A.
PENGERTIAN
FILSAFAT DAN FILSAFAT ILMU
1. Penegertian
Filsafat
Kata “filsafat” dalam bahasa
indonesia memiliki padanan kata phiilasopia
(Latin), philosoppy (Inggris), philosophic (Jerman,Belanda,Prancis),
falsafah (Arab). Semua istilah itu bersumber pada istilah bahasa Yunani philosophia. Istilah tersebut dari philein yang berarti “mencintai”,
sedangkan philos yang berarti “teman,
kawan, sahabat”. Selanjutnya istilah shopos yang berarti “bijaksana”, sedangkan
shopia yang berarti “kebijaksanaan”.
Ada dua
arti secara etistimologis dari filsafat yang sedikit berbeda. Pertama, apabila istilah filsafat
mengacu pada asal kata philein dan shopos, maka artinya mencintai hal-hal
yang bersipat bijaksana (bijaksan dimaksudkan sebagai kata sifat). Kedua,
apabila fisafat mengacu pada asal kata philos
dan shopi, maka artinya adalah
teman/kawan/sahabat kebijaksanaan (kebijaksanaan dimaksudkan sebagai kata benda).
“Filsafat” yang dijabarkan dari
perkataan “pilosophia” dari bahasa
Yunani tersebut berarti: “cinta akan kebijaksanaan” (love of wisdom). Menurut tradisi, Pythagoras dan Sokrateslahyang
pertama-tama menyabut diri sebagai “pilosophos”,
yaitu sebagai protes terhadap kaum “sopishi”,
kaum terpelajar pada waktu itu yang menanamkan dirinya”bijaksana”, padahal
kebijaksanaan mereka itu hanya sama saja.
Sebagai protes terhadap kesombongan
mereka, maka Sokrates lebihh suka menyebut diri “pencinta kebijaksanaan”,
artinya orang yang ingin mempunyai pengetahuan yang luhur (Sophia) itu.
Mengingat keluhuran yang dikejarnya itu, maka ia tidak mau berkata bahwa ia
telah mempunyai, telah memiliki atau menguasainya.
Namun ini sudah semestinya, sebab
dalam filsafat orang tidak pernah akan dapat mrngatkan sebagai belajar, karna
luas dan dalamn itu. Mengingat keluhuran yang dikejarnya itu, maka ia tidak mau
berkata bahwa ia telah mempunyai, telah memiliki atau menguasainya.
Namun ini sudah semestinya, sebab
dalam filsafat orang tidak pernah akan dapat mrngatkan sebagai belajar, karna
luas dan dalamnnya filsafat itu orang tidak akan mengusainnya dengan sempurna.
Selama manusia hidup dalam dunia ini,
harus berusaha untuk mengejarnya. Lebih baik dikatakan bahwa orang ingin
menguasainya, dengan menyebut diri “filsuf” saja.
Dilihat dari pengertian praktisnya,
filsafat berabrti alam piikiran atau alam berpikir. Berflsap artinya berpikir.
Namun, tidak semua berpikir berarti berfilsafat. Berfilsafat adalah berpikir
secara mendalam dan sungguh-sungguh. Sebuah semboyan mengatakan bahwa: semua
manusia adalah filsuf. Semboyan ini bernar juga, sebab semua menusia berpikir.
Akan tetapi, secara umum semboyan itu tidak benar, sebab tidak semua manusia
yang berpikiran filsuf.
Filsuf hanyalah orang yang akan
memikirkan hakikat segala sesuatu dengan sunggih-sungguh yang mendalam.
Tegasnya filsfat adalah hasil akal
seseorang manusia yang mencari dan memikirkan suatu kebenaran dengan sedalam
dalamnya. Dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang mempelajari dengan
sungguh-sungguh hakikat kebenaran segala sesuatu.
Mohamad Hatta mengemukakan pengartian
apa filsafat itu lebih baik tidak dibicarakan lebih dulu. Nanti, bila orang
telah banyak membaca tau mempelajari filsfat, orang itu akan mengerti
sendirinya apa filsafat itu menurut konotasi filsafat yang ditangkapnya.
Lengeveld juga berpendapat begitunya katanya, setelah orang berfilsafat
sendiri, berulah ia akan maklum apa filsafat itu dan makin dalam ia
berfilsafat, akan makin mengerti ia apa filsafat itu.
