan (2005,99) adalah sebagai berikut:
a.    Dasar pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan derajat kepastian sebesar mungkin. Persyaratan harus dirasakan atas pemhaman apriori yang juaga didasarkan atas hasil kajian empiris.
b.   Semantik dan sistematis masing-masing menujuk pada sususan pengetahuan yang didasarkan pada penyelidikan (research) ilmiah yang keterhubungannya merupakan suatu kebulatan mealuli komparasi dan generalisasi secara teratur.
       Istilah intersubjektipitas lebih ekplisit menunjukan bahwa pengetahuan yang telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan dan kebenarannya
D.    AKSIOLOGI
1.   Pengertian aksiologi
          Istilah aksiologi berasal dari perkataan axsios (Yunani) yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi adalah “teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahn etika dan estetika.
Aksiologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai,yang umumnya ditinjau dari sudut pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus kita perhatikan didalam menerapkan ilmu kedalam praktis.
2.   Objek aksiologi
          Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai nilai termasuk nilai-nilaitinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama, nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini juga mengandung pengertian lebih luas daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf  tinggi).
3.   Etika
          Conny R. Semiawan (2005, 158) menjelaskan tentang etika itu sebagai: “the study of nature of morality and judgement”, kajian tentang hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai). Selanjutnya Semiawan menerangkan bahwaetika sebagai prinsip atau standar perilaku manusia, yang kadang-kadang disebut dengan “moral”. Kegiatan menilai (act of judgement)telah dibangun berdasarkan toleransi atau ketidakpastian. Bahwa tidak ada kejadian yang dapat dijelaskan secara pasti dengan  zero tolerance. Terdapat spesifkasi tentang toleransi yang dapat dicapai. Di alam ilmu yang berkembang langkah demi selangkah, pertukaran informasi antarmanusia selalu merupakan permainan tentang toleransi. Ini berlaku dalam ilmu eksakta ataupun bahasa, ilmu  social, religi, ataupun politik, bahkan juga bagi setiap bentuk pikiran yang akan menjadi dogma. Perunahan ilmu dilandaskan oleh prinsip toleransi. Hal ini adalah demikian, karena hasil penelitian dari suatu pengetahuan ilmiah sering tidak sama dengan sifat objektif penelitian atau hasil penelitian pengetahuan ilmiah yang lain, terutama apabila pengetahuan-pengetahuan itu tergolong dalam kelompok kelompok displin ilmu yang berbeda.

No comments:

Post a Comment