Poedjawijarna menyatakan bahwa kata
filsafat berasal dari bahasa Arab yang berhubungan rapat dengan kata Yunani,
bahkan asalnya memang drai kata Yunani kata pilosophia merupakn kata majemuk
yang terdiri atas pilo dan Sophia. Pilo artinya cinta dalam arti yang luas,
yaitu ingin, dank arena itu lalu berusaha mencapai yang diingan itu: Sophia
artinya kebijakan yang artinya pandai. Pengertian yang mendalam. Jadi, menurut
namnya saja filsafat boleh diartikan ingin mencapai pandai, cinta pada
kebijakan. (Dr. Ahmad Tafsir;4)
2. Pengertian
Filsafat Ilmu
The Liang Gie mendefinisikan filsafat
ilmu adalah segenap pemikiran leflektip terhadap persoaaln menegnai segala hal
yang menyangkut landasan ilmu maupun hubungan ilmu dengan segala segi drai
kehidupan manusia.
Filsafat ilmu dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
sebagia berikut.
a. Filsafat
ilmu dalam arti luas: menanmpung permasalah yang menyangkut hubungan keluar
dari kegiatan ilmiah seperti,
1. Impilasi
ontologik metafisik dari cerita dunia yang bersifat ilmiah;
2. Tata
susila yang menjadi pegangan penyelenggara ilmu;
3. Konsikuesi
pragmatik-etik penyelanggara ilmu dan sebagainya
b. Filsafat
ilmu dalam arti sempit menampung permasalahan yang bersangkutan dengan hubungan
yang kedalam yang terdapat di dalam ilmu, yaitu yang menyangkut sifat
pengetahuan ilmiah, dan cara cara mengusahakan serta mencapai pengetahuan
ilmiah.
Untuk mendapat gambaran singkat
tentang pengertian filsafat ilmu dapatlah kiranya dirangkum tiga medan telah
tercakup di dalam filsafat ilmu. Ketiganya itu adalah sebagai berikut:
a. Filsafat
ilmu adalah suatu telah di kritis terhadap metode yang digunakan oleh ilmu
tertentu, terhadap lambang yang digunakan dan terhadap struktur penalaran
tentang system lambing yang digunakan. Telah kritis ini dapat diarahkan untuk
mengkaji ilmu empiris dan yang juga ilmu rasional, juga untuk membahas studi
bidang etika dan estetika, studi kesejarahan, antropologi, geologi, dan
sebagainya. Dalam hubungan ini yang terutama sekali ditelah adalah ihwal
penalaran dan teorinya
b. Filsafat
ilmu adalah studi gabungan yang terdiri atas beberapa studi yang beraneka macam
yang ditunjukan untuk menetapkan batas yang tegas mengenai ilmu tertentu.
(Hartono Kasmadi, dkk, 1990:17-18)
Tempat kedudukan filsafat ilmu
ditentukan oleh dua lapangan penyelidikan filsafat ilmu berikut:
a. Sipat
pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ini filsafat ilmu berkaitan erat dengan
epistimologi yang mempunyai fungsi menyelidiki syarat-syarat penegtahuan manusi
dan bentuk-bentuk pengetahuan manusia.
b.
Menyangkut cara-cara
mengusahakan dan mencapai pengetahuan ilmiah. Dalam bidang ini filsafat ilmu
berkaitan erat dengan logika dan metodologi. Ini berarti cara-cara mengusahakan
pengetahuan ilmiah berkaitan erat dengan susunan logis dan metodologis sera
tata urutan berbagai langkah dan unsur yang terdapat dalam kegiatan ilmiah pada
umumnya.
3.
Objek Filsafat Ilmu
Menurut
jujun S. Suriasumentri (1986: 2) tiap-tiap pengetahuan memiliki tiga komponen
yang merupakan tian penyangga tubuh pengetahuan yang disusunnya. Komponen
tersebut adalah ontology,epistimologi,dan aksilogi. Ontology menjelaskan atau
untuk menjawab mengenai pertanyaan apa, epistimologi menjelaskan atau menjwab
mengenai pertanyaan bagaimana, dan ontology menjelaskan atau menjawab mengenai
untuk apa?.
B.
ONTOLOGI
1.
Pengertian Ontologi
Ontologi
merupakan cabang teori hakikat yang membicarakan hakikatsesuatu yang ada.
Istilah ontologi berasal dari bahasa Yunani, yitu taonta berarti “yang berada”,
dan logos berarti ilmu pengetahuan atau ajaran tentang yang berada.
Ontologi
merupakan salah satu diantara lapangan penyelidikan kefilsafatan yang paling
kuno. Awal mula alam pikiran Yunani telah menunjukan munculnya perenungan
dibidang ontologi. Dalam persoalan ontologi orang menghadapi persoalan
bagaimanakah kita menerangkan hakikat dari segala yang ada ini? Pertama kali
orang dihadapkan pada adanya dua macam kenyataan. Yang pertama kenyataan yang
berupa materi (kebendaan), dan kedua, kenyataan yang berupa rohani (kejiwaan).
Pembicaraan
tentanng hakikat sangatlah luas, yaitu segala yang ada dan yang mungkin ada
yakin realitas, realita adalah ketelitian, rill artinya kenyataan yang
sebenarnya. Jadi, hakikat adalah kenyataan sebenarnya sesuatu, bukan kenyataan
sementara atau keadaan yang menipu, juga bukan kenyataan yang berubah.
2.
Objek Kajian Ontologi
Objek telahan ontologi adalah yang
ada, yaitu ada individu, ada umum, ada terbatas, ada tidak terbatas, ada
universal, ada mutlak, termasuk kosmologi dan metafisika da nada sesudah
kematian maupun sumber segala yang ada, yaitu Tuhan Yang Maha Esa, pencipta dan
pengatur serta penentu alam semesta. Studi tentang yang ada, pada tartan studi
filsafat pada umumnya dilakukan oleh filsafat metafisika. Istilah ontologi
banyak digunakan ketika kita membahas yang ada dalam konteks fulsafat ilmu.
3.
Metode Dalam Ontologi
Loren
bagus memperkenalkan tiga tingakat abstrak dalam ontologi, yaitu abstrak fisik,
abstrak bentuk, dan abstrak metafisik. Abstrak fisik menampilkan keseluruhan
sifat khas sesuatu objek; abstrak bentuk mendeskripsikan metafisik mengenai
prinsip umum yang umum yang menjadi dasar dari semua relitas. Abstraksi yang
dijangka oleh ontologi adalah abstraksi metafisik. Metode pembuktian apriori
dan pembuktian a pateriori.
C. EPISTIMOLOGI
1. Pengertian
epistimilog
Epistimologi sering juga disebut dengan teori pengetahuan (theory of know ledge). Secara
etimologi, istilah epistimologi berasal dari kata yunani episteme yang artinya
pengetahuan , dan logos yang artinya ilmu atau teori. Jadi, epistimologi dapat
didefinisikan sebagai cabang filsafat yang mempelajari asal mula atau sumber,
struktur, metode, dan syahnya (valditas) pengetahuan.
Menerit conny semiawan dkk, (2005:157) epistimologi adalah
cabang filsafat yang menjelaskan tentang masalah-masalah filosopis sekitar
teori pengetahuan. Epistimologi mempokuskan makna pengetahuan yang dihubungkan
dengan konsep, sumber dan kriterian pengetahuan, jenis pengetahuan, dan
sebagainya.
Epistimoligi meliputi sumber, sarana, dan tata cara menggunakan
sarana tersebut untuk mencapai pengetahuan (ilmiah). Perbedaan mengenai pilihan
landasan ontology akan dengan sendirinya mengakibtkan perbedaan dalam
menentukan sarana yang akan kita pilih. Akal, budi, pengalaman, atau kombinasi
antara akal dan pengealaman, intuisi, merupakan sarana yang dimaksud
epistimologis, sehingga dikenang dengan adanya model-model epistimologis
seperti rasionalisme, epirisme, kritirisme, atau rasionalisme kritis, positvisme,
fenomenologis dengan berbagai variasinya.
2. Persyaratan
epistimologi
Suatu pengetahuan itu termasuk ilmu atau pengetahuan ilmiah
apabila pengetahuan itu dan cara memperolehnya telah memenuhin syarat terentu.
Apabila syarat-syarat itu belum terpenuhi, maka suatu pengetahuan dapat
digolongkan kedalam pengetahuan lain yang bukan ilmu, walaupun ilmu termasuk
filsafat. Dalam kaitan ini tidaklah tepat untuk spontan menganggap kadar
kebenaran pengetahuan yang bukan pengetahuan ilmiah sebagai lebih rendah,
karena berbagai syarat untuk dapat termasuk pengetahuan ilmiah, yang akan dipaparkan berikut
ini, merupakan syarat-syarat terpenting bagi suatu penegtahuan untuk dapat
tergolong kedalam ilmu atau pengetahuan ilmiah, syarat-syarat itu adalah dasar
pembenaran, sipat sistematis, dan sifat intersubjektif.
Ilmu harus memiliki dasar pembenaran,
bersifat sistematis dan sistemikbersifat intersubjektif. Ketiga ciri tersebut
saling terkait dan merupakan persyaratan bagi pengetahuan untuk disebut
pengetahuan ilmiah ataau ilmu pengetahuan. Persyaratan tersebut menurut Conny R
Seniawan (2005,99) adalah sebagai berikut:
a. Dasar
pembenaran menuntut pengaturan kerja ilmiah yang diarahkan pada perolehan
derajat kepastian sebesar mungkin. Persyaratan harus dirasakan atas pemhaman
apriori yang juaga didasarkan atas hasil kajian empiris.
b. Semantik
dan sistematis masing-masing menujuk pada sususan pengetahuan yang didasarkan
pada penyelidikan (research) ilmiah yang keterhubungannya merupakan suatu
kebulatan mealuli komparasi dan generalisasi secara teratur.
Istilah intersubjektipitas lebih ekplisit menunjukan bahwa
pengetahuan yang telah diperoleh seorang subjek harus mengalami verifikasi oleh
subjek-subjek lain supaya pengetahuan itu lebih terjamin keabsahan dan
kebenarannya
D.
AKSIOLOGI
1. Pengertian
aksiologi
Istilah aksiologi berasal dari perkataan axsios (Yunani)
yang berarti nilai, dan logos yang berarti ilmu atau teori. Jadi, aksiologi
adalah “teori tentang nilai”. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahn etika dan estetika.
Aksiologi adalah ilmu
pengetahuan yang menyelidiki hakikat nilai,yang umumnya ditinjau dari sudut
pandang kefilsafatan. Aksiologi juga menunjukkan kaidah-kaidah apa yang harus
kita perhatikan didalam menerapkan ilmu kedalam praktis.
2. Objek
aksiologi
Aksiologi memuat pemikiran tentang masalah nilai nilai
termasuk nilai-nilaitinggi dari Tuhan. Misalnya, nilai moral, nilai agama,
nilai keindahan (estetika). Aksiologi ini juga mengandung pengertian lebih luas
daripada etika atau higher values of life (nilai-nilai kehidupan yang bertaraf tinggi).
3. Etika
Conny R. Semiawan (2005, 158) menjelaskan tentang etika itu
sebagai: “the study of nature of morality and judgement”, kajian tentang
hakikat moral dan keputusan (kegiatan menilai). Selanjutnya Semiawan
menerangkan bahwaetika sebagai prinsip atau standar perilaku manusia, yang
kadang-kadang disebut dengan “moral”. Kegiatan menilai (act of judgement)telah
dibangun berdasarkan toleransi atau ketidakpastian. Bahwa tidak ada kejadian
yang dapat dijelaskan secara pasti dengan
zero tolerance. Terdapat spesifkasi tentang toleransi yang dapat
dicapai. Di alam ilmu yang berkembang langkah demi selangkah, pertukaran informasi
antarmanusia selalu merupakan permainan tentang toleransi. Ini berlaku dalam
ilmu eksakta ataupun bahasa, ilmu
social, religi, ataupun politik, bahkan juga bagi setiap bentuk pikiran
yang akan menjadi dogma. Perunahan ilmu dilandaskan oleh prinsip toleransi. Hal
ini adalah demikian, karena hasil penelitian dari suatu pengetahuan ilmiah
sering tidak sama dengan sifat objektif penelitian atau hasil penelitian
pengetahuan ilmiah yang lain, terutama apabila pengetahuan-pengetahuan itu
tergolong dalam kelompok kelompok displin
ilmu yang berbeda.
No comments:
Post a Comment